KABARBURSA.COM – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan bahwa pemerintah akan memperketat regulasi untuk mendukung keberlanjutan di sektor penerbangan, dengan tujuan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan.
“Kami di Kementerian Perhubungan berencana untuk memperkuat regulasi terkait keberlanjutan penerbangan, guna memastikan bahwa industri ini tidak hanya tumbuh secara ekonomi, tetapi juga sejalan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan,” kata Budi, di Jakarta, Minggu, 8 September 2024.
Budi menekankan pentingnya perhatian berkelanjutan terhadap industri penerbangan, yang dianggapnya sebagai salah satu sektor utama penyumbang emisi gas rumah kaca.
“Oleh karena itu, kita harus mulai beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Implementasi konsep “green aviation” dan pengembangan “smart airport” adalah langkah-langkah konkret yang harus kita dorong ke depan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Menhub juga menekankan pentingnya strategi kolaborasi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia di sektor penerbangan, untuk membangun industri penerbangan masa depan yang kompetitif.
Lanjunya, Budi menyebut pihaknya berkomitmen untuk mendorong transformasi digital di sektor penerbangan dengan meluncurkan berbagai program pelatihan dan sertifikasi yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan dan kapabilitas para ahli di industri ini.
“Dengan jumlah penduduk usia produktif yang tinggi, kita memiliki bonus demografi yang dapat menjadi kekuatan utama dalam membangun industri penerbangan yang tangguh dan kompetitif. Kunci untuk mencapai keberhasilan ini adalah dengan meningkatkan kualitas SDM kita melalui upskilling dan literasi digital,” ungkap Budi.
Budi juga berencana untuk mengutamakan pengembangan infrastruktur digital bandara, meningkatkan layanan penerbangan, memperkuat kerja sama internasional, dan memperbaiki regulasi serta kebijakan demi membangun ekosistem penerbangan yang lebih inovatif, efisien, dan berkelanjutan.
“Ini semua adalah bagian dari upaya kita untuk memastikan bahwa visi Indonesia Emas 2045 dapat terwujud,” tutur Budi.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden International Civil Aviation Organization (ICAO) Salvatore Sciacchitano menyampaikan melalui video bahwa rencana Indonesia untuk menjadikan Nusantara sebagai ibu kota baru dan membangun infrastruktur dengan desain berkelanjutan merupakan bukti komitmen Indonesia terhadap kemajuan.
“Fokusnya pada transportasi yang cerdas dan berkelanjutan sedang mengubah Indonesia. Ini menjadi contoh bagi negara lain. ICAO bangga dapat bekerja sama dengan Indonesia,” katanya.
Sciacchitano menyatakaan ICAO dan negara-negara di dunia, terus meningkatkan dunia penerbangan, dengan membuat pesawat terbang lebih selamat, aman dan lebih berkelanjutan.
“Dukungan dan komitmen Indonesia terhadap perlindungan lingkungan, program pelatihan negara berkembang dan para ahli penerbangan Indonesia di ICAO APAC Regional Office, telah berkontribusi positif terhadap pengembangan profesional penerbangan di kawasan Asia Pasifik, serta turut mengatasi tantangan mendesak industri penerbangan,” pugkasnya.
Sementara itu, Tao Ma, Director Regional ICAO Asia and Pacific (APAC) mengungkapkan bahwa hasil audit ICAO mengenai pengawasan keselamatan penerbangan menunjukkan bahwa Indonesia telah memperoleh skor Effective Implementation (EI) yang baik. Namun, ia menekankan bahwa pencapaian ini masih perlu ditingkatkan lebih lanjut.
Menurut Tao Ma, salah satu rekomendasi yang saat ini dapat dilakukan terkait peningkatan keselamatan sektor penerbangan Indonesia, yaitu melalui peningkatan keterampilan SDM melalui berbagai training.
“Bagaimana rekomendasi terkait keselamatan penerbangan menurut saya training (pelatihan) merupakan satu hal yang perlu kita lakukan,” ucap Tao Ma.
RI Butuh Rp4.000 Triliun
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Indonesia memerlukan dana sebesar USD281 miliar atau Rp4.000 triliun untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam beberapa tahun ke depan.
Untuk mendapatkan dana yang sangat besar ini tidak mungkin hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Kita memerlukan USD281 miliar atau Rp 4.000 triliun. Ini jauh melebihi total anggaran belanja tahunan Indonesia. Oleh karena itu, anggaran publik atau fiskal tidak bisa menjadi satu-satunya sumber pembiayaan,” kata Sri Mulyani di acara Indonesia International Sustainability Forum 2024 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Jumat, 6 September 2024.
Dana tersebut diperlukan untuk mencapai target pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 31,89 persen melalui usaha sendiri dan 43,2 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030, sesuai dengan target Nationally Determined Contribution (NDC). Sri Mulyani pun mengajak sektor swasta untuk berpartisipasi dalam upaya ini.
Dia menyebutkan, pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif bagi pihak swasta yang ingin terlibat.
“Kami menggunakan instrumen fiskal seperti tax allowance, tax holiday, dan pembebasan bea masuk untuk menciptakan aturan yang mendukung keterlibatan sektor swasta, serta banyak insentif lainnya untuk mendorong partisipasi mereka,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga telah menciptakan berbagai instrumen untuk memperoleh pendanaan bagi perubahan iklim, termasuk menerbitkan sukuk, green sukuk, dan blue bonds dengan total sekitar USD7,07 miliar antara 2018-2023.
Selain instrumen fiskal, pemerintah membangun mekanisme pasar untuk pembiayaan perubahan iklim melalui penetapan harga karbon, yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Aturan ini mencakup mekanisme perdagangan untuk menetapkan harga dan mekanisme non-perdagangan.
“Semua mekanisme ini sudah mulai dijalankan. Kami juga sedang mempersiapkan peraturan teknis untuk menerapkan perdagangan karbon lintas batas,” jelasnya.(*)