Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Sritex Terancam Dibekukan, DPR Desak Pemerintah Selamatkan 50.000 Karyawan

×

Sritex Terancam Dibekukan, DPR Desak Pemerintah Selamatkan 50.000 Karyawan

Sebarkan artikel ini
industri tekstil dan produk tekstil (TPT)
ILUSTRASI - Presiden Prabowo Subianto meminta Sritex untuk tidak segera melakukan PHK kepada karyawan usai dinyatakan pailit

KABARBURSA.COM – Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan, untuk segera turun tangan menangani krisis kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).

Dengan kondisi keuangan perusahaan yang terus merosot, Netty memperingatkan bahwa nasib hingga 50.000 karyawan Sritex kini berada di ujung tanduk jika tidak ada intervensi nyata dari pemerintah.

“Kepailitan ini tidak boleh dianggap sepele, karena jika dibiarkan tanpa penanganan serius, risikonya adalah terjadinya pemutusan kerja bagi puluhan ribu karyawan Sritex,” kata Netty di Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.

Sebagai salah satu pemain utama industri tekstil, Sritex tak hanya memiliki kapasitas produksi besar hingga 1,1 juta bal kain per tahun, tetapi juga jaringan pemasaran yang tersebar di lebih dari 100 negara di berbagai benua.

Dengan skala sebesar itu, Netty mengingatkan bahwa krisis di Sritex bisa berdampak langsung pada stabilitas ekonomi nasional dan mata pencaharian ribuan keluarga.

Netty juga menyatakan dukungannya terhadap langkah Komisi IX DPR yang meminta pemerintah memberikan solusi konkret. Menurutnya, perlindungan industri tekstil dan pekerja harus menjadi prioritas dalam kebijakan pemerintah.

“Saya sepakat, pemerintah harus segera bertindak untuk melindungi para pekerja Sritex yang berjumlah 45.000-50.000 orang. Di balik mereka, ada puluhan hingga ratusan ribu anggota keluarga yang bergantung pada perusahaan ini,” tegasnya.

Lebih lanjut, Netty mendorong pemerintah untuk meninjau ulang regulasi perdagangan dan ketenagakerjaan yang berpotensi mengancam keberlangsungan industri dalam negeri.

Menurutnya, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor telah menambah beban berat bagi industri tekstil nasional dengan memudahkan akses barang impor tanpa persetujuan teknis, yang kini membanjiri pasar domestik.

“Sudah saatnya kebijakan ini mempertimbangkan potensi dalam negeri. Jika kebijakan impor justru merugikan industri lokal, maka perlu ada evaluasi, baik untuk direvisi atau bahkan dicabut,” pungkas Netty.