KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia turun sekitar USD1 per barel pada perdagangan Senin, 16 Juni 2025, seiring munculnya laporan bahwa Iran ingin mengakhiri konflik dengan Israel.
Harapan akan adanya gencatan senjata membuat kekhawatiran pasar atas gangguan pasokan minyak dari kawasan Timur Tengah sedikit mereda.
Harga minyak Brent ditutup turun USD 1 atau 1,35 persen menjadi USD 73,23 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) turun USD 1,21 atau 1,66 persen menjadi USD 71,77 per barel.
Menurut laporan Reuters, Iran meminta Qatar, Arab Saudi, dan Oman untuk menekan Presiden AS Donald Trump agar mendesak Israel menyetujui gencatan senjata.
Sebagai imbalannya, Teheran akan lebih fleksibel dalam negosiasi program nuklirnya. Laporan sebelumnya dari Wall Street Journal juga menyebut Iran sedang mencari jalan damai.
Analis Mizuho, Robert Yawger, menyatakan bahwa pelaku pasar mulai mengurangi spekulasi bahwa serangan udara kedua negara bisa meluas menjadi konflik regional yang mengancam infrastruktur energi.
Pada Jumat sebelumnya, harga minyak sempat melonjak lebih dari 7 persen setelah Israel membombardir Iran karena mengklaim Teheran hampir memiliki senjata nuklir.
Namun, lonjakan harga tersebut dinilai telah menempatkan minyak di wilayah jenuh beli secara teknikal, yang umumnya diikuti oleh aksi jual.
“Saya melihat kenaikan harga minyak Kamis dan Jumat lebih banyak didorong oleh arus masuk dana spekulatif,” ujar Rory Johnston, analis energi dan pendiri Commodity Context. “Dalam situasi seperti itu, pasar sangat rentan terhadap aksi likuidasi mendadak.”
Meskipun Israel dan Iran saling melancarkan serangan udara, termasuk terhadap infrastruktur energi, fasilitas ekspor minyak utama belum terkena dampaknya.
“Israel belum menyentuh Pulau Kharg, dan itu jadi sorotan sekarang,” kata Yawger, merujuk pada pelabuhan ekspor minyak utama Iran.
Yawger memperkirakan, jika Kharg Island diserang, harga minyak bisa melonjak ke USD 90 per barel.
“Semua tergantung bagaimana konflik ini mempengaruhi arus energi,” kata Harry Tchilinguirian, kepala riset di Onyx Capital Group.
Ia menambahkan bahwa sejauh ini, kapasitas produksi dan ekspor minyak belum terganggu, dan belum ada indikasi Iran mencoba menghalangi aliran minyak melalui Selat Hormuz.
Sementara itu, angkatan laut melaporkan adanya peningkatan gangguan elektronik terhadap sistem navigasi kapal dagang di sekitar Selat Hormuz dan wilayah Teluk. Gangguan ini berdampak pada keselamatan pelayaran kapal yang melewati kawasan tersebut.
Selat Hormuz merupakan jalur penting yang dilewati sekitar 18 hingga 19 juta barel per hari minyak, kondensat, dan bahan bakar—atau sekitar seperlima dari konsumsi minyak global.
Iran, sebagai anggota OPEC, saat ini memproduksi sekitar 3,3 juta barel per hari dan mengekspor lebih dari 2 juta barel per hari minyak dan bahan bakar.
Menurut analis dan pemantau OPEC, kapasitas cadangan dari negara produsen OPEC+ untuk meningkatkan produksi jika terjadi gangguan pasokan kira-kira setara dengan output Iran. (*)