Nilai pound naik tipis menjadi USD1,2757 setelah mengalami kenaikan 0,46 persen pada hari sebelumnya dan mencapai level tertinggi dalam tiga minggu. Sementara itu, euro berada di USD1,0801, mengalami kenaikan 0,1 persen setelah naik 0,4 persen dan mencapai puncak tiga minggu.
Pound telah menunjukkan kinerja terbaik di antara mata uang G10 sepanjang tahun 2024 terhadap dolar AS.
Pelemahan dolar AS terjadi setelah data ekonomi AS yang mengecewakan pada hari Rabu, termasuk laporan sektor jasa yang lemah dan pertumbuhan lapangan kerja ADP yang rendah. Data ini memicu ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) mungkin akan menurunkan suku bunga akhir tahun ini, dengan pasar memperkirakan kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 50 basis poin pada tahun 2024.
Data tenaga kerja AS yang paling dinanti, Non-Farm Payrolls, akan dirilis pada hari Jumat 5 Juli 2024, dengan perkiraan menunjukkan penambahan 190.000 pekerjaan pada bulan Juni setelah peningkatan sebesar 272.000 pada bulan Mei.
Di Inggris, pemilih mulai memilih pada hari Kamis untuk pemilihan umum, di mana Keir Starmer dari Partai Buruh diprediksi akan menjadi perdana menteri berikutnya menggantikan Rishi Sunak dari Partai Konservatif.
Sementara itu, perhatian pasar juga tertuju pada pemilu presiden di Prancis, di mana putaran kedua dijadwalkan pada hari Minggu. Ketidakpastian terkait hasil pemilu Prancis mempengaruhi pergerakan pasar, dengan perbedaan antara hasil obligasi pemerintah Jerman dan Prancis yang menyempit.
Para analis memperkirakan bahwa ketidakpastian pemilu di Prancis dapat membebani euro dalam beberapa bulan mendatang, meskipun saat ini kekhawatiran tersebut telah sedikit mereda.
Rupiah Menguat
Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah data menunjukkan aktivitas bisnis di AS mengalami kontraksi.
Berdasarkan laporan dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,24 persen ke posisi Rp16.325 per dolar AS pada Kamis, 4 Juli 2024. Penguatan ini sejalan dengan apresiasi rupiah sehari sebelumnya, 3 Juni 2024 sebesar 0,15 persen.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) melemah 0,12 persen ke posisi 105,27 pada pukul 15:51 WIB, lebih rendah dibandingkan posisi kemarin yang berada di angka 105,4.
Institute for Supply Management melaporkan bahwa indeks manajer pembelian non-manufaktur (PMI) turun menjadi 48,8 pada bulan lalu, level terendah sejak Mei 2020, dari 53,8 pada bulan Mei. Ini adalah kedua kalinya tahun ini PMI berada di bawah 50, yang menunjukkan kontraksi di sektor jasa.
Indeks aktivitas bisnis juga turun ke 49,6, mencatatkan kontraksi pertama sejak Mei 2020. Pesanan baru (47,3 dibandingkan dengan 54,1) dan ketenagakerjaan (46,1 dibandingkan dengan 47,1) juga mengalami penurunan.
“Penurunan indeks gabungan pada bulan Juni disebabkan oleh penurunan signifikan dalam aktivitas bisnis, kontraksi dalam pesanan baru untuk kedua kalinya sejak Mei 2020, dan kontraksi berkelanjutan dalam ketenagakerjaan. Responden survei melaporkan bahwa secara umum, bisnis stagnan atau menurun. Meskipun inflasi sedang melandai, beberapa komoditas masih memiliki biaya yang signifikan lebih tinggi. Panelis mengindikasikan bahwa kinerja pengiriman pemasok yang lebih lambat terutama disebabkan oleh tantangan transportasi,” kata Steve Miller, CPSM, CSCP, Ketua Institute for Supply Management.
Lemahnya aktivitas bisnis di AS berdampak negatif terhadap DXY, yang pada gilirannya memberikan pengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah. Jika aktivitas ekonomi di AS terus melemah, kemungkinan pemangkasan suku bunga tahun ini akan semakin besar, dan tekanan terhadap mata uang Garuda akan semakin berkurang.
Dengan demikian, kondisi ini memberikan harapan bagi penguatan lebih lanjut rupiah terhadap dolar AS, terutama jika tren pelemahan ekonomi di AS berlanjut dan memicu kebijakan moneter yang lebih longgar dari Federal Reserve. Hal ini tentunya akan membawa dampak positif bagi ekonomi Indonesia, terutama dalam hal stabilitas nilai tukar dan inflasi.
Dolar AS Melemah, Peluang Rupiah Keluar dari Tekanan
Terence Wu, Strategis FX dari DBS Bank Global Financial Markets, mengindikasikan bahwa dolar AS kemungkinan akan mengalami pergerakan stabil terlebih dahulu pada kuartal ketiga, sebelum cenderung melemah menjelang pemangkasan suku bunga yang diantisipasi pada kuartal empat.
Wu juga mencatat bahwa penguatan Rupiah akan terkendala oleh pelemahan mata uang Asia seperti Yuan China (CNY) dan Yen Jepang (JPY), dengan kuartal keempat diharapkan menjadi momentum yang lebih menguntungkan bagi Rupiah terhadap dolar AS.