KABARBURSA.COM – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan bahwa harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) untuk bulan November 2024 ditetapkan sebesar USD73,53 per barrel. Harga ini mencatatkan kenaikan tipis sekitar USD0,99 per barrel dibandingkan dengan harga bulan sebelumnya, yang tercatat pada USD72,54 per barrel.
Keputusan ini tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 363.K/MG.03/DJM/2024 tentang Harga Minyak Mentah untuk Oktober 2024, yang diterbitkan pada 1 November 2024.
Kepala Biro Komunikasi Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan bahwa peningkatan harga ini sejalan dengan tren kenaikan harga minyak mentah utama di pasar internasional, yang dipicu oleh sejumlah faktor geopolitik dan ekonomi global.
“Sentimen pasar dunia, terutama setelah isu serangan balasan Israel ke fasilitas minyak Iran, turut mendorong harga. Selain itu, pernyataan pihak Iran yang mengancam akan membalas jika serangan tersebut berlanjut juga turut mempengaruhi pergerakan harga minyak,” kata Agus, Minggu, 10 November 2024.
Peningkatan harga juga didorong oleh sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) terhadap Iran, yang berpotensi menghambat ekspor minyak negara tersebut ke China, konsumen minyak terbesar dunia.
Di sisi lain, kenaikan harga minyak juga disokong oleh optimisme pasar terhadap potensi permintaan minyak dari China, setelah bank sentral negara tersebut menurunkan suku bunga.
Selain itu, angka produk domestik bruto (PDB) China yang tumbuh 4,8 persen pada kuartal III-2024 turut meningkatkan prospek permintaan global.
Dari sisi pasokan, produksi minyak dari negara-negara anggota OPEC+ tercatat mengalami penurunan. OPEC. Dalam laporan Oktober 2024, mencatatkan penurunan produksi sebesar 557.000 barel per hari (bph), sementara laporan dari International Energy Agency (IEA) menunjukkan penurunan 530.000 bph dalam periode yang sama.
Kenaikan harga juga dipengaruhi oleh rencana Departemen Energi AS yang berencana mengisi kembali cadangan minyak strategis (SPR) pada periode April hingga Mei 2025 dengan tambahan 3 juta barrel.
Di kawasan Asia Pasifik, selain faktor-faktor di atas, terdapat juga kenaikan produksi di Taiwan yang tercatat mencapai 630.000 bph pada akhir Oktober 2024, meningkat 50.000 bph dibandingkan bulan sebelumnya.
Adapun harga minyak mentah utama di pasar internasional pada bulan November 2024 menunjukkan peningkatan signifikan:
– Dated Brent naik USD 1,33 per barrel menjadi USD 75,66 per barrel
– West Texas Intermediate (Nymex) naik USD 2,19 per barrel menjadi USD 71,56 per barrel
– Brent (ICE) naik USD 2,51 per barrel menjadi USD 75,38 per barrel
– Basket OPEC naik USD 1 per barrel menjadi USD 74,59 per barrel
– Sementara itu, rata-rata ICP Indonesia tercatat naik menjadi USD75,53 per barrel, meningkat USD0,99 per barrel dibandingkan dengan harga bulan sebelumnya yang berada di angka USD72,54 per barrel.
Harga Minyak Dunia Terjun Bebas
Sebelumnya diberitakan, harga minyak dunia turun lebih dari dua persen pada Jumat, 8 November 2024. Mengutip Reuters, penurunan ini terjadi seiring meredanya kekhawatiran pasar perihal gangguan produksi akibat Badai Rafael di Teluk Meksiko, serta tanggapan negatif terhadap paket stimulus ekonomi terbaru dari China.
Harga minyak Brent turun USD1,76 menjadi USD73,87 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di AS memimpin penurunan dengan merosot USD1,98 atau 2,7 persen ke USD70,35 per barel.
Produsen energi di Teluk Meksiko sempat menutup lebih dari 23 persen produksi minyak mereka untuk mengantisipasi Badai Rafael. Namun, perkiraan terbaru menunjukkan risiko gangguan produksi mulai menurun.
“Ancaman gangguan pasokan akibat Badai Rafael berkurang, badai diprediksi hanya akan bergerak di tengah Teluk Meksiko selama sekitar lima hari ke depan,” ujar Alex Hodes, analis di firma pialang StoneX.
Badai Rafael, yang sebelumnya menyebabkan kerusakan di Kuba, melemah menjadi Kategori 2 pada Jumat menurut laporan Pusat Badai Nasional AS.
Stimulus China Tak Sesuai Harapan
Paket stimulus ekonomi terbaru dari China juga dianggap kurang berdampak pada permintaan minyak. Sebagai importir minyak terbesar di dunia, kebijakan ekonomi China kerap memengaruhi pasar energi global. Namun, menurut Giovanni Staunovo, analis UBS, langkah pemerintah China yang menyiapkan bantuan utang untuk pemerintah daerah dinilai tidak efektif dalam mendorong peningkatan permintaan minyak.
“Sebagian pasar mungkin berharap stimulus yang lebih besar dari China. Kekecewaan ini menekan harga minyak sejak pagi tadi,” kata Staunovo.
Tekanan deflasi dalam perekonomian China menjadi salah satu faktor utama yang menekan harga minyak tahun ini. Data menunjukkan impor minyak mentah China terus menurun selama enam bulan berturut-turut hingga Oktober.
Meski mengalami penurunan pada Jumat, harga minyak secara mingguan masih naik lebih dari satu persen. Peningkatan ini didorong oleh ekspektasi sanksi lebih ketat dari Presiden AS terpilih Donald Trump terhadap Iran dan Venezuela, yang diperkirakan akan mengurangi pasokan minyak di pasar global.
Selain itu, keputusan The Fed untuk memangkas suku bunga sebesar seperempat poin pada Kamis lalu turut menyokong kenaikan harga minyak di sesi perdagangan sebelumnya. (*)