Logo
>

Iuran Dana Pensiun Tambahan Bersifat Wajib, DPR: Kebijakan yang Tak Bijak

Ditulis oleh KabarBursa.com
Iuran Dana Pensiun Tambahan Bersifat Wajib, DPR: Kebijakan yang Tak Bijak

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah berencana menerapkan program iuran dana pensiun tambahan yang bersifat wajib. Adapun rencana peraturan tersebut didasarkan pada amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 mengenai Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

    Program dana pensiun tambahan yang bersifat wajib ini menuai penolakan sejumlah pihak. Pasalnya, wacana program tersebut digulirkan ketika daya beli masyarakat anjlok dan menurunnya jumlah kelas menengah.

    "Program dana pensiun tambahan yang bersifat wajib di tengah kondisi ekonomi yang berat, seperti rendahnya daya beli dan merosotnya jumlah kelas menengah merupakan rencana yang tidak bijak," kata Anggota Komisi VI DPR, Amin Ak, saat dihubungi KabarBursa, Selasa, 17 September 2024.

    Amin menilai, pemerintah selalu bergerak cepat ketika merumuskan regulasi yang bersumber dari dana masyarakat. Padahal, kata dia, program tersebut tidak hanya membebani masyarakat tetapi juga kepercayaan akan badan yang mengelola dana tersebut.

    Amin menilai, kasus gagal bayar klaim asuransi dari lembaga yang ditunjuk pemerintah, masih sangat menghantui kepercayaan publik. Dia mengungkap, hal itu terjadi berdasarkan kasus mega korupsi yang dilakukan PT Jiwasraya, PT Asabri, hingga PT Taspen.

    "Persoalan kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana publik oleh pemerintah atau lembaga milik pemerintah yang selama ini sangat mengecewakan," ungkapnya.

    Amin menilai pemerintah mesti mempertimbangkan beberapa hal sebelum menerapkan program iuran dana pensiun tambahan yang bersifat wajib. Pertama, kata dia, perlindungan jangka panjang program dana pensiun tambahan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan finansial jangka panjang bagi masyarakat saat mereka pensiun. "Dalam konteks ini, meski daya beli saat ini sedang tertekan, dana pensiun bisa membantu masyarakat mempersiapkan masa depan mereka dengan lebih baik dan mengurangi risiko ketergantungan pada bantuan sosial saat tua," jelasnya.

    Kedua, Amin menilai pemerintah perlu memperhatikan beban ekonomi yang ada saat ini. Di sisi lain, dia menilai, pengenaan kewajiban tambahan melalui program pensiun dapat dianggap menambah beban masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. "Bagi kelas menengah yang daya belinya telah tergerus, kewajiban iuran pensiun tambahan bisa menambah tekanan finansial, yang justru bisa mengurangi alokasi pengeluaran untuk kebutuhan pokok," jelasnya.

    Ketiga, perlu adanya fleksibilitas. Amin menilai hal ini perlu agar program iuran dana pensiun tambahan berhasil. Misalnya, kata dia, memberikan keringanan atau insentif bagi kelompok berpenghasilan rendah dan menengah yang terdampak kondisi ekonomi, sehingga program tersebut tidak langsung menambah beban hidup masyarakat saat ini.

    Keempat, Amin menilai pemerintah perlu menimbang waktu penerapan regulasi yang tepat. Menurutnya, melempar wacana iuran dana pensiun tambahan bersifat wajib akan menimbulkan reaksi negatif mengingat kondisi ekonomi yang kurang stabil.

    Amin menilai penundaan atau pengkajian ulang terkait waktu peluncuran program bisa menjadi opsi yang dapat diambil pemerintah. Dengan begitu, pemerintah bisa lebih memahami dinamika sosial ekonomi sebelum menerbitkan peraturan baru. "Secara keseluruhan, meskipun niat untuk melindungi masa depan pekerja melalui dana pensiun tambahan adalah langkah baik, waktu peluncurannya serta kondisi ekonomi saat ini harus diperhitungkan dengan cermat," katanya.

    Replacement Ratio

    Diberitakan sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menjelaskan replacement ratio adalah rasio antara pendapatan yang diterima seorang pekerja saat memasuki masa pensiun dibandingkan dengan gaji yang diterimanya ketika masih aktif bekerja. Rasio ini menunjukkan seberapa besar pendapatan pekerja yang dapat dipertahankan setelah pensiun.

    “Sebagai tindak lanjut dari Pasal 189 ayat 4, pemerintah dapat menetapkan program pensiun tambahan yang bersifat wajib bagi pekerja dengan penghasilan tertentu. Program ini akan dilaksanakan secara kompetitif,” jelas Ogi dalam sambutannya di acara peringatan HUT ADPI yang dilaksanakan di Jakarta, beberapa hari lalu.

    Menurut dia, upaya untuk meningkatkan replacement ratio perlu dilakukan mengingat saat ini Indonesia masih berada pada level 15-20 persen. Padahal, Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) merekomendasikan agar replacement ratio minimal berada di angka 40 persen dari penghasilan terakhir seorang pekerja.

    Dengan rasio yang lebih tinggi, pekerja akan lebih terjamin kesejahteraannya ketika memasuki masa pensiun. Lebih lanjut, Pasal 189 ayat 4 UU P2SK juga mengatur bahwa hanya pekerja dengan penghasilan di atas batas tertentu yang diwajibkan mengikuti program pensiun ini.

    Meskipun demikian, Ogi tidak memberikan penjelasan rinci mengenai berapa batas minimum penghasilan yang akan membuat seorang pekerja terkena kewajiban ini.

    “Bagi pekerja yang memiliki pendapatan di atas nilai tertentu, pemerintah akan meminta mereka untuk membayar iuran tambahan pensiun secara sukarela, tetapi tetap bersifat wajib. Hal ini akan diatur lebih lanjut dalam PP dan Peraturan OJK (POJK) yang saat ini sedang disusun,” ujar Ogi.

    Dari sisi pengelolaan dana pensiun wajib ini, Ogi menjelaskan dana tersebut nantinya dapat dikelola oleh Dana  Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Namun, dia menekankan, mekanisme pengelolaan dana ini masih dalam tahap pembahasan, sehingga rincian lebih lanjut belum bisa disampaikan.

    Ogi juga menegaskan program pensiun wajib ini berbeda dari BPJS Ketenagakerjaan yang sudah dikenal luas oleh pekerja. “Yang akan menyelenggarakan program pensiun tambahan yang wajib ini sudah pasti bukan BPJS Ketenagakerjaan. Kemungkinan besar, pengelolaannya akan dilakukan oleh DPPK atau DPLK,” katanya.

    Selain menetapkan kewajiban iuran pensiun bagi pekerja dengan kriteria penghasilan tertentu, pemerintah juga berencana untuk memberlakukan aturan baru perihal pencairan dana pensiun. Mulai Oktober 2024, dana pensiun tidak lagi bisa dicairkan sebelum peserta mencapai masa kepesertaan minimal 10 tahun.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi