Logo
>

Rupiah Terus Melemah, akankah BI Naikan Suku Bunga?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Rupiah Terus Melemah, akankah BI Naikan Suku Bunga?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 19-20 Juni 2024 untuk menetapkan suku bunga acuan (BI Rate). Adapun saat ini, BI Rate berada di level 6,25 persen, suku bunga Deposit Facility 5,50 persen, dan suku bunga Lending Facility 7,00 persen berdasarkan hasil RGD BI yang digelar pada 21-22 Mei 2024 lalu.

    Di sisi lain, nilai tukar Rupiah sempat berada di titik terendah sejak 2020, di mana nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat berada di level Rp16.400 per dolar AS. Berdasarkan data dari Google Finance pukul 14.20 WIB pada Rabu, 19 Juni 2024, nilai tukar Rupiah saat ini berada di level Rp16.366 per dolar AS.

    Menanggapi dinamika tersebut, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti memandang, ada dua cara yang perlu ditetapkan BI dalam RDG sebagai upaya menjaga nilai tukar Rupiah. Pertama, melakukan operasi pasar dengan menjual mata uang AS ke pasar.

    "Operasi pasar, menjual USD yang dimiliki BI ke pasar, agar nilai tukar Rupiah terhadap USD menguat," kata Esther saat dihubungi KabarBursa, Rabu, 19 Juni 2024.

    Langkah kedua, kata Esther, BI bisa perlu meningkatkan suka bunganya. Dengan begitu, investor diyakini tidak akan membawa modal ke luar Indonesia. "Pertama BI akan melepas USD ke pasar jika dirasa tidak bisa terapresiasi, maka BI biasanya menggunakan tingkat suku bunga sebagai salah satu instrumen pengendali moneter," jelasnya.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif SEGERA Institute, Piter Abdullah menilai, BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 6,25 persen. "Menurut saya BI akan mempertahankan suku bunga," kata Piter kepada KabarBursa, Rabu 19 Juni 2024.

    Piter menilai, menaikan suku bunga tidak serta merta menjadikan nilai tukar Rupiah terhadap AS stabil. Di sisi lain, dia juga menyebut pelemahan Rupiah tidak berkaitan langsung dengan suku bunga.

    "Menaikkan suku bunga tdk akan cukup efektif menstabilkan Rupiah. Pelemahan Rupiah bukan faktor bunga," jelasnya.

    Kendati begitu, Piter menyebut tingginya nilai tukar Rupiah berdampak pada sektor importir. Tingginya nilai tukar Rupiah, kata dia, akan sangat berdampak pada sektor industri pengolahan.

    Dalam hal ini, kata Piter, konsumen menjadi pihak yang paling dirugikan akibat tingginya nilai tukar Rupiah. “Memang industri pengolahan yang banyak bergantung kepada barang impor akan merasa berat, Yang paling dirugikan oleh pelemahan rupiah adalah konsumen,” kata Piter saat dihubungi KabarBursa, Selasa, 18 Juni 2024.

    Akan tetapi, Piter menilai pelemahan Rupiah tidak selamanya berdampak buruk pada pekonomian dalam negeri. Bagi sektor eksportir misalnya, lanjutnya, bisa menambah nilai keuntungan dari melemahnya Rupiah.

    “Eksportir terutama pada industri pertambangan, perkebunan, yang tidak banyak beban impor, mendapatkan tambahan keuntungan dari melemahnya Rupiah. Jadi melemahnya Rupiah tidak sepenuhnya negatif bagi perekonomian,” jelasnya.

    Lebih jauh, Piter meyakini pelemahan Rupiah tidak akan berlangsung lama. Dia pun memprediksi Rupiah akan segera terkendali di tahun ini. "Perkiraan saya dalam tahun ini Rupiah akan segera terkendali," tandasnya.

    Nilai Tukar Rupiah Anjlok, Terendah Sejak 2020

    Pada Jumat, 14 Juni 2024, nilai tukar Rupiah ditutup pada di angka Rp16.412 per dolar AS, merosot 130 poin atau 0,87 persen dari hari sebelumnya. Pada perdagangan intraday, Rupiah bahkan sempat menyentuh Rp16.431 per dolar AS. Ini merupakan level terlemah sejak 1 April 2020.

    Kurs tengah Bank Indonesia, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), juga melemah ke Rp16.374 per dolar AS, posisi terendah sejak 8 April 2020. Dalam sepekan, Rupiah spot sudah melemah 1,33 persen dari Rp16.195 per dolar AS pekan lalu. Kurs JISDOR turun 0,96 persen dibandingkan posisi pekan sebelumnya.

    Pelemahan Rupiah ini menjadi yang terdalam di antara mata uang Asia lainnya. Dolar AS yang menguat menekan won Korea sebesar 0,39 persen, dolar Singapura 0,19 persen, ringgit Malaysia 0,16 persen, dan yuan China 0,04 persen. Indeks dolar AS kembali menguat sejak dini hari tadi, didorong oleh penurunan yield Treasury AS ke 4,2 persen.

    Rupiah bukan hanya terdesak oleh dolar AS, tetapi juga oleh aksi jual di pasar surat utang dan saham domestik. IHSG jatuh hampir 2 persen, terkulai di 6.734,88. Yield surat utang negara mayoritas naik, menandakan tekanan harga obligasi.

    Yield 10Y kembali ke 7,165 persen, tenor 5Y naik ke 7,089 persen, dan tenor 1Y naik ke 6,793 persen. Investor asing banyak melepas posisi di pasar SBN, dengan penjualan nonresiden mencapai Rp800 miliar pada 12 Juni. Investor hengkang dari pasar Indonesia menjelang libur panjang dipicu ketakutan akan risiko fiskal di bawah pemerintahan baru.(and/*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi