Logo
>

Wall Street Menguat berkat Apple, tapi Ada Plot Twist ini

Saham-saham di Wall Street ditutup menguat pada hari Senin, 14 April 2025, dengan Apple menjadi pendorong utama indeks S&P 500.

Ditulis oleh Syahrianto
Wall Street Menguat berkat Apple, tapi Ada Plot Twist ini
Papan pantau saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menampilkan indeks saham dunia. (Foto: Kabarbursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Bursa saham AS ditutup menguat pada Senin, 14 April 2025, ditopang oleh sentimen positif dari sektor teknologi, terutama saham Apple, setelah Gedung Putih resmi mengecualikan perusahaan itu dari tarif baru. 

    Namun, di balik euforia sesaat, pasar masih dibayangi ketidakpastian arah kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump, termasuk ancaman tarif baru untuk semikonduktor yang bisa diumumkan dalam waktu dekat.

    Pengecualian tarif terhadap Apple diumumkan pada Jumat, 11 April 2025, dan langsung mengangkat optimisme investor atas potensi diringankannya tekanan terhadap rantai pasok teknologi global. Namun, hanya dua hari berselang, Trump menegaskan bahwa ia akan mengumumkan tarif atas impor semikonduktor "dalam waktu seminggu ke depan."

    Pernyataan ini sontak meredam reli yang sempat terjadi, dan memicu kecemasan baru bahwa industri chip global masih berada dalam garis bidik kebijakan proteksionis.

    Saham-saham teknologi menyambut berita positif dengan lonjakan harga. Apple naik 2,2 persen, Dell Technologies melonjak 4 persen, dan HP naik 2,5 persen. Namun, respons berbeda ditunjukkan oleh sektor semikonduktor: indeks Philadelphia Semiconductor hanya naik tipis 0,3 persen, sementara saham Nvidia justru turun 0,2 persen—cerminan kekhawatiran bahwa tarif baru bisa menyasar langsung pada produsen chip.

    Perdagangan hari itu berlangsung fluktuatif, cerminan pasar yang masih sensitif terhadap perkembangan geopolitik dan risiko kebijakan dagang. Sejak Trump kembali menggulirkan wacana tarif besar-besaran pada awal April, volatilitas meningkat drastis, membuat pelaku pasar kesulitan untuk membaca arah.

    “Yang kita hadapi saat ini bukan sekadar perang dagang, tapi krisis kepercayaan. Sulit bagi konsumen, pebisnis, atau investor untuk membuat rencana jangka panjang ketika aturannya bisa berubah tiap minggu,” ujar Jed Ellerbroek, manajer portofolio di Argent Capital Advisors, St. Louis.

    Tiga indeks utama AS semuanya ditutup di zona hijau:

    Dow Jones Industrial Average naik 312,08 poin (0,78 persen) ke 40.524,79

    S&P 500 menguat 42,61 poin (0,79 persen) ke 5.405,97

    Nasdaq Composite naik 107,03 poin (0,64 persen) ke 16.831,48

    Indeks Volatilitas CBOE (VIX), indikator ketakutan pasar, turun ke 30,89—level terendah sejak 3 April. Meski begitu, tanda-tanda teknikal menunjukkan awan gelap belum benar-benar berlalu.

    Death Cross Mengintai

    S&P 500 secara teknikal baru saja memasuki pola “death cross”—sebuah sinyal koreksi jangka pendek yang bisa menjadi tren penurunan jangka panjang jika tidak diimbangi pemulihan fundamental. Pola ini terjadi ketika rata-rata pergerakan 50 hari (50-DMA) turun melewati rata-rata 200 hari (200-DMA), dan dianggap sebagai sinyal bearish oleh analis teknikal.

    Pada Senin, 50-DMA S&P 500 berada di sekitar 5.748, sementara 200-DMA di 5.754. Meski indeks naik 0,8 persen hari itu, ini menandai pertama kalinya death cross terjadi sejak 1 Februari 2023.

    “Memang terdengar menakutkan, tapi secara historis, justru seringkali menjadi peluang beli,” ujar Adam Turnquist, kepala analis teknikal di LPL Financial.

    Menurut data LSEG yang dianalisis Reuters, sejak 50 tahun terakhir, ada 24 kali death cross di S&P 500. Dalam 54 persen kasus, sinyal ini muncul setelah titik terendah intraday sudah terjadi—artinya, kepanikan terburuk justru sudah lewat ketika sinyal itu datang. Namun dalam 46 persen sisanya, penurunan berlanjut lebih dalam, dengan rata-rata koreksi mencapai 19 persen sejak munculnya death cross.

    Contoh paling dramatis terjadi pada 1981, 2000, dan 2007—yang masing-masing diikuti oleh penurunan sebesar 21 persen, 45 persen, dan 55 persen.

    Paul Ciana dari Bank of America menambahkan bahwa secara rata-rata, indeks S&P 500 turun 0,5 persen dalam 20 hari setelah death cross, namun dalam 30 hari setelahnya, indeks justru naik di 60 persen kasus, dengan rata-rata kenaikan 0,8 persen.

    “Melihat grafik saat ini, saya lebih melihat potensi pemulihan V-shape seperti 2018 atau 2020, ketimbang kejatuhan besar seperti 2008,” tambah Turnquist.

    Kondisi sentimen juga mengindikasikan bahwa kepanikan ekstrem mungkin sudah berlalu. Indeks volatilitas VIX yang mulai turun, serta tanda-tanda "kapitulasi" dari volume jual minggu lalu, memperkuat argumen bahwa pasar sedang membentuk titik balik jangka pendek.

    Kinerja Keuangan dan Pemulihan Pasar

    Sementara itu, musim laporan keuangan kuartal I 2025 mulai bergulir. Investor akan mengamati apakah perusahaan-perusahaan mampu menavigasi ketidakpastian kebijakan sambil mempertahankan profitabilitas.

    Goldman Sachs menjadi pelopor dengan laporan laba yang melampaui ekspektasi, mendorong sahamnya naik 1,9 persen pada perdagangan Senin. Minggu ini, laporan dari Netflix dan UnitedHealth Group akan menjadi sorotan, sekaligus pengujian awal bagi kekuatan pasar di tengah tekanan eksternal.

    Namun, banyak manajemen perusahaan memilih untuk berhati-hati dalam menyampaikan panduan masa depan.

    “Kita semua tahu bahwa masa depan tidak akan seperti masa lalu, dan banyak perusahaan memilih untuk wait and see sebelum membuat komitmen jangka panjang,” kata Ellerbroek.

    Dari sektor farmasi, Pfizer mencatatkan kenaikan 1 persen setelah mengumumkan penghentian pengembangan obat penurun berat badan eksperimentalnya. Saham-saham lain di sektor kesehatan ikut terdorong naik.

    Secara keseluruhan, pasar menunjukkan kekuatan breadth yang solid:

    Di Nasdaq, 3.266 saham menguat vs 1.200 yang melemah (rasio 2,72 banding 1), dengan 43 saham mencetak harga tertinggi baru dan 101 menyentuh harga terendah.

    Di NYSE, rasio saham naik vs turun mencapai 4,4 banding 1, dengan 45 saham menyentuh rekor tertinggi dan 65 menyentuh titik terendah baru.

    Volume perdagangan di seluruh bursa AS mencapai 18,2 miliar saham, sedikit di bawah rata-rata 20 hari terakhir sebesar 18,7 miliar. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.