KABARBURSA.COM - Badan Pangan Nasional (Bappanas) menyiapkan sanksi tegas kepada para penjual beras, baik di pasar ritel maupun tradisional, yang menjual lebih dari Harga Eceran Tertinggi (HET). Diketahui Bapanas kembali memperpanjang masa relaksasi HET untuk beras medium dan premium. Dengan adanya perpanjangan masa relaksasi HET ini, HET beras premium yang sebelumnya Rp13.900 per kg kini menjadi Rp14.900 per kg untuk wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan. Sementara itu, HET beras medium yang sebelumnya Rp10.900 per kg naik menjadi Rp12.500 per kg.
Penyesuaian HET ini merupakan upaya pemerintah untuk menstabilkan harga beras di pasaran dan mengakomodasi fluktuasi harga yang terjadi akibat berbagai faktor, termasuk biaya produksi dan distribusi. Perpanjangan masa relaksasi ini memberikan waktu tambahan bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan diri dengan harga baru tanpa menimbulkan gejolak pasar yang signifikan.
Lantas, bagaimana jika masih ada yang menjual beras di atas HET? Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa, menyatakan bahwa pemerintah tidak akan memberikan sanksi meskipun ada beras yang dijual di atas HET di ritel modern maupun pasar tradisional. Namun, Bapanas akan berkoordinasi dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) agar beras tersebut dijual sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah.
"Pemerintah itu mengutamakan asas pembinaan, tidak boleh mengutamakan asas penindakan. Jadi, begitu ada kesalahan, diingatkan dulu. Nah, relatif sangat mudah ketika kami mengingatkan teman-teman di ritel modern. Kami juga sudah komitmen dengan Aprindo, dan Aprindo menyatakan akan bersikap tegas," kata Ketut, Rabu, 5 Juni 2024.
Apabila setelah ditetapkannya perpanjangan masa relaksasi HET ini masih ada peritel yang menjual di atas HET, maka yang ditegur oleh Bapanas adalah Aprindo atau Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) yang menaungi perusahaan ritel tersebut.
"Cukup dengan peringatan ke Aprindo saja, lalu Aprindo menegaskan kepada anggotanya, maka masalah pun akan selesai. Begitu juga jika anggota Hippindo, maka kita ingatkan Hippindo," jelasnya.
Namun, jika ritel tersebut bukan anggota dari Aprindo maupun Hippindo, maka teguran diberikan kepada Pemerintah Daerah, yang selanjutnya akan turun tangan mengingatkan ritel tersebut.
"Prinsip pembinaannya kita jalankan dulu. Begitu tiga kali diingatkan tidak juga berubah, maka kita bisa lakukan tindakan sebagaimana diatur di Perbadan (Peraturan Badan Pangan Nasional). Namun, tindakannya berupa teguran dulu, karena relatif jika sudah ditegur, mereka langsung berubah. Ritel modern pasti lebih cepat mengikutinya, karena mereka khawatir izinnya dicabut dan sebagainya," tambah Ketut.
Pengawasan di Pasar Tradisional
Bagaimana dengan pasar tradisional? Ketut mengakui bahwa pengawasan kepada ritel modern lebih mudah dibandingkan dengan pedagang tradisional. Pemerintah maupun dinas di daerah tidak bisa langsung menegur atau memberikan hukuman; perlu ada penelusuran lebih dalam sebelum menetapkan pedagang tersebut melanggar HET atau tidak.
"Di situ ada jenjangnya. Pertama, teman-teman di dinas pangan harus turun. Kedua, Satgas Pangan. Namun demikian, kita juga harus mendalami. Kita lihat juga inputnya, itu kan beras umum, beras masyarakat. Jika belinya sudah Rp14.000 per kg, tidak mungkin dia jual jadi Rp14.000 per kg juga, kan tidak mungkin," ujarnya.
"Kita harus lebih telusuri lagi untuk pasar tradisional, tidak serta-merta memberikan hukuman. Kita harus tanya, dapat dari mana sumbernya. Jika sumbernya benar-benar jual di bawah HET kemudian dia jual di atas HET, maka baru kita tegur. Jadi tidak langsung, karena perdagangan itu dinamis sekali," jelas Ketut.
Perlakuan berbeda antara ritel modern dan pasar tradisional dikarenakan panjang rantai distribusi yang berbeda. Ritel modern memiliki rantai distribusi yang lebih pendek, sementara pasar tradisional biasanya memiliki rantai distribusi yang lebih panjang.
"Kalau di ritel modern jelas rantai distribusinya, dari produsen langsung ke DC (Distribution Center), lalu dari DC langsung ke toko, selesai. Tapi kalau di pasar tradisional, rantai distribusinya lebih panjang. Jadi itu yang membedakan, untuk pasar tradisional kita harus lebih telusuri kenapa bisa di atas HET," pungkasnya.
Sebagai catatan, perpanjangan relaksasi HET beras premium dan beras medium berlaku sampai dengan terbitnya Peraturan Badan Pangan Nasional tentang Perubahan atas Perbadan Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras. Awalnya, aturan relaksasi ini berlaku sampai 23 Maret 2024, lalu diperpanjang hingga 24 April, kemudian diperpanjang lagi hingga 31 Mei 2024. Pada akhir Mei 2024, relaksasi HET kembali diperpanjang hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Dengan demikian, perpanjangan masa relaksasi HET ini bertujuan untuk memberikan waktu adaptasi bagi pelaku usaha, baik di ritel modern maupun pasar tradisional, untuk menyesuaikan diri dengan perubahan harga tanpa menimbulkan gejolak yang signifikan di pasaran. Pemerintah mengutamakan pendekatan pembinaan dan koordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan harga beras tetap stabil dan terjangkau bagi masyarakat.(*)