Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Harga Minyak Melonjak usai Trump Unggul di Pemilu AS

×

Harga Minyak Melonjak usai Trump Unggul di Pemilu AS

Sebarkan artikel ini
stok minyak as
MINYAK MENTAH - Tulisan crude oil atau minyak mentah di pipa sebuah kilang minyak (Foto: Reuters)

KABARBURSA.COM – Harga minyak mengalami lonjakan hampir 1 persen pada Kamis, 7 November 2024, seiring pasar memantau potensi dampak kebijakan energi dari presiden terpilih, Donald Trump, terhadap pasokan minyak global.

Peningkatan harga ini didorong oleh penurunan produksi minyak di Teluk Amerika Serikat (AS) akibat Badai Rafael yang memaksa sejumlah fasilitas produksi untuk menghentikan operasional sementara. Meskipun demikian, kenaikan harga masih tertahan oleh penguatan nilai dolar AS serta penurunan impor minyak mentah dari China.

Mengacu pada laporan Reuters, setelah kemenangan Trump pada Rabu, 6 November 2024, pasar komoditas sempat bergejolak dengan adanya aksi jual yang menekan harga minyak hingga turun lebih dari USD 2 per barel. Penyebab utama penurunan ini adalah penguatan dolar AS yang membuat minyak lebih mahal bagi pembeli internasional yang menggunakan mata uang selain dolar. Meski begitu, harga minyak berhasil memangkas sebagian besar kerugian tersebut dan hanya berakhir dengan penurunan kurang dari 1 persen.

Pada perdagangan Kamis, 7 November 2024 harga minyak mentah Brent mengalami kenaikan sebesar 71 sen atau 0,95 persen, mencapai USD 75,63 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di AS juga naik 67 sen atau sekitar 0,93 persen, menjadi USD 72,36 per barel.

Sentimen positif ini dipicu oleh ekspektasi bahwa kebijakan Trump bisa kembali memperketat sanksi terhadap Iran dan Venezuela, dua negara penghasil minyak besar, yang pada gilirannya berpotensi mengurangi pasokan minyak global dan meningkatkan harga di pasar.

Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates, menjelaskan bahwa pasar saat ini mengantisipasi kemungkinan Trump akan melanjutkan pendekatan kebijakan luar negeri yang keras, khususnya dalam sektor energi.

“Pasar sedang mencermati prospek kebijakan Donald Trump dan menanggapi kemungkinan tersebut,” ungkap Lipow.

Pada masa jabatan pertamanya, Trump memang memberlakukan sanksi ketat pada sektor minyak Iran dan Venezuela, yang berdampak pada pembatasan ekspor dari kedua negara. Setelah itu, pemerintahan Biden sempat melonggarkan beberapa sanksi tersebut, meskipun pada akhirnya kebijakan tersebut kembali diperketat.

Dengan terpilihnya kembali Trump, pasar memperkirakan sanksi ini akan diperketat lagi, sehingga berpotensi mengurangi suplai minyak di pasar global.

Pemangkasan Suku Bunga Pendorong Tambahan

Selain pengaruh dari kebijakan Trump, keputusan The Federal Reserve untuk memangkas suku bunga sebesar 0,25 persen pada Kamis juga memberi dorongan pada harga minyak. Pemangkasan suku bunga ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi AS, yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan energi. Langkah ini sejalan dengan upaya The Fed untuk mendukung aktivitas ekonomi di tengah inflasi yang mulai terkendali dan kondisi tenaga kerja yang dinilai stabil.

Di kawasan Teluk AS, dampak Badai Rafael cukup signifikan terhadap pasokan minyak mentah. Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan AS melaporkan bahwa lebih dari 22 persen atau sekitar 391.214 barel per hari produksi minyak mentah di kawasan Teluk telah dihentikan sebagai tindakan antisipasi terhadap potensi dampak badai. Gangguan produksi ini menambah tekanan pada pasokan minyak dalam jangka pendek, yang turut menjadi faktor pendorong harga di pasar.

Indeks Dolar dan Tekanan dari China

Di sisi lain, indeks dolar AS terpantau mengalami penurunan hampir 1 persen pada Kamis, meskipun masih mendekati level tertinggi dua minggu setelah penguatan menyusul kemenangan Trump dalam pemilu presiden.

Kenaikan nilai dolar biasanya memberikan tekanan pada harga minyak, karena membuat minyak lebih mahal bagi pembeli internasional yang menggunakan mata uang selain dolar. Kendati mengalami penurunan kecil, posisi dolar yang kuat tetap membatasi kenaikan harga minyak yang diharapkan investor.

Tekanan tambahan datang dari penurunan impor minyak mentah China. Data terbaru menunjukkan bahwa impor minyak mentah ke China turun 9 persen pada Oktober, menandai penurunan selama enam bulan berturut-turut. Ini mencerminkan permintaan yang lebih rendah dari salah satu konsumen minyak terbesar dunia, yang memiliki dampak negatif pada harga minyak.

Selain itu, laporan peningkatan cadangan minyak mentah AS turut menjadi faktor yang menekan sentimen kenaikan harga, karena peningkatan persediaan ini menambah suplai domestik yang tersedia.

Secara keseluruhan, harga minyak saat ini bergerak dengan fluktuasi yang cukup tinggi akibat berbagai faktor, mulai dari kebijakan moneter AS hingga kebijakan luar negeri presiden terpilih. Dengan adanya badai yang memengaruhi produksi, penguatan dolar, penurunan impor China, serta kebijakan energi Trump yang mungkin berdampak pada Iran dan Venezuela, pasar komoditas minyak akan terus dipengaruhi oleh perkembangan ini. (*)