Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Harga Minyak Dunia Tertekan, Brent dan WTI Anjlok Pekan Ini

×

Harga Minyak Dunia Tertekan, Brent dan WTI Anjlok Pekan Ini

Sebarkan artikel ini
IMG 0412
Harga minyak dunia yang anjlok mempengaruhi emiten migas di Indonesia. MEDC dan ELSA hari ini terpantau anjlok. Foto: REUTERS.

KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia jatuh pada perdagangan Jumat, 18 Oktober 2024, dengan penurunan lebih dari 7 persen sepanjang pekan ini. Pelemahan ini dipicu data perlambatan ekonomi China dan reaksi investor terhadap dampak beragam dari konflik di Timur Tengah.

Dilandir dari laporan Reuters, Sabtu, 19 Oktober 2024, harga minyak Brent turun USD1,39 (1,87 persen) menjadi USD73,06 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat turun USD1,45 (2,05 persen) menjadi USD69,22 per barel.

Selama sepekan, Brent mengalami penurunan lebih dari 7 persen, sedangkan WTI kehilangan sekitar 8 persen. Ini menjadi penurunan mingguan terbesar sejak 2 September, saat OPEC dan Badan Energi Internasional (IEA) menurunkan proyeksi permintaan minyak global untuk 2024 dan 2025.

China, sebagai negara pengimpor minyak terbesar dunia, mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga yang melambat ke titik terendah sejak awal 2023. Meski begitu, konsumsi dan produksi industri pada bulan September melampaui ekspektasi.

“China sangat mempengaruhi permintaan minyak sehingga situasi ini membebani harga hari ini,” kata mitra di Again Capital, New York, John Kilduff.

Produksi kilang minyak di China mengalami penurunan selama enam bulan berturut-turut akibat margin yang tipis dan lemahnya konsumsi bahan bakar, sehingga mengurangi aktivitas pemrosesan.

Ekonomi China Tertekan

Analis energi independen di Paris dan mantan kepala divisi minyak IEA, Neil Atkinson, menyebut pengaruh kendaraan listrik di China tak bisa diabaikan. “Ada banyak faktor yang memengaruhi, termasuk melemahnya ekonomi China dan peralihan ke elektrifikasi transportasi,” ujarnya.

Penjualan mobil listrik di China melonjak 42 persen pada Agustus 2024 yang mencapai rekor lebih dari satu juta unit. Bank sentral China juga mengumumkan dua skema pendanaan yang akan menyuntikkan 800 miliar yuan (USD112,38 miliar) ke pasar saham melalui alat kebijakan moneter baru.

“Data ekonomi China menunjukkan tanda-tanda perbaikan, tapi belum stabil. Upaya stimulus tambahan akhir-akhir ini juga mengecewakan pelaku pasar,” ujar Rishi Rajanala, rekanan di Aegis Hedging.

Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyatakan ada peluang untuk mengatasi konflik Israel dan Iran dengan cara yang bisa meredakan ketegangan di Timur Tengah sementara waktu.

Naik Tipis

Pada perdagangan sehari sebelumnya, harga minyak dunia sedikit menguat. Penguatan ini menyusul setelah laporan menunjukkan penurunan stok minyak mentah dan bahan bakar di AS, meski sempat menyentuh level terendah dua minggu sebelumnya.

Melansir Reuters, harga Brent naik 23 sen atau 0,31 persen ke USD74,45 per barel. Sebaliknya, harga minyak WTI AS justru turun 28 sen atau 0,4 persen ke USD70,67 per barel.

Pada Rabu, 16 Oktober 2024, keduanya mencatat penurunan beruntun selama dua hari, mencapai level terendah sejak 2 Oktober. Penurunan ini terjadi setelah OPEC dan IEA memangkas proyeksi permintaan minyak untuk 2024 dan 2025.

Data EIA yang dirilis Kamis mencatat stok minyak mentah AS turun 2,2 juta barel menjadi 420,6 juta barel pada pekan yang berakhir 11 Oktober, berbeda dari perkiraan analis yang memprediksi kenaikan 1,8 juta barel. Stok bensin dan distilat juga berkurang.

“Ini menandakan bahwa efisiensi operasional terus membaik. Pasar sedang menuju normalisasi,” kata kepala ekonom Matador Economics, Tim Snyder.

Di North Dakota, produksi minyak turun sekitar 500 ribu barel hingga Oktober karena kebakaran hutan mengganggu wilayah penghasil utama, menurut regulator setempat.

Dampak Suku Bunga dan Konflik Timur Tengah

Bank Sentral Eropa kembali memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya tahun ini, sinyal inflasi terkendali dan prospek ekonomi yang melemah di zona euro. Langkah ini bisa mendongkrak harga minyak karena biaya pinjaman lebih rendah diharapkan meningkatkan permintaan.

Namun, kekhawatiran akan serangan balasan Israel terhadap Iran setelah insiden rudal pada 1 Oktober membuat pergerakan harga tertahan.

“Langkah Israel terhadap Iran masih belum jelas,” ujar John Evans dari PVM. Menurutnya, ketegangan di Timur Tengah bisa mendorong harga minyak dalam waktu dekat, sementara investor juga memantau data keuangan lainnya.

Kenaikan dolar AS ke level tertinggi dalam 11 minggu pada Kamis turut membatasi kenaikan harga minyak. Dolar yang lebih kuat biasanya menekan permintaan minyak berdenominasi USD dari pembeli dengan mata uang lain.

Investor juga menunggu langkah konkret China setelah pengumuman rencana pemulihan ekonomi besar-besaran pada 12 Oktober, termasuk upaya memperbaiki kondisi pasar properti yang sedang tertekan.(*)