Logo
>

LPEM FEB UI: 82 Persen Pengguna Aset Kripto Investasi Jangka Panjang

Aset kripto berpotensi meningkatkan kedalaman inklusi keuangan di Indonesia

Ditulis oleh Pramirvan Datu
LPEM FEB UI: 82 Persen Pengguna Aset Kripto Investasi Jangka Panjang
OJK memandang data dan analisis objektif dari lembaga kredibel seperti LPEM FEB UI dapat memperkuat pemahaman publik

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyelenggarakan Diseminasi Hasil Studi “Kajian Kontribusi Ekonomi 
    Kripto terhadap Perekonomian Indonesia”.

    Acara ini menghadirkan pembicara lintas sektor, antara lain Prani Sastiono, Ph.D. (LPEM FEB UI), Dino Milano Siregar (Kepala Departemen Pengawasan IAKD Otoritas Jasa Keuangan (OJK)), Tommy Elvani Siregar (Direktorat Pengaturan, Pengembangan, dan Analisis 
    Informasi IAKD OJK), Timon Pieter (Direktorat Jenderal Pajak, Kemenkeu), Subani (Direktur Utama CFX), Mercy Simorangkir (Ketua Umum AFTECH), Robby (Ketua Umum ABI), dan 
    Ibrahim Kholilul Rohman, Ph.D. (Akademisi). Acara ini menjadi forum penting bagi regulator dan 
    pelaku industri untuk mendiskusikan temuan studi dan rekomendasi kebijakan kepada para 
    pemangku kepentingan. 

    Beberapa tahun terakhir, industri aset kripto di Indonesia berkembang pesat. Pada 2024, nilai transaksi kripto mencapai Rp650,61 triliun atau meningkat lebih dari 335 persen dari tahun sebelumnya dan Indonesia juga menempati peringkat ketiga adopsi kripto dunia. Selain itu, per Juli 2025, total transaksi kripto sudah mencapai Rp276,54 triliun, dengan 16,5 juta akun. 

    Namun, di balik pertumbuhan pesat, industri kripto tidak terlepas dari permasalahan maraknya platform ilegal serta adaptasi peralihan regulasi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 
    Studi LPEM FEB UI menemukan bahwa aset kripto berpotensi meningkatkan kedalaman inklusi keuangan di Indonesia terutama dengan memberikan akses kepada masyarakat terhadap investasi digital dengan denominasi kecil. 

    Dari survei terungkap bahwa sebagian besar (82 persen) dari 1.227 responden membeli aset kripto untuk untuk investasi jangka panjang. 

    Namun, selain platform legal, terdapat cukup banyak responden yang menggunakan platform legal dan ilegal (20 persen) dan hanya platform ilegal (5 persen). 

    Hal ini menandakan masih perlu adanya insentif untuk mendorong lebih jauh penggunaan platform legal, salah satunya dengan meningkatkan variasi 
    aset kripto melalui stablecoin dan tokenisasi serta penetapan tingkat pajak yang kompetitif. 

    Tarif pajak yang tidak kompetitif dapat mendorong pengguna bermigrasi ke platform ilegal. 

    “Pergeseran pajak dari PPN ke PPh tanpa penindakan tegas terhadap platform ilegal justru bisa membuat kebijakan pajak tidak optimal karena pengguna akan cenderung bermigrasi ke platform ilegal,” jelas Prani Sastiono, Ph.D., Peneliti LPEM FEB UI. 

    Pada tahun 2024, perdagangan aset kripto pada platform legal selain memberikan penerimaan 
    pajak sebesar Rp620 miliar juga berkontribusi kepada perekonomian secara keseluruhan. 

    Menggunakan analisis Input-Output, studi menemukan bahwa perdagangan aset kripto pada platform legal berkontribusi sebesar 0,32 persen terhadap PDB nasional atau senilai Rp70,04 triliun serta menciptakan 333 ribu lapangan kerja atau setara dengan 0,23 persen dari total angkatan kerja. 

    Di sisi lain, perdagangan aset kripto pada platform ilegal diperkirakan sebesar 1,67–2,66 kali dari 
    perdagangan pada platform legal. 

    Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan potensi penerimaan 
    pajak pemerintah sebesar Rp1–1,7 triliun dan kontribusi yang lebih luas kepada perekonomian. 

