Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Minyak Dunia Naik Tipis, Stok AS Turun di Luar Prediksi

×

Minyak Dunia Naik Tipis, Stok AS Turun di Luar Prediksi

Sebarkan artikel ini
kilang minyak
Minyak mentah dunia hari ini berhasil rebound, tersulut turunnya stok minyak mentah AS dan kemungkinan ditundanya produksi minyak mentah negara-negara anggota OPEC+. Foto: Int

KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia sedikit menguat pada Kamis, 17 Oktober 2024 waktu Amerika Serikat (AS) atau Jumat, waktu dini hari Indonesia. Penguatan ini menyusul setelah laporan menunjukkan penurunan stok minyak mentah dan bahan bakar di AS, meski sempat menyentuh level terendah dua minggu sebelumnya.

Melansir Reuters, harga Brent naik 23 sen atau 0,31 persen ke USD74,45 per barel. Sebaliknya, harga minyak WTI AS justru turun 28 sen atau 0,4 persen ke USD70,67 per barel.

Pada Rabu, 16 Oktober 2024, keduanya mencatat penurunan beruntun selama dua hari, mencapai level terendah sejak 2 Oktober. Penurunan ini terjadi setelah OPEC dan IEA memangkas proyeksi permintaan minyak untuk 2024 dan 2025.

Data EIA yang dirilis Kamis mencatat stok minyak mentah AS turun 2,2 juta barel menjadi 420,6 juta barel pada pekan yang berakhir 11 Oktober, berbeda dari perkiraan analis yang memprediksi kenaikan 1,8 juta barel. Stok bensin dan distilat juga berkurang.

“Ini menandakan bahwa efisiensi operasional terus membaik. Pasar sedang menuju normalisasi,” kata kepala ekonom Matador Economics, Tim Snyder.

Di North Dakota, produksi minyak turun sekitar 500 ribu barel hingga Oktober karena kebakaran hutan mengganggu wilayah penghasil utama, menurut regulator setempat.

Dampak Suku Bunga dan Konflik Timur Tengah

Bank Sentral Eropa kembali memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya tahun ini, sinyal inflasi terkendali dan prospek ekonomi yang melemah di zona euro. Langkah ini bisa mendongkrak harga minyak karena biaya pinjaman lebih rendah diharapkan meningkatkan permintaan.

Namun, kekhawatiran akan serangan balasan Israel terhadap Iran setelah insiden rudal pada 1 Oktober membuat pergerakan harga tertahan.

“Langkah Israel terhadap Iran masih belum jelas,” ujar John Evans dari PVM. Menurutnya, ketegangan di Timur Tengah bisa mendorong harga minyak dalam waktu dekat, sementara investor juga memantau data keuangan lainnya.

Kenaikan dolar AS ke level tertinggi dalam 11 minggu pada Kamis turut membatasi kenaikan harga minyak. Dolar yang lebih kuat biasanya menekan permintaan minyak berdenominasi USD dari pembeli dengan mata uang lain.

Investor juga menunggu langkah konkret China setelah pengumuman rencana pemulihan ekonomi besar-besaran pada 12 Oktober, termasuk upaya memperbaiki kondisi pasar properti yang sedang tertekan.

Dua Pekan Tertekan

Dua pekan berturut-turut, harga minyak global berada di level terendahnya. Harga minyak global sebelumnya atau pada Rabu, 16 Oktober 2024, waktu AS mengalami penurunan tajam sekitar 7 persen dari tiga hari sebelumnya.

Minyak mentah berjangka Brent, yang menjadi patokan internasional, ditutup turun 3 sen menjadi USD74,22 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) dari Amerika Serikat juga melemah 19 sen, atau 0,3 persen, menjadi USD70,39 per barel. Kedua patokan minyak ini berada di level terendah sejak 2 Oktober, memperpanjang tren pelemahan selama dua hari berturut-turut.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi penurunan tersebut. Salah satunya adalah prospek pertumbuhan permintaan minyak yang lebih rendah.

Badan Energi Internasional (IEA) dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengoreksi perkiraan mereka terkait pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun 2024, dengan China menjadi kontributor utama terhadap penurunan ini.

Meski China diperkirakan akan menambah stimulus fiskal sekitar 6 triliun yuan (USD850 miliar) melalui obligasi khusus untuk merangsang ekonomi yang melambat, langkah ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap harga minyak.

Selain itu, meredanya kekhawatiran atas gangguan pasokan minyak di Timur Tengah juga mempengaruhi harga. Awal minggu ini, laporan media menyebutkan bahwa Israel tidak akan menyerang fasilitas nuklir dan minyak Iran. Hal ini membantu menenangkan pasar yang sebelumnya khawatir akan eskalasi konflik di wilayah tersebut.

Diketahui, Iran, sebagai salah satu anggota OPEC, memproduksi sekitar 4 juta barel minyak per hari pada 2023, dengan ekspor diperkirakan mencapai 1,5 juta barel per hari pada 2024.

Namun, meski ketegangan dengan Iran sedikit mereda, kekhawatiran akan eskalasi konflik antara Israel dan kelompok-kelompok yang didukung Iran, seperti Hizbullah di Lebanon, Hamas di Gaza, dan Houthi di Yaman, masih tetap ada. Situasi ini berpotensi mempengaruhi stabilitas pasokan minyak di masa depan.

Dampak Penurunan Permintaan Global

IEA memperkirakan permintaan minyak global akan mencapai puncaknya sebelum 2030, dengan angka mendekati 102 juta barel per hari. Namun, pada tahun 2035, permintaan diperkirakan akan turun menjadi sekitar 99 juta barel per hari.

Proyeksi ini sejalan dengan tren jangka panjang yang menunjukkan penurunan permintaan, seiring dengan peralihan ke energi terbarukan dan peningkatan efisiensi energi di seluruh dunia.

Walau begitu, data ekonomi positif dari Amerika Serikat dan Eropa membantu membatasi penurunan yang lebih dalam. Di Eropa, meski pertumbuhan ekonomi zona euro masih suam-suam kuku, terdapat beberapa indikator yang menunjukkan tanda-tanda positif. Sementara di AS, harga impor turun tajam pada September, menandakan prospek inflasi yang lebih jinak.(*)