Napas Pendek Kredit Perbankan: Risiko atau Justru Peluang bagi BRI?

Industri perbankan nasional tengah menghadapi tantangan baru. Laju penyaluran kredit mulai melambat, tekanan ekonomi global kian terasa, dan daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih. Namun di tengah kondisi ini, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI justru menunjukkan ketahanan yang berbeda.

Dalam buletin ini, redaksi Insight Emiten menyoroti bagaimana BRI tetap konsisten menggerakkan roda ekonomi akar rumput lewat pembiayaan mikro dan UMKM. Meski kredit industri turun ke 8,43 persen (YoY Mei 2025), BRI tetap menyalurkan kredit hingga Rp1.373 triliun dengan 81 persen di antaranya untuk UMKM. 

Laba bersih kuartal I 2025 pun mencapai Rp13,80 triliun, menegaskan bahwa strategi fokus mikro tak hanya bertahan, tapi juga menghasilkan.

Tak hanya mencatatkan pertumbuhan sehat, BRI juga disiplin menjaga kualitas aset. Rasio NPL turun ke 2,97 persen, pencadangan kredit bermasalah (NPL coverage) naik ke 200 persen, dan rasio CASA tetap dominan di atas 65 persen. Sementara platform BRImo, yang kini digunakan lebih dari 40 juta nasabah, memperkuat transformasi digital BRI sebagai bank rakyat era baru.

Buletin ini juga mengupas tuntas bagaimana valuasi saham BBRI masih dianggap menarik di mata investor, dengan Price to Earnings (P/E) ratio 9,19x dan Price to Book Value (PBV) 1,93x, lebih tinggi dari BBNI, namun tetap di bawah BBCA. Perbandingan ini mencerminkan bahwa pasar tetap memberi premium atas posisi BRI di sektor yang kerap dianggap paling rentan, tapi justru paling tahan banting: mikro dan pedesaan.

Lewat data, wawancara, dan pembacaan tren, buletin ini menyuguhkan gambaran utuh: saat banyak bank besar memilih mengerem, BRI justru memanfaatkan momentum untuk memperkuat pijakannya sebagai mitra ekonomi rakyat. Bukan hanya bank, tapi tulang punggung sektor usaha kecil yang tetap bergerak meski napas industri sedang pendek.