KABARBURSA.COM – Pemerintah Indonesia mengambil langkah proaktif untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor Amerika Serikat dengan mempercepat penjajakan dan penyelesaian perjanjian dagang dengan berbagai mitra strategis lainnya. Langkah ini menjadi bagian dari strategi diversifikasi ekspor di tengah ketidakpastian negosiasi dagang dengan Amerika Serikat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa kontribusi ekspor Indonesia ke Amerika Serikat saat ini hanya sekitar 10 persen. Meski demikian, langkah diversifikasi tetap diperlukan guna mengantisipasi dampak dari potensi kenaikan tarif.
“Terkait dengan pasar ekspor, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat saat ini mencapai 10 persen. Oleh karena itu, kita juga menjajaki kerja sama dengan mitra dagang lainnya,” ujar Airlangga dalam konferensi pers daring, dikutip Jakarta, Sabtu, 19 April 2025.
Salah satu fokus utama pemerintah adalah percepatan penyelesaian perjanjian dagang antara Indonesia dan Uni Eropa, atau European Union–Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU–CEPA). Selain itu, Indonesia juga menargetkan penyelesaian kerja sama dengan kawasan Eurasia pada bulan Juni mendatang.
“Dalam pembicaraan dengan Menteri Perdagangan Australia, Australia menyatakan kesediaannya untuk menyerap lebih banyak produk dari Indonesia,” tambahnya.
Langkah strategis lainnya adalah mendorong percepatan aksesi Indonesia ke dalam Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP), yang akan membuka akses ke pasar baru seperti Meksiko, Inggris, dan beberapa negara Amerika Latin.
“Indonesia juga mendorong percepatan aksesi ke dalam CPTPP, karena dengan bergabung dalam perjanjian tersebut, pasar Meksiko dan Inggris akan terbuka, serta beberapa negara di Amerika Latin lainnya,” jelas Airlangga.
Kendati pemerintah mulai memperluas pasar ekspor, Airlangga tetap optimistis terhadap hasil akhir negosiasi dagang dengan Amerika Serikat yang akan berlangsung selama 60 hari. Pemerintah berharap, melalui jalur diplomasi dan negosiasi teknis, Indonesia bisa mendapatkan perlakuan tarif yang lebih adil.
“Namun demikian, Indonesia tetap optimistis bahwa dalam 60 hari masa perundingan, akan tercapai hasil yang positif,” tutupnya.
Ekspor Produk Unggulan
Untuk diketahui, Airlangga sempat membeberkan tarif masuk produk-produk unggulan RI imbas tarif tambahan tersebut kini lebih lebih tinggi dibandingkan beberapa negara pesaing.
"Saat sekarang untuk produk ekspor utama Indonesia seperti garment, alas kaki, tekstil, furniture, dan udang itu menjadi produk yang Indonesia mendapatkan tarif biaya masuk lebih tinggi dibandingkan beberapa negara pesaing baik dari ASEAN maupun non-ASEAN negara," ungkap dia dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Jumat 18 April 2025.
Ia pun merinci tarif dasar yang dikenakan untuk produk unggulan seperti tekstil, garmen, dan alas kaki sebelumnya dikenai tarif dasar antara 10 hingga 37 persen.
Namun, sejak awal April, adanya tambahan tarif sebesar 10 persen membuat total bea masuk melonjak menjadi antara 20 hingga 47 persen, tergantung pada jenis produknya.
Ia menegaskan, penerapan tarif yang lebih tinggi terhadap produk unggulan tersebut membuat posisi produk Indonesia menjadi kurang kompetitif.
“Dengan berlakunya tarif selama 90 hari untuk 10 persen, maka tarif rata-rata Indonesia untuk khusus di tekstil, garment ini kan antara 10 persen sampai dengan 37 persen. Maka dengan diberlakukannya 10 persen tambahan, maka tarifnya itu menjadi 10 ditambah 10 ataupun 37 ditambah 10,” jelasnya.
Menurut Airlangga, beban tarif tersebut tidak hanya dirasakan oleh pembeli di AS, tapi juga diminta untuk ditanggung bersama oleh eksportir Indonesia.
“Ini juga menjadi concern bagi Indonesia karena dengan tambahan 10 persen ini, ekspor kita biayanya lebih tinggi. Karena tambahan biaya itu diminta oleh para pembeli agar di-sharing dengan Indonesia, bukan pembelinya saja yang membayar pajak tersebut,” tegasnya.
Oleh karena itu, isu ini dibahas dalam pertemuan bilateral Indonesia dengan pejabat perdagangan Amerika, termasuk USTR dan Secretary of Commerce. Dalam pertemuan itu, Indonesia dan AS sepakat membentuk tim teknis untuk merumuskan langkah-langkah lanjutan, termasuk membahas tarif dan kemitraan ekonomi strategis lainnya.
“Indonesia menyepakati dengan Amerika akan diberikan langkah-langkah lanjutan dengan tim teknis baik dari USTR maupun dari Secretary of Commerce,” ungkap Airlangga.
Yang menarik, kata dia, kedua negara juga sepakat untuk menyelesaikan perundingan ini dalam waktu yang relatif cepat.
“Indonesia dan Amerika Serikat bersepakat untuk menyelesaikan perundingan ini dalam waktu 60 hari dan sudah disepakati kerangka ataupun pre-vote acuannya,” ujarnya.
Format kesepakatan juga telah dirancang, mencakup kemitraan perdagangan, investasi, hingga mineral penting.
“Formatnya pun sudah disepakati, format dari pre-vote perjanjian tersebut dan scoping-nya termasuk kemitraan perdagangan investasi, kemitraan dari mineral penting dan juga terkait dengan reliability daripada koridor rantai pasok yang mempunyai resiliensi tinggi,” jelas Airlangga.
Airlangga menyebut, proses negosiasi berjalan secara positif dan membangun. Indonesia dan Amerika Serikat pun sepakat menargetkan penyelesaian pembahasan dalam kurun waktu 60 hari. Saat ini, kerangka kemitraan di bidang perdagangan dan investasi telah disusun, yang akan dimatangkan melalui satu hingga tiga sesi pertemuan lanjutan.
“Hasil-hasil pertemuan tersebut akan dilanjuti dengan berbagai pertemuan, bisa satu, dua, atau tiga putaran. Dan kami berharap dalam 60 hari kerangka tersebut bisa ditindaklanjuti dalam bentuk format perjanjian yang akan disetujui antara Indonesia dan Amerika Serikat,” pungkas Airlangga.(*)