KABARBURSA.COM - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong industri asuransi untuk terlibat dalam sektor ekonomi hijau dan berkelanjutan.
Hal ini dilakukan mengingat tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam pengembangan sektor hijau.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, mengatakan bahwa Indonesia memiliki target ambisius untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen pada tahun 2030, dengan tujuan mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau bahkan lebih cepat.
Namun, transisi menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan menghadapi risiko signifikan terkait ketidakpastian, terutama karena minimnya data historis terkait sektor ini serta teknologi yang masih dalam pengembangan.
Arsjad Rasjid pun menyoroti pentingnya peran industri asuransi dalam mengurangi risiko-risiko yang terkait dengan investasi di sektor hijau.
Dengan memberikan layanan penjaminan, industri asuransi dapat meningkatkan keamanan dan minat pengusaha untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang ramah lingkungan.
"Dengan keterlibatan industri perasuransian, termasuk perusahaan reasuransi, kita dapat mengelola risiko-risiko ini secara lebih efektif. Hal ini akan memfasilitasi upaya untuk meningkatkan investasi yang berkelanjutan dan aman bagi para investor," ujarnya dalam IndonesiaRe International Conference 2024 di Jakarta.
Inisiatif ini diharapkan dapat mendukung percepatan transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dan hijau di Indonesia, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan global dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.
RI Negara Terproduktif Kembangkan Ekonomi Hijau
Indonesia menjadi negara yang produktif di kawasan Asia Tenggara dan menjadi inisiator dalam Asia Zero Emission Community (AZEC).
AZEC merupakan kerjasama untuk mengupayakan dekabornisasi di kawasan Asia dalam mencapai carbon neutrality tanpa menganggu pertumbuhan ekonomi dan ketahanan energi.
Sebagai salah satu inisiator, Indonesia berpeluang mendapatkan prioritas pendanaan dan investasi sebesar USD500 juta dalam mengimplementasikan program transisi energi yang melibatkan sektor publik maupun swasta.
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Edi Prio Pambudi, mengatakan Indonesia memiliki expert group di dalam AZEC.
“Kita termasuk juga negara di Asean yang produktif karena sudah mempunyai expert group di dalam AZEC,” kata dia dalam acara media briefing update kerjasama ekonomi internasional di Jakarta, Kamis 30 Mei 2024.
Edi bilang, anggota di dalam group tersebut rutin menggelar pertemuan guna membahas proyek yang bisa dikembangkan.
“Contoh misalnya untuk Muara Laboh Geothermal ini sudah diindikasi angkanya dan sudah disepakati,” ujar Edi.
Perlu diketahui, Muara Laboh Geothermal merupakan salah satu proyek prioritas yang dipercepat di dalam AZEC dengan nilai investasi USD470 juta.
Selain itu, ada juga pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) Legok Nangka dengan nilai investasi USD420 juta.
“Di Jawa Barat sudah mulai diimplementasikan project mengola sampah menjadi energi dan ini sudah diselesaikan kajiannya tinggal bagaimana nanti tahapan-tahapan selanjutnya yang akan dikerjakan,” ungkapnya.
Lalu, juga sedang diupayakan realisasi PLTA Kayan yang berpotensi menghasilkan tenaga listrik bersih sebesar 9000 MW dengan nilai investasi total USD25 miliar.
Di sisi lain, pengembangan ekonomi hijau dan biru dinilai harus dijalankan demi bisa mencegah perubahan iklim di Indonesia. Analisis Kebijakan Ahli Madya VKF Kementerian Keuangan, Noor Syaifudin menganggap perubahan iklim sebagai sesuatu yang akan berdampak pada struktur ekonomi Indonesia di masa depan.
“Apalagi Indonesia pada 2045 mempunyai visi menjadi negara maju. Bagaimana ini nanti kita meletakkannya pada resiko perubahan itu,” ujarnya di Jakarta, Rabu 27 Maret 2024.
Syaifudin menyatakan pemerintah kini sudah melakukan mitigasi agar bisa menanggulangi perubahan iklim tersebut. Tak hanya itu ia juga memastikan pemerintah juga bakal mengambil peluang kesempatan dari aspek perubahan itu.
“Bagaimana kita mulai mengumpulkan atau memenuhi berbagai kebutuhan terkait dengan pendanaan dan pembiayaan untuk menanggulangi perubahan iklim ini,” kata dia.
Lebih lanjut Syaifudin menyampaikan jika Indonesia merupakan negara kepulauan yang mana 65 persen penduduknya tinggal di pesisir laut. Ia pun tidak ingin masyarakat yang tinggal di sana terkena dampak dari perubahan iklim.
“Makannya kalau ada kenaikan satu centimeter saja permukaan air laut itu akan menjadi sesuatu yang nightmare (mimpi buruk), jelasnya.
Sementara itu, Senior Advisor on Economics and Policy Area, Telisa Aulia Falianty berharap agar semua pihak bisa mengembangkan ekonomi hijau dan biru untuk menyelamatkan bumi dari perubahan iklim.
Telisa kemudian memberikan contoh dampak perubahan iklim di Indonesia. Seperti misalnya, dia sering mengalami perubahan cuaca yang tidak menentu.
“Kita sudah lihat dampak dari perubahan iklim ini sudah kita rasakan ya. Contohnya, dulu ingat bulan puasa itu jarang hujan, seringnya musim panas. Sekarang tuh ada hujan, ada panas,” ujar Telisa, dalam kesempatan yang sama.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.