Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Harga Minyak Dunia Terjun karena Badai dan Stimulus China

×

Harga Minyak Dunia Terjun karena Badai dan Stimulus China

Sebarkan artikel ini
ilustrasi penambangan minyak
Ilustrasi penambangan minyak (Foto: Shutterstock)

KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia turun lebih dari dua persen pada Jumat, 8 November 2024. Mengutip Reuters, penurunan ini terjadi seiring meredanya kekhawatiran pasar perihal gangguan produksi akibat Badai Rafael di Teluk Meksiko, serta tanggapan negatif terhadap paket stimulus ekonomi terbaru dari China.

Harga minyak Brent turun USD1,76 menjadi USD73,87 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di AS memimpin penurunan dengan merosot USD 1,98 atau 2,7 persen ke USD70,35 per barel.

Produsen energi di Teluk Meksiko sempat menutup lebih dari 23 persen produksi minyak mereka untuk mengantisipasi Badai Rafael. Namun, perkiraan terbaru menunjukkan risiko gangguan produksi mulai menurun. “Ancaman gangguan pasokan akibat Badai Rafael berkurang, badai diprediksi hanya akan bergerak di tengah Teluk Meksiko selama sekitar lima hari ke depan,” ujar Alex Hodes, analis di firma pialang StoneX.

Badai Rafael, yang sebelumnya menyebabkan kerusakan di Kuba, melemah menjadi Kategori 2 pada Jumat menurut laporan Pusat Badai Nasional AS.

Stimulus China Tak Sesuai Harapan

Paket stimulus ekonomi terbaru dari China juga dianggap kurang berdampak pada permintaan minyak. Sebagai importir minyak terbesar di dunia, kebijakan ekonomi China kerap memengaruhi pasar energi global. Namun, menurut Giovanni Staunovo, analis UBS, langkah pemerintah China yang menyiapkan bantuan utang untuk pemerintah daerah dinilai tidak efektif dalam mendorong peningkatan permintaan minyak.

“Sebagian pasar mungkin berharap stimulus yang lebih besar dari China. Kekecewaan ini menekan harga minyak sejak pagi tadi,” kata Staunovo.

Tekanan deflasi dalam perekonomian China menjadi salah satu faktor utama yang menekan harga minyak tahun ini. Data menunjukkan impor minyak mentah China terus menurun selama enam bulan berturut-turut hingga Oktober.

Meski mengalami penurunan pada Jumat, harga minyak secara mingguan masih naik lebih dari satu persen. Peningkatan ini didorong oleh ekspektasi sanksi lebih ketat dari Presiden AS terpilih Donald Trump terhadap Iran dan Venezuela, yang diperkirakan akan mengurangi pasokan minyak di pasar global.

Selain itu, keputusan The Fed untuk memangkas suku bunga sebesar seperempat poin pada Kamis lalu turut menyokong kenaikan harga minyak di sesi perdagangan sebelumnya.

Sempat Melonjak

Harga minyak dunia mengalami lonjakan hampir 1 persen pada Kamis, 7 November 2024. Kenaikan ini seiring dengan pasar yang memantau potensi dampak kebijakan energi dari presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap pasokan minyak global.

Peningkatan harga ini didorong oleh penurunan produksi minyak di Teluk AS akibat Badai Rafael yang memaksa sejumlah fasilitas produksi untuk menghentikan operasional sementara. Meskipun demikian, kenaikan harga masih tertahan oleh penguatan nilai dolar AS serta penurunan impor minyak mentah dari China.

Mengacu pada laporan Reuters, setelah kemenangan Trump pada Rabu, 6 November 2024, pasar komoditas sempat bergejolak dengan adanya aksi jual yang menekan harga minyak hingga turun lebih dari USD 2 per barel.

Penyebab utama penurunan ini adalah penguatan dolar AS yang membuat minyak lebih mahal bagi pembeli internasional yang menggunakan mata uang selain dolar. Meski begitu, harga minyak berhasil memangkas sebagian besar kerugian tersebut dan hanya berakhir dengan penurunan kurang dari 1 persen.

Pada perdagangan Kamis, 7 November 2024 harga minyak mentah Brent mengalami kenaikan sebesar 71 sen atau 0,95 persen, mencapai USD 75,63 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di AS juga naik 67 sen atau sekitar 0,93 persen, menjadi USD 72,36 per barel.

Sentimen positif ini dipicu oleh ekspektasi bahwa kebijakan Trump bisa kembali memperketat sanksi terhadap Iran dan Venezuela, dua negara penghasil minyak besar, yang pada gilirannya berpotensi mengurangi pasokan minyak global dan meningkatkan harga di pasar.

Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates, menjelaskan bahwa pasar saat ini mengantisipasi kemungkinan Trump akan melanjutkan pendekatan kebijakan luar negeri yang keras, khususnya dalam sektor energi.

“Pasar sedang mencermati prospek kebijakan Donald Trump dan menanggapi kemungkinan tersebut,” ungkap Lipow.

Pada masa jabatan pertamanya, Trump memang memberlakukan sanksi ketat pada sektor minyak Iran dan Venezuela, yang berdampak pada pembatasan ekspor dari kedua negara. Setelah itu, pemerintahan Biden sempat melonggarkan beberapa sanksi tersebut, meskipun pada akhirnya kebijakan tersebut kembali diperketat.

Dengan terpilihnya kembali Trump, pasar memperkirakan sanksi ini akan diperketat lagi, sehingga berpotensi mengurangi suplai minyak di pasar global.

Pemangkasan Suku Bunga Pendorong Tambahan

Selain pengaruh dari kebijakan Trump, keputusan The Federal Reserve untuk memangkas suku bunga sebesar 0,25 persen pada Kamis juga memberi dorongan pada harga minyak. Pemangkasan suku bunga ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi AS, yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan energi. Langkah ini sejalan dengan upaya The Fed untuk mendukung aktivitas ekonomi di tengah inflasi yang mulai terkendali dan kondisi tenaga kerja yang dinilai stabil.

Di kawasan Teluk AS, dampak Badai Rafael cukup signifikan terhadap pasokan minyak mentah. Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan AS melaporkan bahwa lebih dari 22 persen atau sekitar 391.214 barel per hari produksi minyak mentah di kawasan Teluk telah dihentikan sebagai tindakan antisipasi terhadap potensi dampak badai. Gangguan produksi ini menambah tekanan pada pasokan minyak dalam jangka pendek, yang turut menjadi faktor pendorong harga di pasar.(*)