Logo
>

Harga Minyak Dunia Ditutup Stabil di Tengah Kekhawatiran Permintaan

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Minyak Dunia Ditutup Stabil di Tengah Kekhawatiran Permintaan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga minyak mengalami stabilisasi pada Selasa, 13 Agustus 2024 setelah mengalami kenaikan selama lima sesi berturut-turut. Pasar mulai memusatkan perhatian kembali pada kekhawatiran permintaan global, khususnya setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan untuk tahun ini, terutama karena ekspektasi yang lebih lemah dari China.

    Menurut laporan Reuters, minyak mentah Brent turun 30 sen, atau 0,36 persen, menjadi USD82,00 per barel pada pukul 08:20 GMT, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 29 sen, atau 0,36 persen, menjadi USD79,77 per barel. Sebelumnya, pada Senin, 12 Agustus 2024, Brent mencatat kenaikan lebih dari 3 persen, sementara minyak mentah AS meningkat lebih dari 4 persen di tengah kekhawatiran akan perluasan konflik di Timur Tengah yang berpotensi memperketat pasokan minyak global.

    Pemangkasan perkiraan permintaan oleh OPEC untuk tahun 2024 mencerminkan tantangan yang dihadapi kelompok OPEC+ saat mereka bersiap untuk meningkatkan produksi mulai Oktober. Analis pasar, Yeap Jun Rong dari IG, mencatat bahwa risiko ekonomi yang lebih tinggi dapat menekan harga minyak, terutama mengingat rencana OPEC+ untuk mengurangi pemotongan produksi yang mungkin menciptakan pasar minyak yang kurang ketat ke depannya. Namun, investor tetap waspada terhadap ketegangan geopolitik, terutama di Timur Tengah.

    Ketegangan di Timur Tengah terus meningkat, dengan Amerika Serikat memperkirakan serangan besar oleh Iran atau sekutunya di wilayah tersebut dalam minggu ini. Serangan semacam itu berpotensi memperketat akses terhadap pasokan minyak global, yang bisa memicu kenaikan harga.

    Selain itu, jika AS memberlakukan embargo pada ekspor minyak Iran sebagai tanggapan, pasokan global bisa terpengaruh sebanyak 1,5 juta barel per hari, menurut para analis.

    Sementara itu, pasar juga menantikan laporan indeks harga konsumen AS yang akan dirilis pada hari Rabu, yang diperkirakan akan memberikan gambaran penting tentang kondisi inflasi.

    Minyak Dunia di Tangan Trump

    Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2024 berpotensi menambah ketidakpastian signifikan pada pasar minyak dunia dalam waktu dekat.

    Kembali terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS melalui pemilu November ini bisa mengubah dinamika pasar minyak. Trump, yang mencalonkan diri dari Partai Republik, diperkirakan akan menerapkan kebijakan yang lebih agresif terhadap minyak Iran dibandingkan rivalnya dari Demokrat, Kamala Harris.

    Tren produksi minyak Iran meningkat pesat di bawah pemerintahan Joe Biden, namun Trump diyakini akan menekan lebih keras. Menurut tim riset BMI, bagian dari Fitch Solutions, meskipun kebijakan agresif Trump terhadap Iran sudah diprediksi, dampaknya terhadap produksi minyak mentah Tehran masih dipertanyakan.

    “Beberapa faktor, termasuk perubahan pembeli di China, membuat kami ragu Trump dapat mempengaruhi produksi Iran seperti yang terlihat pada 2018. Namun, pandangan ini masih jauh dari pasti,” ungkap laporan tersebut pada Selasa 13 Agustus 2024.

    Tak hanya Iran, Venezuela, yang juga menjadi sasaran tekanan maksimal Trump, akan terus mengamati perkembangan pemilihan AS. Biden sempat menawarkan keringanan sanksi untuk menghidupkan kembali hubungan dengan Caracas. Walaupun sanksi diberlakukan kembali pada April tahun ini, beberapa konsesi penting masih memungkinkan produksi Venezuela berlanjut.

    Brent Terdampak

    Menurut analisis BMI, jika Trump menang pada November, harga Brent diprediksi akan kembali menguat. Namun, ada kemungkinan skenario yang bisa membuat masa jabatan kedua Trump justru menekan harga minyak.

    “Trump sangat mendukung sektor minyak dan berjanji untuk terus melakukan pengeboran. Namun, kami tidak percaya masa jabatan kedua Trump akan berdampak drastis pada produksi, karena pertumbuhan yang melambat secara struktural dalam beberapa tahun ke depan, seiring matangnya aset ladang serpih dan pergeseran strategi perusahaan migas,” jelas tim riset BMI.

    Perlambatan ini memberikan OPEC+ keleluasaan lebih dalam membalikkan kebijakan pemangkasan tanpa merusak pasar. Meskipun demikian, produksi non-OPEC di luar AS akan mencapai puncak multidekade selama 2024-2025, menjadi faktor utama penurunan harga Brent tahun depan.

    BMI memperkirakan harga minyak Brent akan berada di rata-rata USD85/barel pada 2024, sebelum turun menjadi USD82/barel pada 2025. Namun, mereka memperingatkan adanya risiko signifikan yang bisa menekan harga minyak lebih dalam. Kontrak Brent bulan depan saat ini diperdagangkan sekitar USD77/barel, setelah mencapai titik terendah tahun ini senilai USD76,3/barel pada penutupan 5 Agustus.

    “Aksi jual stok minyak di pasar berlanjut, meskipun ketegangan di Timur Tengah meningkat. Hal ini mencerminkan kekhawatiran terhadap kesehatan ekonomi global,” kata mereka.

    Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas), Moshe Rizal, menyebut harga Brent bisa jatuh di bawah USD70/barel jika kondisi ekonomi AS memburuk.

    Moshe menekankan bahwa resesi akan menurunkan daya beli masyarakat, termasuk untuk sektor energi, yang bisa mengakibatkan oversupply dan penurunan harga minyak.

    “Konsumsi energi akan turun, yang berpotensi menyebabkan oversupply dan menurunkan harga minyak,” ujarnya.

    Dilansir dari Energy Information Agency (EIA), AS merupakan konsumen utama minyak dengan konsumsi sebesar 20,01 juta barel per hari pada 2022, mencakup 20 persen dari total konsumsi global.

    Meski demikian, Moshe meyakini bahwa harga Brent di level USD60 hingga USD70/barel masih aman dan tidak akan membunuh industri minyak di AS.

    “Industri minyak tidak akan mati dengan harga USD60/barel, dan jika USD70/barel masih ada margin,” tambahnya.

    Namun, Moshe mengingatkan bahwa pelaku industri lebih mementingkan stabilitas harga dibandingkan volatilitas. Volatilitas tinggi bisa menimbulkan ketidakpastian, menghambat ekspansi dan investasi di sektor minyak.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79