Logo
>

Permendag 8/2024 Dituding Pemicu Bangkrutnya Sritex

Ditulis oleh KabarBursa.com
Permendag 8/2024 Dituding Pemicu Bangkrutnya Sritex

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang berfokus pada Kebijakan dan Pengaturan Impor.

    Permendag ini diidentifikasi sebagai salah satu faktor penyebab kesulitan yang dialami oleh Sritex, salah satu perusahaan tekstil besar di Indonesia.

    Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengonfirmasi bahwa pertemuan berlangsung di Bandung, Jawa Barat.

    “Saya mendapatkan informasi bahwa pertemuan tersebut membahas Permendag 8/2024 antara Kemenperin, Kemendag, dan Bea Cukai,” kata Febri di Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.

    Namun, ia belum bisa memberikan rincian hasil pertemuan tersebut, hanya memastikan bahwa diskusi berfokus pada persoalan yang dihadapi industri tekstil, termasuk Sritex.

    Menurut Febri, Sritex telah mengalami masalah yang berkepanjangan, tetapi situasi perusahaan semakin parah sejak penerapan Permendag 8/2024 pada Mei 2024.

    “Puncaknya terjadi akibat Permendag 8/2024, yang memberikan kelonggaran pada impor produk tekstil dan pakaian jadi,” ujarnya.

    Ia menjelaskan bahwa sebelum Permendag 8/2024, regulasi impor diatur melalui Permendag 36/2023, yang membatasi masuknya barang impor melalui larangan terbatas dan penerbitan Peraturan Teknis (Pertek) oleh Kemenperin.

    “Dengan skema tersebut, kami bisa mengendalikan masuknya produk luar negeri dan melindungi industri domestik,” kata Febri.

    Namun, setelah hadirnya Permendag 8/2024 justru diindikasi menjadi menyebabkan semakin terpuruknya industri tekstil karena melonggarkan aturan impor.

    Febri menyoroti bahwa kini barang-barang seperti pakaian jadi dan sepatu dapat diimpor dengan lebih mudah dan harga yang lebih murah, sehingga membuat produk dalam negeri sulit bersaing.

    Rencana pertemuan ini sebelumnya diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, yang juga menekankan pentingnya membahas dampak Permendag 8/2024 terhadap industri tekstil.

    “Minggu depan, kami akan membahas kondisi industri tekstil, termasuk dampak dari Permendag 8/2024,” kata Isy di Kementerian Perdagangan, Rabu, 30 Oktober 2024.

    Ketika ditanya kemungkinan revisi aturan, Isy menekankan bahwa keputusan akan tergantung pada hasil rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, dan belum dapat memastikan apakah akan ada perubahan.

    Sementara itu, Reni Yanita, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKTF), mengungkapkan bahwa industri tekstil menghadapi tantangan serius akibat tiga faktor, yaitu banjir produk impor setelah pandemi COVID-19, konflik global, dan penerapan Permendag 8/2024.

    “Kita perlu kebijakan yang tepat untuk melindungi industri tekstil, agar tidak terjadi kasus serupa Sritex,” tegasnya di Kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024.

    50 Ribu Karyawan Sritex Terancam Di-PHK

    Nasib 50.000 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terancam pasca perusahaan tekstil tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang.

    Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa pihaknya sedang mengkaji beberapa opsi untuk menangani kondisi ini.

    “Bapak Presiden Prabowo memerintahkan kepada Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema menyelamatkan Sritex,” kata Agus Gumiwang, Kamis, 31 Oktober 2024.

    Meski begitu, Agus Gumiwang menyatakan bahwa pemerintah akan memprioritaskan karyawan Sritex dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).

    Pemerintah, lanjut Agus, segera mengambil langkah-langkah yang progresif agar Sritex tetap dapat beroperasi, sehingga karyawan terhindar dari ancaman PHK.

    “Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu dekat, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatannya,” jelas Agus.

    Diberitakan sebelumnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada perkara Nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

    Keputusan pailit itu dikhawatirkan akan berimbas pada pemecatan karyawan Sritex. Terkait hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah meminta agar Sritex tidak langsung melakukan PHK terhadap karyawannya.

    “Kemnaker meminta kepada PT Sritex dan anak-anak perusahaannya yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang agar tidak terburu-buru melakukan PHK kepada pekerjanya, sampai dengan adanya putusan yang inkrah atau dari MA,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Indah Anggoro Putri.

    Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani meminta Kementerian Ketanagakerjaan segera turun tangan menangani kasus tersebut.

    Kata dia, nasib 50.000 karyawan Sritex berada di ujung tanduk jika tidak ada intervensi nyata dari pemerintah.

    “Kepailitan ini tidak boleh dianggap sepele, karena jika dibiarkan tanpa penanganan serius, risikonya adalah terjadinya pemutusan kerja bagi puluhan ribu karyawan Sritex,” tegas Netty di Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.

    Sebagai salah satu pemain utama industri tekstil, Sritex tak hanya memiliki kapasitas produksi besar hingga 1,1 juta bal kain per tahun, tetapi juga jaringan pemasarannya yang tersebar di lebih dari 100 negara di berbagai negara di dunia.

    Dengan skala sebesar itu, Netty mengingatkan bahwa krisis di Sritex bisa berdampak langsung pada stabilitas ekonomi nasional dan mata pencaharian ribuan keluarga.

    “Perlindungan pekerja harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan pemerintah. Saya sepakat, pemerintah harus segera bertindak melindungi para pekerja Sritex yang berjumlah 45.000-50.000 orang. Di balik mereka, ada puluhan hingga ratusan ribu anggota keluarga yang bergantung pada perusahaan ini,” tegasnya.

    Netty pun mendorong pemerintah untuk meninjau ulang regulasi perdagangan dan ketenagakerjaan yang berpotensi mengancam keberlangsungan industri dalam negeri.

    Menurutnya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor telah menambah beban berat bagi industri tekstil nasional dengan memudahkan akses barang impor tanpa persetujuan teknis, yang kini membanjiri pasar domestik.

    “Sudah saatnya kebijakan ini mempertimbangkan potensi dalam negeri. Jika kebijakan impor justru merugikan industri lokal, maka perlu ada evaluasi, baik untuk direvisi atau bahkan dicabut,” pungkas Netty. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi