Logo
>

Dua Valas Beri Tekanan ke Rupiah, BI Lakukan Intervensi ini

Ditulis oleh Syahrianto
Dua Valas Beri Tekanan ke Rupiah, BI Lakukan Intervensi ini

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Mata uang China, yuan, dan dolar Amerika Serikat (AS) mampu memberikan tekanan cukup dalam terhadap rupiah pada Rabu, 26 Juni 2024. Di pembukaan tadi pagi hari ini, rupiah melemah di Rp16.441 per USD. Rupiah sempat menyentuh level terlemah Rp16.456 per USD hingga pada penutupan di Rp16.426 per USD.

    Level tersebut bahkan lebih lemah dibandingkan nilai rupiah di pasar Nondeliverable Forward (NDF) yang berada di kisaran Rp16.426-Rp16.431 per USD Inversi ini kemungkinan terjadi karena ada kontrak NDF yang jatuh tempo dan tidak dapat diperpanjang, sehingga para pemburu valuta asing beralih ke pasar spot untuk mencari dolar AS.

    Sementara tekanan pada rupiah terjadi sementara pasar saham masih berada di zona hijau, dan yield Surat Berharga Negara (SBN) bergerak bervariasi, dengan tenor 10 tahun naik sedikit ke 7,108 persen dan tenor 2 tahun berada di 6,839 persen.

    Rupiah melemah seiring dengan penurunan nilai yuan sebesar 0,05 persen terhadap dolar AS, dipicu oleh turunnya imbal hasil obligasi pemerintah Tiongkok ke level terendah dalam 22 tahun terakhir di 2,22 persen, akibat kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan ekonomi.

    Pada saat yang sama, indeks dolar AS kembali naik mendekati level 106 setelah pernyataan bernada hawkish dari pejabat The Fed. Gubernur The Fed, Michelle Bowman, menyatakan bahwa masih ada risiko kenaikan inflasi, dan menurunkan suku bunga acuan terlalu cepat justru dapat memicu kenaikan bunga di masa depan.

    "Menurunkan suku bunga terlalu cepat bisa memicu lonjakan inflasi lagi, yang akan membutuhkan kenaikan suku bunga lebih lanjut di masa depan untuk mengembalikan inflasi ke target 2 persen dalam jangka panjang," kata Bowman.

    Akibatnya, pasar kembali diselimuti sentimen negatif. Sebagian besar mata uang Asia mengalami penurunan hingga siang ini. MSCI Emerging Market Currency Index turun 0,2 persen, sementara MSCI Emerging Market Stock Index masih naik 0,1 persen.

    Rupiah dan dolar Taiwan memimpin pelemahan mata uang regional hingga siang ini dengan penurunan nilai hingga 0,35 persen, diikuti oleh baht Thailand 0,21 persen, ringgit Malaysia 0,21 persen, rupee India 0,19 persen, dan dolar Singapura 0,12 persen.

    Bank Indonesia terpantau ada di pasar mengintervensi pelemahan rupiah. Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Edi Susianto menyatakan BI ada di pasar untuk memastikan keseimbangan penawaran dan permintaan valas di pasar.

    Edi bilang, pelemahan rupiah adalah karena sinyal terbaru The Fed yang tidak mau terburu-buru memotong bunga acuan berbarengan dengan permintaan dolar AS dari korporasi yang meningkat. Sementara suplai valas dari para eksportir disebut masih terlihat memadai di pasar saat ini.

    Pemerintah telah menjual Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk global senilai USD2,35 miliar dalam tiga seri dengan tenor 5 tahun, 10 tahun, dan 30 tahun. Seri INDOIS-5Y (jatuh tempo 2029) terjual senilai USD750 juta dengan imbal hasil 5,1 persen. Seri INDOIS-10Y (jatuh tempo 2034) memberikan yield 5,2 persen dan terjual senilai USD1 miliar. Sementara itu, INDOIS-30Y (jatuh tempo 2054) terjual senilai USD600 juta dengan yield 5,5 persen.

    Imbal hasil ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan yield SBN valas di pasar saat ini (INDON). Untuk tenor 5 tahun, INDON berada di 4,96 persen, 10 tahun di 5,06 persen, dan 30 tahun di 5,40 persen.

    Sebagai perbandingan, yield US Treasury, yang menjadi acuan surat utang berdenominasi dolar AS, saat ini berada di kisaran 4,29 persen untuk tenor 5 tahun, 4,26 persen untuk 10 tahun, dan 4,39 persen untuk 30 tahun.

    Meskipun menawarkan imbalan yang tinggi, pemerintah berhasil menarik minat besar dari pasar dengan nilai pemesanan sukuk global mencapai USD4,5 miliar untuk tiga tenor tersebut. Ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia dan prospek pengembalian investasi yang menarik.

    Penjualan sukuk global dengan nilai yang cukup besar ini akan menambah cadangan devisa Indonesia bulan ini, yang sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pada akhir Mei, posisi cadangan devisa Indonesia mencapai USD139 miliar, meningkat sekitar USD2,8 miliar dalam satu bulan. Peningkatan ini sebagian disumbang oleh hasil penjualan samurai bond senilai USD1,3 miliar pada bulan sebelumnya.

    Selain menambah cadangan devisa, penjualan sukuk global ini juga menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam diversifikasi sumber pembiayaan dan memperkuat posisi fiskal negara. Dengan cadangan devisa yang lebih kuat, Indonesia diharapkan dapat lebih tahan terhadap volatilitas pasar global dan mempertahankan stabilitas ekonomi domestik. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.