KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di level Rp16.608 pada perdagangan hari ini, Selasa, 28 Oktober 2025.
Pengamat ekonomi, pasar uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi mengungkapkan, mata uang rupiah ditutup menguat 13 poin dan sebelumnya sempat menguat 15 poin Rp16.608. Sebelumnya rupiah berada di level Rp16.621.
“Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp16.600-16.630,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Selasa, 28 Oktober 2025.
Ibrahim menuturkan, penguatan rupiah didukung oleh prospek kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang merupakan dua konsumen terbesar minyak dunia. Selain itu, Presiden Donald Trump dan Xi Jinping juga dijadwalkan bertemu pada Kamis, 30 Oktober 2025.
Berdasarkan keterangan Menteri Luar Negeri Wang Yi kepada Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, Beijing berharap Washington dapat mencapai kesepakatan di tengah jalan untuk mempersiapkan interaksi tingkat tinggi antara kedua negara.
Presiden Donald Trump untuk pertama kalinya pada masa jabatan keduanya memberlakukan sanksi terhadap Rusia terkait konflik Ukraina. Sanksi tersebut menargetkan dua raksasa minyak, Lukoil dan Rosneft.
Menyusul langkah itu, Lukoil, yang merupakan produsen minyak terbesar kedua di Rusia, mengumumkan bahwa perusahaan akan menjual aset-aset internasionalnya. Langkah ini menjadi salah satu tindakan paling signifikan yang diambil perusahaan Rusia sejak sanksi Barat diberlakukan akibat invasi ke Ukraina pada Februari 2022.
Di sisi lain, peningkatan keyakinan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga acuan setidaknya 25 basis poin pada akhir pertemuan dua harinya yang berakhir Rabu. Ekspektasi itu diperkuat oleh data inflasi konsumen yang dirilis pekan lalu, yang menunjukkan penurunan tipis inflasi pada September.
“Ketidakpastian yang lebih luas atas ekonomi AS, terutama pasar tenaga kerja yang mendingin dan penutupan pemerintah yang sedang berlangsung juga diperkirakan akan mendorong pelonggaran lebih lanjut oleh The Fed,” kata Ibrahim.
Dari sisi internal, perhatian tertuju pada pemaparan Menteri Keuangan mengenai strategi pemerintah dalam mengelola rasio utang yang kini mendekati Rp9.000 triliun.
Strategi tersebut menitikberatkan pada efisiensi belanja anggaran serta upaya mendorong pertumbuhan ekonomi untuk menekan defisit dan meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (tax-to-GDP ratio).
Sementara itu, hingga akhir Juni 2025, total utang pemerintah pusat tercatat sebesar Rp9.138,05 triliun. Angka tersebut terdiri atas Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp7.980,87 triliun dan pinjaman sebesar Rp1.157,18 triliun, dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 39,86 persen.
Menteri Keuangan menekankan pentingnya pengeluaran negara yang dilakukan secara optimal agar memberikan dampak nyata terhadap perekonomian.
“Strategi yang pertama adalah anggarannya dibelanjakan, tepat sasaran, tepat waktu, gak ada kebocoran, optimalkan dampak anggaran ke perekonomian,” ujarnya.
Menurutnya, melalui efektivitas belanja ini, pertumbuhan ekonomi akan lebih cepat, didukung oleh perbaikan di sektor penerimaan dan pertumbuhan sektor riil yang kuat sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak. (*)