Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Awali Perdagangan Pekan ini IHSG Loyo, Rupiah Bergairah

×

Awali Perdagangan Pekan ini IHSG Loyo, Rupiah Bergairah

Sebarkan artikel ini
Sejumlah Pengunjung beraktifitas depan Papan Pantau Saham di Main Hal Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (4/11/2024). Hari ini terlihat Panah Merah. foto: Kabar Bursa/abbas sandji
IHSG dibuka dengan koreksi pada sesi pertama perdagangan hari Senin, 11 November 2024, di tengah ketidakpastian yang menyelimuti pasar seiring dengan ekspektasi terhadap stimulus ekonomi China yang berpotensi memengaruhi perekonomian global. (Foto: Abbas Sandji/Kabar Bursa)

KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka dengan koreksi pada sesi pertama perdagangan hari Senin, 11 November 2024, di tengah ketidakpastian yang menyelimuti pasar seiring dengan ekspektasi terhadap stimulus ekonomi China yang berpotensi memengaruhi perekonomian global.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG tercatat turun 0,21 persen ke level 7.271,96. Lima menit setelah sesi pertama dimulai, penurunan IHSG sedikit membesar menjadi 0,29 persen, berada di posisi 7.266,14.

Transaksi pada awal sesi I hari ini tercatat mencapai sekitar Rp1,1 triliun, dengan volume transaksi mencapai 1,2 miliar lembar saham dan dilakukan dalam 86.041 kali transaksi.

Sentimen pasar pada hari ini banyak dipengaruhi oleh kebijakan stimulus yang tengah dijalankan oleh pemerintah China, yang merupakan mitra dagang utama Indonesia. Diperkirakan, jika perekonomian China menunjukkan pemulihan, Indonesia dapat merasakan dampaknya melalui peningkatan perdagangan.

Pada Jumat pekan lalu, China mengumumkan paket stimulus jangka panjang senilai 10 triliun yuan (sekitar Rp21.900 triliun) yang direncanakan untuk mengatasi krisis utang pemerintah daerah.

Paket ini juga memberi sinyal bahwa lebih banyak dukungan fiskal akan disiapkan pada tahun depan.

Menteri Keuangan China, Lan Fo’an, mengungkapkan bahwa pemerintah negara Tirai Bambu tersebut berencana untuk memanfaatkan ruang defisit fiskal yang ada dan berpotensi memperluasnya pada 2025. Ia menegaskan bahwa langkah-langkah stimulus ini sudah dimulai dan akan berlanjut hingga 2026 dengan alokasi sekitar 2 triliun yuan per tahun.

Di sisi lain, China tengah berupaya untuk meningkatkan konsumsi domestik guna menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, terutama setelah sektor properti mengalami penurunan dan tekanan deflasi yang mengarah pada penerapan stimulus fiskal besar-besaran senilai USD1,4 triliun pada pekan lalu.

Pekan ini, pasar akan menantikan data ekonomi China yang akan dirilis pada Jumat mendatang, yang meliputi Investasi Aset Tetap, Produksi Industri, dan Penjualan Ritel.

Ketiga indikator ini diperkirakan akan memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai pemulihan ekonomi China. Namun, jika data tersebut menunjukkan pelemahan, spekulasi mengenai kebutuhan stimulus tambahan dari Beijing akan semakin kuat.