KABARBURSA.COM - Presiden Komite Eksekutif Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan kesiapan partainya untuk mendukung pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Dukungan ini disampaikan langsung oleh Partai Buruh meskipun Prabowo batal berpidato di hadapan ribuan kader Partai Buruh di Istora Senayan, Rabu, 18 September 2024.
Said Iqbal mengungkapkan Partai Buruh telah menyampaikan enam harapan kepada Prabowo untuk pemerintahannya nanti. Harapan pertama adalah peninjauan kembali Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, terutama terkait Klaster Ketenagakerjaan.
Harapan kedua adalah penetapan upah yang layak, sesuai dengan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan standar kebutuhan hidup. "Kami minta upah minimum 2025 disesuaikan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Selain itu, Partai Buruh juga berharap pemerintahan ke depan menghapus sistem kerja outsourcing. Harapan keempat menyangkut agenda Reforma Agraria dan kedaulatan pangan, termasuk menghentikan impor saat panen raya dan mengembalikan tanah petani yang telah diambil oleh korporasi.
Harapan kelima adalah pengangkatan massal para guru honorer dan tenaga honorer lainnya di lingkungan pemerintahan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Harapan terakhir, pendidikan gratis hingga jenjang universitas. "Kami ingin pendidikan gratis, khususnya sampai dengan universitas," kata Said Iqbal.
Said optimistis Prabowo mampu mewujudkan enam harapan ini, setidaknya dalam 100 hari pertama pemerintahannya. "Ini adalah tentang harapan kaum buruh, petani, nelayan, dan tenaga honorer serta kelas pekerja lain," tegasnya.
Dukungan Partai Buruh kepada Prabowo ini diklaim mewakili mayoritas konfederasi dan serikat buruh se-Indonesia, termasuk kepentingan pekerja seperti buruh, petani, nelayan, dan guru.
Tolak Iuran Tapera
Selain keenam hal tersebut, Partai Buruh sebelumnya juga menyuarakan penolakannya terhadap iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bagi pekerja. Said Iqbal menyatakan memang perumahan adalah salah satu kebutuhan buruh, kelas pekerja, dan rakyat sebagai kebutuhan primernya seperti halnya kebutuhan makanan dan pakaian.
“Bahkan di dalam UUD 1945 negara diperintahkan untuk menyiapkan perumahan sebagai hak rakyat. Di mana dalam 13 Platform Partai Buruh, jaminan perumahan adalah jaminan sosial yang akan kami perjuangkan,” ujar Said Iqbal dalam keterangan resmi, Rabu 29 Mei 2024.
Namun, dia mengatakan, Tapera yang dibutuhkan buruh dan rakyat adalah kepastian untuk mendapatkan rumah yang layak melalui dana APBN dan APBD. Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera.
“Karena membebani buruh dan rakyat,” lanjutnya.
Menurut Said Iqbal, setidaknya ada beberapa alasan, mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini.
Pertama, belum ada kejelasan terkait dengan program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera. Jika dipaksakan, hal ini bisa merugikan buruh dan peserta Tapera.
“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen (dibayar pengusaha 0,5 persen dan dibayar buruh 2,5 persen) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” tegasnya.
Sekarang ini, upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3 persen per bulan maka iurannya adalah sekitar 105.000 per bulan atau Rp. 1.260.000 per tahun. Karena Tapera adalah Tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.
Karena itu pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun kedepan ada harga rumah yang seharga 12,6 juta atau 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan?
Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari Tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah.
“Jadi dengan iuran 3 persen yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera untuk memiliki rumah. Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” ujar Said Iqbal.
Bebani Buruh dan Rakyat
Alasan kedua mengapa Tapera membebani buruh dan rakyat saat ini adalah, dalam lima tahun terakhir ini, upah riil buruh (daya beli buruh) turun 30 persen. Hal ini akibat upah tidak naik hampir 3 tahun berturut-turu dan tahun ini naik upahnya murah sekali.
Bila dipotong lagi 3 persen untuk Tapera, tentu beban hidup buruh semakin berat, apalagi potongan iuran untuk buruh lima kali lipat dari potongan iuran pengusaha.
“Dalam UUD 1945 tanggungjawab pemerintah adalah menyiapkan dan menyedikan rumah untuk rakyat yang murah, sebagaimana program jaminan Kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah,” kata Said Iqbal.
Tetapi dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh. Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat. Bukan malah buruh disuruh bayar 2,5 persen dan pengusaha membayar 0,5 persen.
Alasan ketiga, dia kembali menegaskan program Tapera tidak tepat dijalankan sekarang sepanjang tidak ada kontribusi iuran dari pemerintah sebagaimana program penerima bantuan iuran dalam program Jaminan Kesehatan.
Sedangkan alasan keempat, kata Said, Program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum. “Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di ASABRI dan TASPEN,” kata dia.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.