KABARBURSA.COM – Rupiah mengambil untung dari data pengangguran Amerika Serikat (AS) dan pertumbuhan ekonomi Eropa yang sedang merosot. Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah tercatat menguat di posisi Rp15.690.
Mengutip data Refinitiv, Rabu, 30 Oktober 2024, nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp15.690 per dolar AS, mengalami apresiasi sebesar 0,41 persen dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya. Dalam perdagangan sepanjang hari, rupiah berfluktuasi di kisaran Rp15.740 hingga Rp15.690 per dolar AS.
Penguatan rupiah terjadi seiring dengan melemahnya indeks dolar AS (DXY), yang turun tipis sebesar 0,03 persen ke level 104,281 pada pukul 15.00 WIB. Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan penutupan pekan sebelumnya di angka 104,316. Pelemahan DXY menjadi salah satu faktor kunci yang mendukung penguatan mata uang Garuda.
Selain pelemahan indeks dolar AS, apresiasi rupiah didorong oleh rilis data terbaru dari Amerika Serikat yang menunjukkan penurunan lowongan pekerjaan.
Laporan JOLTS (Job Openings and Labor Turnover Survey) yang dirilis oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS mencatat penurunan lowongan pekerjaan pada September 2024 menjadi 7,443 juta. Ini adalah level terendah dalam lebih dari tiga setengah tahun terakhir, dan menjadi indikasi adanya perlambatan di pasar tenaga kerja AS.
Penurunan lowongan pekerjaan terbesar terjadi di wilayah Selatan AS, yang terdampak oleh bencana badai.
Sektor lain seperti kesehatan, bantuan sosial, dan pemerintahan juga mengalami pengurangan jumlah posisi kosong. Data ini memicu harapan bahwa tekanan kenaikan upah di AS akan mereda, yang pada gilirannya dapat mendorong Federal Reserve (The Fed) untuk melonggarkan kebijakan moneter dengan mempertahankan atau bahkan menurunkan suku bunga.
Selain data dari AS, pasar juga merespons positif sentimen dari Eropa, terutama terkait ekspektasi pertumbuhan ekonomi zona Euro.
Data yang dijadwalkan dirilis pada hari ini diperkirakan menunjukkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 0,8 persen secara tahunan (year-on-year) untuk kuartal III-2024, naik dari 0,6 persen pada kuartal sebelumnya. Harapan akan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Eropa memberikan sentimen positif bagi aset berisiko seperti rupiah.
Tak hanya itu, data proyeksi pertumbuhan ekonomi AS yang stabil di level 3 persen pada kuartal III juga menambah optimisme investor. Stabilitas ekonomi di dua kawasan besar ini menjadi faktor utama yang mendorong minat investor terhadap aset-aset berisiko di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dengan berbagai sentimen positif yang datang dari AS dan Eropa, rupiah berhasil menutup perdagangan hari ini dengan penguatan yang signifikan. Para pelaku pasar berharap bahwa perlambatan di pasar tenaga kerja AS akan memungkinkan The Fed untuk melonggarkan kebijakan suku bunga, yang dapat memberikan ruang lebih besar bagi penguatan mata uang negara berkembang.
Di sisi lain, ekspektasi pertumbuhan ekonomi di zona Euro dan stabilnya PDB AS turut memberikan fondasi yang kuat bagi optimisme pasar global. Jika tren ini terus berlanjut, rupiah berpotensi terus menguat di tengah harapan stabilitas ekonomi di kedua kawasan tersebut.
Namun, volatilitas pasar tetap perlu diwaspadai, terutama terkait dengan keputusan kebijakan moneter The Fed dan perkembangan lebih lanjut di pasar tenaga kerja AS. Bagi para pelaku pasar, penguatan rupiah ini memberikan sinyal positif, namun tetap perlu mencermati data dan kebijakan ekonomi yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar di masa mendatang.
Pergerakan positif rupiah sama seperti yang diprediksikan oleh Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi. Tadi pagi, Ibrahim memprediksi mata uang garuda berpotensi bergerak dalam rentang Rp15.760 hingga Rp15.870.
“Kondisi pasar saat ini masih didominasi oleh ketidakpastian global, mulai dari perkembangan pilpres AS yang semakin memanas hingga ekspektasi data ekonomi besar dari Tiongkok dan AS,” kata Ibrahim dalam analisa hariannya, Rabu, 30 Oktober 2024.
Pilpres AS pada 5 November antara Donald Trump dan Kamala Harris menambah ketidakpastian pasar, terutama dengan survei yang menunjukkan keunggulan tipis Trump. Situasi ini berdampak pada pergerakan indeks dolar AS yang menguat, menekan rupiah.
Di sisi lain, pasar juga menanti data Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal ketiga serta data inflasi PCE, yang menjadi indikator utama The Fed, bersama laporan penggajian nonpertanian pada Jumat, 1 November 2024. Data ini akan memberikan petunjuk arah kebijakan suku bunga The Fed dalam pertemuan berikutnya, yang juga memengaruhi sentimen di pasar valuta asing.(*)