KABARBURSA.COM - Badai Francine yang diperkirakan semakin mendekati Louisiana dan akan menerjang Teluk Meksiko, Amerika Serikat, membuat harga minyak dunia melonjak 2 persen. Ketidakpastian ini menggerakkan pasar minyak global, meskipun data persediaan minyak mentah AS menunjukkan peningkatan.
Harga minyak mentah Brent melonjak sebesar USD1,42 atau 2,05 persen, menutup sesi perdagangan di level USD70,61 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS naik lebih tinggi, sebesar USD1,56 atau 2,37 persen, menjadi USD67,31 per barel.
Dampak Badai Francine Terhadap Produksi Minyak
Peningkatan harga ini dipicu oleh kekhawatiran akan gangguan produksi minyak lepas pantai AS. Badai Francine, yang bergerak menuju daratan Louisiana, memaksa perusahaan-perusahaan minyak di Teluk Meksiko untuk mengevakuasi pekerjanya dan menghentikan operasional. Berdasarkan laporan Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan AS, sekitar 39 persen dari produksi minyak mentah di Teluk Meksiko telah dihentikan pada Rabu, 11 September 2024, dan 49 persen dari produksi gas alam di kawasan tersebut juga terhenti.
Teluk Meksiko menyumbang sekitar 15 persen dari total produksi minyak mentah AS dan 2 persen dari produksi gas alam negara itu. Gangguan ini diperkirakan akan memengaruhi pasokan minyak global dan meningkatkan volatilitas harga minyak dalam beberapa minggu mendatang.
Data Persediaan Minyak AS
Kenaikan harga minyak ini terjadi meskipun ada laporan peningkatan persediaan minyak mentah dari Administrasi Informasi Energi AS (EIA) pada hari yang sama. Menurut data EIA, persediaan minyak mentah AS naik sebesar 833 ribu barel menjadi 419,1 juta barel pada pekan yang berakhir pada 6 September 2024. Kenaikan ini sedikit lebih rendah dari ekspektasi analis yang memprediksi kenaikan sebesar 987 ribu barel.
Namun, di pusat pengiriman minyak di Cushing, Oklahoma, persediaan justru turun sebesar 1,7 juta barel dalam sepekan. Penurunan persediaan di Cushing ini menjadi perhatian utama pelaku pasar, seperti yang dijelaskan oleh Matt Smith, analis minyak utama di Kpler, bahwa penurunan persediaan di Cushing telah terjadi dalam 9 dari 10 minggu terakhir, mencapai level terendah sejak awal November tahun lalu. Hal ini menyebabkan kenaikan kecil dalam persediaan minyak mentah secara keseluruhan tidak terlalu diperhatikan oleh pasar.
Dampak Badai Terhadap Pergerakan Harga
Kekhawatiran mengenai gangguan produksi akibat Badai Francine menjadi pendorong utama kenaikan harga minyak, setelah sebelumnya Brent jatuh di bawah USD70 per barel, level terendah sejak Desember 2021. WTI AS juga mengalami penurunan signifikan ke level terendah sejak Mei 2023.
Penurunan harga minyak pada Selasa, 10 September 2024, sebagian besar dipicu oleh revisi proyeksi permintaan minyak global oleh OPEC. Organisasi negara-negara pengekspor minyak tersebut untuk kedua kalinya menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak pada 2024, mencerminkan ketidakpastian yang terus melingkupi pasar minyak global.
Namun, gangguan produksi di AS akibat badai serta potensi dampak terhadap aliran kapal tanker melalui Teluk Meksiko, seperti yang diprediksi oleh Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow, diperkirakan akan memengaruhi data persediaan dan pasokan pada minggu-minggu berikutnya.
Lonjakan harga minyak pada 11 September 2024 menyoroti ketidakstabilan pasar yang dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti cuaca ekstrem dan gangguan produksi. Meskipun ada laporan peningkatan persediaan minyak mentah AS, pasar tetap fokus pada penurunan persediaan di pusat distribusi utama dan dampak Badai Francine terhadap produksi minyak lepas pantai. Kondisi ini mengindikasikan bahwa harga minyak kemungkinan akan tetap bergejolak, tergantung pada bagaimana badai ini memengaruhi pasokan minyak global.
Sejumlah Emiten Terdampak
Berdasarkan data kenaikan harga minyak akibat gangguan produksi di Teluk Meksiko akibat Badai Francine, sejumlah emiten yang bergerak di sektor energi, minyak dan gas, serta industri terkait diperkirakan akan terdampak secara langsung maupun tidak langsung. Berikut beberapa emiten yang kemungkinan terdampak:
1. Emiten Migas (Minyak dan Gas Bumi)
Emiten di sektor minyak dan gas yang terlibat dalam eksplorasi, produksi, dan distribusi minyak mentah dan gas alam akan terpengaruh langsung oleh kenaikan harga minyak. Misalnya saja MEDC, ELSA, dan AKRA.
Pada penutupan perdagangan kemarin, 11 September 2024, saham MEDC menurun sebesar 0,83 persen menjadi Rp1.195. Sementara ELSA juga turun 0,42 persen menjadi Rp470. Begitu pula dengan AKRA yang ikut tidak bergairah dan turun 0,35 persen menjadi Rp1.430.
2. Emiten Jasa dan Infrastruktur Migas
Emiten yang bergerak dalam bidang jasa dan infrastruktur yang mendukung kegiatan eksplorasi, pengeboran, dan pengangkutan minyak dan gas juga akan terdampak oleh kenaikan harga minyak, seperti WINS dan LEAD. Pada perdagangan sesi terakhir, kemarin, LEAD benar-benar memimpin dengan naik tajam 4,35 persen menjadi Rp96.
3. Emiten Batubara dan Energi Lainnya
Lonjakan harga minyak sering kali mempengaruhi harga komoditas energi lainnya, seperti batubara, karena adanya permintaan yang meningkat sebagai alternatif bahan bakar. Beberapa emiten yang terlibat dalam produksi batubara juga bisa terdampak secara positif, seperti halnya ADRO dan PTBA. Pada penutupan perdagangan Rabu sore, 11 September 2024, ADRO ditutup manis dengan naik 0,86 persen menjadi Rp3.520. Namun, PTBA justru terjungkal turun sebesar 0,37 persen menjadi Rp2.660.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.