KABARBURSA.COM - BTN batalkan rencana akuisisi Bank Muamalat. Belum ada alasan resmi dari kedua belah pihak. Terkait gagalnya langkah aksi korporasi tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada pihak yang secara resmi menyatakan minat untuk mengakuisisi Bank Muamalat. Belum ada pengajuan tertulis kepada OJK terkait rencana dari investor baru yang akan menjadi pemegang saham bank tersebut. OJK akan memproses dan mengevaluasi setiap permohonan akuisisi yang diajukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seperti dalam keterangan resmi dikutip di Jakarta, Minggu 15 September 2024.
Dian menegaskan bahwa OJK selalu terbuka terhadap peluang bagi investor baru dalam upaya konsolidasi untuk memperkuat industri perbankan syariah. Tujuannya adalah untuk membentuk bank syariah dengan skala yang lebih besar agar lebih kompetitif dan dapat bersaing secara sehat.
Namun, tidak semua pihak bisa mengajukan permohonan konsolidasi atau akuisisi Bank Muamalat. Investor harus memenuhi persyaratan tertentu, termasuk kemampuan finansial yang memadai untuk mendukung permodalan yang kuat dan tata kelola yang baik sesuai dengan regulasi yang berlaku.
BPKH Belum Terima Due Diligence
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Muamalat mengaku belum menerima hasil penyampaian proses uji tuntas (due diligence) yang dilakukan oleh PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN). Hal ini terkait batalnya rencana bank pelat merah tersebut mengakuisisi Bank Muamalat.
“BPKH hingga saat ini belum menerima hasil due diligence yang dilakukan oleh BTN dan belum menerima pemberitahuan resmi atas pembatalan tersebut sehingga BPKH belum dapat menyampaikan informasi secara konklusif,” kata Kepala BPKH Fadlul Imansyah, dikutip Sabtu 13 Juli 2024.
Terkait batalnya akuisisi tersebut, Fadlul menyebut BPKH akan fokus pada pengembangan Bank Muamalat dengan membangun bisnis berkelanjutan.
BTN Deadlock: Batal Akuisisi
Sebelumnya, Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu mengatakan telah melakukan due diligence dengan Bank Muamalat sejak awal tahun ini. Namun seiring berjalannya due diligence, BTN mengambil keputusan tidak melanjutkan proses akuisisi terhadap bank syariah pertama di Indonesia tersebut.
“Pada dasarnya kami tetap harus menjaga kesepakatan bersama mereka [Bank Muamalat]. Tapi secara umum kami sampaikan, tidak akan meneruskan akuisisi Bank Muamalat,” ujar Nixon dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin 8 Juli 2024 lalu.
Nixon menyebutkan, pihaknya belum melaporkan pembatalan akuisisi tersebut kepada Bursa Efek Indonesia. Namun, Nixon sudah konsolidasi dengan para pemegang saham serta Menteri dan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara.
“Kami sudah sampaikan ke OJK, cuma kami belum lakukan keterbukaan informasi bahwa kami tidak akan meneruskan akuisisi dengan Bank Muamalat dengan berbagai alasan yang bisa kami sampaikan kemudian pada saat rapat tertutup [dengan DPR],” tutur Nixon.
Aksi korporasi itu awalnya dirancang BTN sebagai bagian dari upaya pemisahan atau spin off unit usaha syariah (UUS) yakni BTN Syariah menjadi bank umum syariah (BUS).
Dalam perjalanan spin off, BTN pun menjajaki akuisisi Bank Muamalat. Rencananya, setelah BTN akuisisi Bank Muamalat, UUS BTN yakni BTN Syariah akan merger dengan Bank Muamalat.
Saat itu, BTN menargetkan due diligence terhadap Bank Muamalat tuntas pada April tahun ini. Selama tiga bulan dari target yang disampaikan, kabar kelanjutan dari proses akuisisi tersebut bak hilang ditelan bumi.
Berbagai pemberitaan menyebut, aksi akuisisi Bank Muamalat oleh BTN tersebut batal. Namun, pihak BTN dalam beberapa kesempatan konferensi pers enggan memberikan tanggapan terkait perkembangan aksi korporasi tersebut.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Muhammad Sarmuji berpendapat, penyelamatan Bank Muamalat dan aksi akuisisi Bank Muamalat oleh BTN merupakan dua hal yang berbeda. Adapun dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selaku pemegang saham Bank Muamalat harus dijamin oleh pemerintah, bukan BTN.
”BTN tentu saja sebagai entitas bisnis harus lebih berhati-hati untuk melakukan akuisisi yang berisiko. Kita semua akan mengawal dana haji itu, semua lembaga, tetapi khusus untuk akuisisi Bank Muamalat oleh BTN tentu saja harus didasarkan kepada suatu yang rasional,” ucap Sarmuji.
Di sisi lain, anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, justru menolak aksi akuisisi BTN tersebut. Apalagi, BPKH selaku pemegang saham mayoritas diduga terindikasi fraud sehingga justru akan menimbulkan masalah bagi BTN.
DPR Desak BTN Terbuka
Sebenarnya, BTN tengah merencanakan pemisahan atau spin off Unit Usaha Syariah (UUS) mereka. Ini sejalan dengan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengharuskan pemisahan UUS dari induknya.
Nixon Napitupulu, Direktur Utama BTN, pernah menyatakan bahwa spin off ini diprediksi rampung pada semester II-2024. Berdasarkan POJK Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah, bank umum konvensional (BUK) yang memiliki UUS dengan aset mencapai 50 persen dari total aset BUK induknya atau minimal Rp 50 triliun wajib melakukan spin off.
Namun, waktu terus berjalan hingga akhirnya BTN mengumumkan bahwa proses akuisisi dengan Bank Muamalat tidak dilanjutkan. Belum ada informasi resmi apakah BTN kini sedang menjajaki opsi lain dengan Bank Victoria Syariah.
Menanggapi keputusan ini, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal mencurigai adanya dugaan fraud atau penggelapan uang di PT Bank Muamalat. “Kami ingin kejelasan terhadap rencana BTN untuk melepas unit usaha syariahnya. Sebelumnya, kita tahu mereka sedang proses akuisisi dengan Bank Muamalat,” kata Hekal di Kompleks Parlemen, Senayan.
“Namun, dalam perjalanannya, prosesnya tertunda-tunda, bahkan ada isu bahwa di dalam Bank Muamalat terjadi fraud. Kami khawatir kalau BTN diberikan beban untuk menyelamatkan ini,” jelasnya.(*)