Logo
>

Peneliti Sorot Rancangan Regulasi Konglomerasi Keuangan OJK

Ditulis oleh Syahrianto
Peneliti Sorot Rancangan Regulasi Konglomerasi Keuangan OJK

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui perencanaan regulasi baru yang sedang disusun, diproyeksikan akan meningkatkan jumlah konglomerasi keuangan di Indonesia

    Dalam salah satu poin rancangan peraturan tersebut, OJK mengusulkan kriteria baru terkait Konglomerasi Keuangan. Ini merupakan sebuah kelompok atau grup yang memiliki aset senilai minimal Rp20 triliun dapat dianggap sebagai konglomerasi keuangan, dengan syarat memiliki minimal dua perusahaan di sektor jasa keuangan.

    Poin ini mencerminkan perubahan dari kriteria sebelumnya yang tertulis dalam Peraturan OJK (POJK) 45 Tahun 2020. Sebelumnya, grup yang dianggap sebagai konglomerasi keuangan adalah yang memiliki aset lebih dari Rp100 triliun.

    Selain itu, OJK juga nampaknya memperkenalkan beberapa aturan detail yang diatur dalam rancangan peraturan baru ini. Terutama, peraturan yang mengatur mengenai Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK) yang bertugas mengelola, mengkonsolidasikan, dan bertanggung jawab atas semua kegiatan Konglomerasi Keuangan.

    Kategori PIKK sendiri dibagi menjadi dua, yaitu PIKK Operasional dan Non Operasional. Perbedaan utama di antara keduanya adalah bahwa PIKK Operasional aktif dalam bisnis jasa keuangan, sementara PIKK Non Operasional tidak terlibat dalam bisnis jasa keuangan.

    Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, setuju bahwa revisi terhadap batasan konglomerasi akan menyebabkan peningkatan jumlah konglomerasi keuangan di Indonesia.

    "Semakin banyak entitas yang termasuk dalam konglomerasi keuangan akan membuat pengawasan dari OJK menjadi lebih ketat," kata dia, dikutip Senin, 13 Mei 2024.

    Huda percaya bahwa perubahan ini akan memiliki dampak positif pada mitigasi risiko terkait dengan potensi dampak sistemik. Dalam kriteria sebelumnya, banyak entitas bisnis keuangan yang tidak termasuk dalam satu konglomerasi, yang dapat menyebabkan risiko sistemik jika mengalami goncangan.

    Selain itu, menurut Huda, kompetisi dalam persaingan usaha juga akan menjadi lebih efisien dengan adanya regulasi baru ini. Hal ini karena konsolidasi entitas akan menjadi lebih sulit jika semakin banyak konglomerasi keuangan yang ada di Indonesia.

    Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy, sepakat bahwa aturan baru yang diusulkan oleh OJK menunjukkan keinginan untuk meningkatkan fungsi pengawasannya. Dia mengatakan hal ini karena ada kemungkinan bahwa banyak perusahaan dengan kapitalisasi di bawah Rp100 triliun dapat memiliki dampak besar terhadap pasar dan masyarakat.

    Frensidy berharap bahwa implementasi kebijakan baru ini akan mengurangi risiko yang timbul akibat tindakan, kebijakan, atau kesalahan manajemen dari suatu perusahaan terhadap pasar. Menurutnya, hal ini karena upaya antisipasi dan mitigasi telah dilakukan sebelumnya.

    "Diperkirakan bahwa perusahaan dengan aset antara Rp20 triliun hingga Rp100 triliun akan lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki aset di atas Rp100 triliun, seperti Saratoga, Manulife, Schroders, BNP Paribas, yang mungkin akan termasuk dalam kriteria baru ini," katanya.

    Lebih lanjut, Senior Faculty dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin, mengusulkan penambahan poin-poin aturan yang juga mengatur konglomerasi keuangan di mana mayoritas saham perusahaan induknya dimiliki oleh investor asing.

    Contohnya adalah PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), di mana mayoritas sahamnya dimiliki oleh MUFG Bank sebanyak 92,47 persen dari total saham. Menurut Amin, perlu ada aturan tambahan yang lebih ketat bagi konglomerasi semacam itu.

    "Ia menyarankan adanya aturan tambahan, misalnya mulai dari kepemilikan saham, pengurus, tata kelola, dan aspek lainnya," tukas Amin.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.