    Jika seluruh perdagangan aset kripto pada platform ilegal dapat dialihkan kepada platform legal, maka kontribusi perdagangan aset kripto di Indonesia akan meningkat menjadi Rp189,46 - 
    Rp260,36 triliun atau setara dengan 0,86 persen - 1,18 persen terhadap PDB nasional. Hal ini disertai 
    dengan peningkatan penciptaan kesempatan kerja menjadi 892 ribu - 1,22 juta atau setara dengan 0,62 persen - 0,85 persen dari total angkatan kerja nasional. 

    Menanggapi hasil studi tersebut, OJK selaku regulator aset kripto di Indonesia menyampaikan 
    bahwa pasca peralihan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, OJK menekankan pentingnya riset berbasis 
    akademis sebagai landasan dalam pengambilan kebijakan. OJK memandang data dan analisis 
    objektif dari lembaga kredibel seperti LPEM FEB UI dapat memperkuat pemahaman publik sekaligus menjadi acuan strategis untuk pengembangan industri yang sehat dan bertanggung 
    jawab. 

    “Kami menyambut baik dan mengapresiasi studi komprehensif yang dilakukan oleh LPEM UI 
    mengenai kontribusi kripto terhadap perekonomian Indonesia. Hasil penelitian ini memberikan 
    pandangan akademis yang kuat dan semakin melegitimasi posisi aset kripto sebagai salah satu alternatif instrumen investasi di Indonesia. Kajian seperti ini sangat penting untuk memberikan 
    masukan dan perspektif sebagai pertimbangan bagi regulator dalam merumuskan kebijakan yang 
    dapat mendorong inovasi secara bertanggung jawab,” jelas Tommy. 

    PT Central Finansial X (CFX) sebagai bursa aset kripto menyatakan bahwa hasil studi ini menjadi validasi ekosistem aset kripto legal telah memiliki fondasi dan kontribusi yang kuat pada perekonomian nasional. Direktur Utama CFX Subani mengatakan, hasil studi tersebut dapat menjadi momentum bagi Bursa CFX untuk bersinergi lebih erat dengan regulator dalam hal ini 
    OJK dan para pemangku kepentingan lainnya dalam mendukung perumusan kebijakan yang efektif. 

    “Kami akan terus memperkuat literasi dan edukasi guna membangun kepercayaan konsumen dan pentingnya bertransaksi di platform yang legal. Kami juga akan mengakselerasi inovasi 
    produk seperti produk derivatif, tokenisasi real world asset (RWA), hingga pemanfaatan kripto 
    sebagai jaminan pinjaman untuk meningkatkan daya saing pasar. Kami optimistis sinergi ini akan 
    memaksimalkan kontribusi industri bagi perekonomian nasional di masa depan,” kata Subani. 

    Dalam diskusi panel, Stella Lukman dari AFTECH menyoroti bahwa aset kripto bersifat borderless, sehingga Indonesia perlu memperkuat daya saing tidak hanya di tingkat lokal, tetapi juga global. Sementara itu, Timon Pieter dari Direktorat Jenderal Pajak menekankan pentingnya 
    kebijakan pajak yang tidak bersifat distortif atau mengubah perilaku pelaku industri kripto. 

    “Salah satu kebijakan yang disepakati bersama asosiasi dan OJK adalah menerapkan tarif pajak yang 
    lebih tinggi bagi transaksi dengan offshore exchange. Harapannya, hal ini menjadi disinsentif bagi 
    pelaku yang berdagang di platform ilegal,” jelas Timon. 

    Melihat potensi dan tantangan dari perdagangan aset kripto di atas, LPEM FEB UI menekankan pentingnya kebijakan strategis untuk mendorong pertumbuhan ekosistem perdagangan kripto yang sehat, kompetitif, dan dinamis. Kebijakan strategis ini berupa penegakan peraturan terhadap operasionalisasi platform ilegal di Indonesia, peningkatan diversifikasi aset kripto, penetapan tingkat pajak yang kompetitif, serta diseminasi informasi yang dibarengi dengan 
    kampanye literasi investasi digital kepada publik yang lebih luas. 
    Terakhir, kebijakan strategis ini memerlukan adaptasi dan kolaborasi multipihak sehingga perdagangan aset kripto menjadi pilar penting dalam memperkuat ekonomi digital Indonesia yang aman, inklusif, dan berkelanjutan.  (*)

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.