KABARBURSA.COM – Penjualan ritel Inggris mencatat kenaikan tak terduga sebesar 0,3 persen pada bulan September, menurut data yang dirilis oleh Kantor Statistik Nasional (ONS) pada hari Jumat. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters terhadap para ekonom sebelumnya memperkirakan penurunan bulanan sebesar 0,3 persen dalam volume penjualan dibandingkan bulan Agustus.
Meski rumah tangga di Inggris masih menghadapi tantangan akibat biaya hidup yang tinggi, yang diperburuk oleh lonjakan harga energi setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, tekanan tersebut telah sedikit mereda. Inflasi telah turun di bawah 2 persen dari puncaknya sebesar 11,1 persen pada Oktober 2022.
Laporan terbaru dari pengecer Inggris menunjukkan adanya penjualan makanan yang kuat. Tesco, sebagai toko grosir terbesar di Inggris, bahkan menaikkan perkiraan laba tahunan dan berharap akan mengalami Natal yang kuat. Namun, di sisi lain, konsumen masih enggan untuk mengeluarkan uang untuk barang-barang non-pokok.
Pimpinan jaringan supermarket lainnya, Sainsbury’s, yang mencatat seperempat penjualannya berasal dari barang non-makanan, menyatakan kepada Reuters bahwa pembeli tetap khawatir untuk membelanjakan uang pada barang-barang yang harganya lebih mahal menjelang pengumuman anggaran pemerintah baru pada tanggal 30 Oktober.
Bursa Ekuitas Eropa Alami Penguatan
Bursa ekuitas Eropa mengalami penguatan, didorong oleh sektor healthcare dan ritel yang memimpin kenaikan, Jumat, 23 Agustus 2024. Investor optimis mengenai prospek pemangkasan suku bunga oleh bank sentral utama, yang diharapkan akan memberi dorongan tambahan bagi aset berisiko secara global.
Indeks pan-Eropa STOXX 600 naik 0,35 persen atau 1,79 poin menjadi 515,74, mencapai level tertinggi bulan ini setelah menguat selama dua hari berturut-turut.
Kinerja bursa regional utama beragam, dengan indeks DAX Jerman naik 0,24 persen menjadi 18.493,39, FTSE 100 Inggris meningkat 0,06 persen menjadi 8.288,00, sementara CAC Prancis turun tipis 0,01 persen menjadi 7.524,11.
Sektor ritel mencatat kinerja yang menonjol, dipimpin oleh kenaikan saham JD Sports sebesar 11 persen setelah laporan pertumbuhan penjualan yang kuat pada kuartal kedua. Di sektor healthcare, Siegfried Holding asal Swiss melambung 7 persen setelah merilis kinerja semester pertama yang lebih baik dari perkiraan, sementara saham Biomerieux dari Prancis naik hampir 6 persen setelah mendapat rating “buy” dari UBS.
Sektor perawatan kesehatan secara keseluruhan mencapai rekor tertinggi, didukung oleh penguatan 2,4 persen saham Novo Nordisk, perusahaan paling berharga di Eropa berdasarkan nilai pasar.
Ekspektasi pasar saat ini mengarah pada kemungkinan pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin oleh Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa (ECB) pada September. Meski begitu, risalah rapat Juli ECB menunjukkan bahwa pembuat kebijakan belum melihat urgensi untuk pemotongan suku bunga, meskipun diskusi lebih lanjut kemungkinan akan terjadi pada September karena kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi.
Beberapa data ekonomi menunjukkan kekuatan aktivitas bisnis di zona euro pada Agustus, yang mungkin mengurangi ekspektasi akan pemotongan suku bunga lebih lanjut dari ECB. Namun, pertumbuhan upah yang signifikan pada kuartal terakhir memperkuat kemungkinan adanya pemangkasan suku bunga pada September besok.
Chris Hare, ekonom dari HSBC, menyatakan bahwa meskipun pemotongan lebih lanjut oleh ECB kemungkinan besar akan terjadi, pelonggaran tersebut akan berlangsung secara bertahap dan penuh dengan ketidakpastian.
Investor juga menantikan komentar dari para perumus kebijakan di simposium Jackson Hole minggu ini, dengan harapan bahwa Federal Reserve akan memulai siklus pemotongan suku bunga pada bulan depan. Di Amerika Serikat, klaim pengangguran mingguan menunjukkan peningkatan tetapi tetap stabil di level yang konsisten dengan pendinginan bertahap di pasar tenaga kerja, yang seharusnya mendukung pemotongan suku bunga pada September 2024.
Di antara saham individu lainnya, Deutsche Bank naik 4 persen setelah menyelesaikan gugatan terkait akuisisi Postbank. Swiss Re melonjak 4,5 persen setelah merilis laporan keuangan yang positif, sementara CTS Eventim, perusahaan tiket asal Jerman, melejit 6 persen setelah meningkatkan perkiraan laba setahun penuh.
Di sisi lain, Aegon merosot 5,4 persen setelah perusahaan asuransi asal Belanda itu melaporkan biaya sekitar USD400 juta pada paruh pertama 2024, sementara GN Store Nord dari Denmark turun 9 persen setelah gagal memenuhi ekspektasi kinerja pada kuartal kedua.
Emiten Ritel Mulai Menguat
Pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia sebesar 25 basis poin diproyeksikan akan memperkuat sektor ritel, termasuk emiten besar seperti AMRT, MIDI, dan MAPI. Kondisi ini didorong oleh meningkatnya daya beli masyarakat seiring dengan penurunan biaya pinjaman yang lebih rendah, memicu sentimen positif di pasar.
Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) yang bergerak di sektor ritel primer, mencatatkan pergerakan harga sahamnya pada angka Rp3.180, naik 30 poin atau 0,95 persen dalam sepekan terakhir. Kinerja laba bersih emiten ini juga terus meningkat. Pada kuartal kedua 2024, AMRT mencatatkan laba sebesar Rp904 miliar, naik dari Rp837 miliar pada periode yang sama tahun 2023. Kinerja yang positif ini didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat pasca pelonggaran moneter.
Di sisi lain, Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) juga menunjukkan tren positif. Saham MIDI naik 12 poin atau 2,65 persen menjadi Rp464 dalam sepekan terakhir. Emiten ini mencatatkan laba bersih sebesar Rp166 miliar pada kuartal kedua 2024, naik dari Rp142 miliar pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini mencerminkan kuatnya konsumsi domestik di sektor ritel, terutama di segmen syariah.
Sementara itu, Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), yang juga bergerak di sektor perdagangan ritel, mencatatkan kenaikan harga saham sebesar 125 poin atau 7,46 persen dalam sepekan terakhir, menjadi Rp1.800. Pada kuartal kedua 2024, MAPI membukukan laba bersih sebesar Rp485 miliar, naik dari Rp414 miliar di tahun sebelumnya. Pertumbuhan laba ini menunjukkan bagaimana peningkatan konsumsi dan aktivitas belanja masyarakat berdampak positif pada emiten-emiten ritel utama di Indonesia.(*)