Logo
>

Jokowi Didesak Cabut Kebijakan Ekspor Pasir Laut

Ditulis oleh KabarBursa.com
Jokowi Didesak Cabut Kebijakan Ekspor Pasir Laut

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Komisi VII DPR, Mulyanto, meminta Preside Joko Widodo (Jokowi) menarik kebijakan pembukaan kembali keran ekspor pasir laut. Pasalnya, kegiatan tersebut membahayakan kedaulatan negara dan lingkungan.

    Mulyanto menegaskan, pemberian izin ekspor pasir laut itu terlalu gegabah di ujung masa kepemimpinan Jokowi. Apalagi, diketahui larangan ekspor pasir laut telah berlangsung sejak 20 tahun lalu. “Sudah 20 tahun dilarang masak di ujung Pemerintahan yang tinggal satu bulan lagi, justru malah dibuka. Ini kan terkesan kejar tayang," kata Mulyanto dalam keterangannya kepada KabarBursa, Kamis, 19 September 2024.

    Meski ditujukan untuk pengerukan sedimentasi dan untuk prioritas dalam negeri namun karena juga membolehkan pengerukan pasir laut untuk keperluan ekspor, maka Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 dinilai sangat berbahaya bagi lingkungan kelautan di masa depan.

    “Kita mengkhawatirkan dampak bagi lingkungan dan kedaulatan negara. Pengaruh pada ekosistem laut, apalagi pada pulau-pulau kecil akan sangat negatif, karenanya selama 20 tahun ekspor pasir laut dilarang,” ungkapnya.

    Mulyanto menegaskan menolak dan minta untuk dibatalkan oleh pemerintah karena tidak ada urgensi bagi kita untuk mengekspor pasir laut. “Keuntungan ekonomi yang diperoleh bisa tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan laut yang akan kita tuai,” tegasnya.

    Mulyanto khawatir kebijakan ini akan memperluas wilayah negara importir dan mengurangi wilayah NKRI, apalagi kalau yang mengimpor adalah negara tetangga seperti Singapura. “Anehnya lagi, Kementerian yg bertanggung jawab dalam PP tersebut berbeda dengan Kementerian yg berwenang memberi izin usaha penambangan pasir laut (Kementerian ESDM). Ini kan jadi ada dualisme,” tandas Mulyanto.

    Adapun penanda dibuka kembali ekspor pasir laut mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024. Kedua Permendag tersebut merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 yang mengatur tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut pada Mei tahun lalu.

    Adapun pelarangan ekspor pasir laut sebelumnya dilakukan pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kemudian di akhir kepemimpinan Presiden Jokowi, keran ekspor pasir laut kembali dibuka.

    Mitra kerja Kementerian Perdagangan, Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah untuk membatalkan rencana ekspor pasir laut. Pasalnya, mekanisme pengawasan ekspor pasir laut masih belum siap.

    Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, menuturkan hasil kajian yang ada, baik laporan dari berbagai kekuatan civil society maupun hasil pemantauan komisi terkait di DPR, lemahnya teknologi dan sistem pengawasan laut belum dapat memastikan kegiatan pengerukan sedimentasi.

    Di sisi lain, Amin menilai pengerukan sedimentasi laut untuk kemudian diekspor mengandung lebih banyak kerugian ketimbang keuntungan. “Siapa yang bisa menjamin bahwa pasir yang dikeruk adalah hasil sedimentasi, bukan pasir laut? Pemerintah gembar-gembor soal teknologi pengawasan yang canggih, faktanya untuk mengawasi aktivitas perikanan terukur dan illegal fishing saja kita belum siap,” kata Amin dalam keterangannya, dikutip Kamis 19 September 2024.

    Selain sistem teknologi, Amin juga menilai sumber daya manusia tenaga pengawasan yang masih minim dari sisi jumlah. Terbukti dari masih banyaknya kasus penambangan ilegal pasir laut, seperti di Kepulauan Riau dan Kepulauan Seribu. Tanpa pengawasan dan pengendalian yang tegas, kata Amin, kebijakan mengenai pasir laut atau hasil sedimentasi laut ini menjadi kontra-produktif dengan gembar-gembor pemerintah sendiri mengenai pengembangan ekonomi hijau.

    “Kalau ekosistemnya rusak akibat penambangan pasir laut dan hasil sedimentasi, maka janji soal ekonomi hijau hanya omong kosong belaka. Karena ekosistem mangrove, padang lamun, maupun terumbu karangnya hancur,” ungkapnya.

    Selain merusak lingkungan, Amin menegaskan penambangan pasir laut menimbulkan persoalan sosial, terutama bagi masyarakat nelayan dan pesisir. Pasalnya, mata pencaharian warga pesisir hilang lantaran rusaknya ekosistem laut. Kalaupun pemerintah berdalih kebijakan tersebut bisa mendatangkan pendapatan negara lewat Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), kata Amin, tidak ada jaminan tidak ada kebocoran di lapangan.

    “Dengan berbagai dampak negatif tersebut, menjadi pertanyaan bagi kita, untuk siapa sesungguhnya dilegalkannya pengerukan dan ekspor pasir laut itu?” tegasnya.

    Amin menilai, keuntungan dari membuka ekspor pasir laut tidak sebanding dengan risikonya, terutama dari aspek lingkungan dan ekonomi masyarakat. Secara fiskal, dia menilai hanya beberapa eksportir, penambang, dan pemerintah yang akan merasakan manfaatnya. “Sebaliknya, dampak negatifnya akan dirasakan oleh ekosistem laut dan masyarakat di sekitar area penambangan,” katanya.

    Jokowi Klarifikasi

    Diberitakan sebelumnya, Jokowi akhirnya buka seuara ihwal kebijakan ekspor pasri laut. Dia menekankan agar tidak ada kesalahpahaman perihal kebijakan pembukaan ekspor sedimen laut yang sebelumnya telah dilarang selama 20 tahun.

    Menurut Jokowi, yang diperbolehkan untuk diekspor adalah hasil sedimentasi laut, bukan pasir laut yang biasa dipahami. “Itu bukan pasir laut ya, yang dibuka adalah sedimen, sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal,” ujar Jokowi di Menara Danareksa Jakarta, Selasa, 17 September 2024.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, menjelaskan ekspor hasil sedimentasi laut hanya bisa dilakukan jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi. Jenis pasir laut yang boleh diekspor adalah pasir alam dari hasil pembersihan sedimentasi laut dengan kriteria tertentu seperti ukuran butiran dan kadar logam.

    Selain itu, Isy Karim menjelaskan ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dan eksportir untuk bisa mengekspor sedimen laut. Pelaku usaha harus ditetapkan sebagai Eksportir Terdaftar (ET), memiliki Persetujuan Ekspor (PE), dan Laporan Surveyor (LS). Mereka juga diwajibkan memiliki Izin Pemanfaatan Pasir Laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Izin Usaha Pertambangan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

    Selain itu, eksportir harus membuat surat pernyataan bermaterai yang menyatakan pasir hasil sedimentasi yang diekspor berasal dari lokasi pengambilan sesuai titik koordinat yang telah diizinkan. Mereka juga perlu mendapatkan Rekomendasi Ekspor Pasir Hasil Sedimentasi dari KKP dan memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui mekanisme domestic market obligation (DMO).

    Isy berharap pelaku usaha dan eksportir dapat menjalankan kegiatan ekspor sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi