KABARBURSA.COM - Direktur Riset INDEF, Berly Martawardaya, mengemukakan pentingnya peningkatan studi sosiologi dan antropologi terkait keuangan syariah untuk mendalami perilaku konsumen serta segmentasi pasar dengan lebih mendalam demi mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi syariah.
Dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh INDEF pada hari Kamis, ia menjelaskan bahwa pendekatan dalam memasarkan produk keuangan syariah kepada berbagai kelompok masyarakat di Indonesia memerlukan perhatian khusus. Kelompok tersebut, menurut klasifikasi antropolog Amerika Serikat Clifford Geertz, terbagi menjadi santri, abangan, dan priayi.
"Di Indonesia, kita tidak mengklasifikasikan kelompok masyarakat berdasarkan etnis atau agama, melainkan melalui spektrum nasionalis dan islamis. Oleh karena itu, produk keuangan dengan sentuhan islami seperti mudharabah, musyarakah, dan murabahah umumnya menggunakan bahasa Arab dalam penamaan bank atau produknya," ujar Berly Martawardaya.
Ia mencatat bahwa bank-bank terbaik versi media keuangan internasional seperti The Banker, seperti Arab National Bank dan Saudi National Bank dari Arab Saudi, National Bank of Kuwait dan Kuwait Finance House dari Kuwait, serta Maybank dari Malaysia, cenderung tidak menggunakan nama atau istilah Islami.
Martawardaya menyoroti bahwa penambahan unsur "syariah" pada banyak bank di Indonesia bertujuan untuk menarik minat kelompok santri. Namun, pendekatan terhadap masyarakat umum dilakukan melalui konsep "hijrah", yang mungkin kurang efektif bagi yang belum memiliki akar atau nilai Islam yang kuat.
Ia menekankan bahwa strategi pemasaran keuangan syariah tidak boleh seragam bagi seluruh kelompok masyarakat Indonesia yang heterogen. Segmentasi yang tepat dan strategi yang berbeda perlu diterapkan untuk mencapai kesuksesan dalam mengembangkan sektor keuangan syariah.
"Segmentasi dan penargetan merupakan hal penting. Oleh karena itu, strategi pemasaran dan ekspansi harus disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing segmen," tambahnya.