KABARBURSA.COM – Mirae Asset Sekuritas memproyeksikan konsumsi domestik Indonesia akan membaik karena adanya perbaikan daya beli masyarakat menyusul inflasi yang terkendali.
Chief Economist & Head of Research Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto menyebut terdapat sejumlah sektor yang diuntungkan dari kondisi ini. Di antaranya perbankan, barang konsumsi, industri farmasi, dan telekomunikasi.
“Keberhasilan dalam mengendalikan inflasi memberikan dampak positif terhadap daya beli masyarakat, yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang stabil dan membaik ke angka 124,4 pada Agustus,” jelas dia dalam acara ‘Media Day’ yang diselenggarakan Mirae Asset, Kamis, 17 Oktober 2024.
Rully menuturkan, peningkatan indeks penjualan ritel yang tumbuh 5,8 persen YoY pada bulan yang sama juga memperkuat harapan akan keberlanjutan tren konsumsi.
Menurut dia, kebijakan moneter sudah mulai melonggar pada bulan September, yang ditandai dengan penurunan suku bunga BI rate sebesar 25 bps.
Kendati begitu, Bank Indonesia (BI) dinilai masih memantau adanya risiko volatilitas pasar sehingga pada Rapat Dewan Gubernur atau RDG bulan ini BI memutuskan menahan suku bunga acuan. Dengan asumsi bahwa Rupiah akan menguat dalam jangka menengah, dia menilai masih terdapat ruang penurunan suku bunga lebih lanjut.
Dengan suku bunga yang lebih rendah, kata Rully, biaya pinjaman juga akan turun, memacu belanja konsumen dan investasi. Momentum perbaikan ekonomi domestik dan kebijakan moneter yang akomodatif diyakini dapat menghadapi tantangan dari faktor makroekonomi global.
“Dalam kondisi ini, investor cenderung beralih ke aset safe haven untuk menjaga portofolio mereka. Namun, kami optimistis pasar modal Indonesia mampu menjaga stabilitas meski di tengah tantangan global,” ujar Rully.
Lebih jauh Rully juga memaparkan, pandangan pasar ke depan akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga dan pertumbuhan ekonomi global.
Penurunan suku bunga di dalam negeri memberikan ruang bagi pasar modal untuk menguat lebih lanjut. Namun, ia mengingatkan bahwa kebijakan suku bunga The Fed akan memengaruhi dinamika pasar global dan Indonesia.
“Kebijakan suku bunga dan pertumbuhan ekonomi global akan menjadi faktor kunci bagi prospek pasar modal Indonesia,” tutur dia.
Dengan inflasi terkendali dan tentu saja disertai dengan nilai tukar yang stabil, lanjut Rully, ruang penurunan suku bunga BI lebih terbuka. Pihaknya pun optimistis terhadap fundamental ekonomi dan juga pasar modal Indonesia.
BI Rate Ditahan di Level Enam Persen
Diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menetapkan suku bunga acuan atau BI Rate bertahan di level enam persen. Ini diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI edisi Oktober 2024.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan keputusan tersebut untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. Selain itu bertujuan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah meningkatnya ketidakpastian keuangan global.
Adapun, RDG BI, ujar Perry, memutuskan mempertahankan suku bunga Deposit Facility 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen. Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5 persen, plus minus 1 persen pada 2024 dan 2025.
“Fokus kebijakan moneter jangka pendek pada stabilitas nilai tukar rupiah, karena meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global,” sambung Perry.
Ke depan, tutur dia, BI terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ia menambahkan, kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. Ini termasuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM. “Ini memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran,” ungkap Gubernur BI itu.
Sementara dalam konteks internasional, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), juga telah mengambil langkah serupa dengan menurunkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak awal pandemi COVID-19.
Pada Rabu, 18 September 2024, The Fed mengumumkan penurunan suku bunga acuan menjadi berada di kisaran 4,75-5 persen. Pemangkasan suku bunga ini, sebesar 50 bps, ditujukan untuk mencegah perlambatan dalam pasar tenaga kerja.(*)