KABARBURSA.COM – Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi menilai, langkah pemerintah mengumumkan peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen sebagai upaya menjaga konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas.
Ia menilai penerapan tarif PPN 12 persen untuk barang-barang mewah dapat memberi dampak positif terhadap konsumsi masyarakat.
“PPN 12 persen itu hanya diterapkan untuk barang-barang kelas atas, seperti pesawat dan rumah dengan harga di atas 35 miliar. Ini sebenarnya merespon baik keinginan masyarakat dan ekonom, di mana konsumsi dari kalangan atas akan tetap mendorong perekonomian,” jelasnya kepada kabarbursa.com, Jumat 3 Januari 2025.
Sementara untuk kalangan menengah ke bawah, pemerintah telah menyiapkan paket stimulus senilai Rp 38,6 triliun untuk membantu masyarakat, termasuk bantuan pangan untuk 16 juta penerima.
Menurutnya hal inj dapat mengurangi beban ekonomi masyarakat. Dia mencontohkan salah satunya seperti diskon 50 persen untuk biaya listrik selama dua bulan.
Meski diskon ini hanya bersifat sementara dan bisa jadi tidak cukup untuk mengatasi tantangan jangka panjang, terutama ketika harga barang pokok diperkirakan akan terus naik. Setidaknya kata dia diskon tersebut memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengalokasikan dana mereka untuk kebutuhan lain atau menabung.
“Biasanya stimulus besar diberikan menjelang pilpres atau pilkada, namun di 2025, pemerintah akan memberikan stimulus luar biasa. Ini akan berdampak pada daya beli masyarakat, terutama yang dari kelas bawah,” ungkapnya.
Tapi, dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menghentikan impor gula, beras, dan garam yang diputuskan pemerintah untuk dilakukan pada 2025 berpotensi menekan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.
“Harga barang-barang ini pasti akan naik, dan ini berpotensi membuat inflasi semakin meningkat,” ujarnya.
Namun, inflasi yang terjadi di Indonesia, menurutnya, masih terkendali, terutama dengan adanya intervensi dari pemerintah dalam bentuk bantuan sosial (bansos) dan stimulus.
“Target pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2025 adalah 8 persen. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan memperkuat konsumsi masyarakat. Itu bisa dicapai dengan kebijakan stimulus besar-besaran,” katanya.
Dampak PPN 12 Persen
Penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen yang hanya berlaku untuk barang-barang mewah dinilai sebagai langkah strategis untuk mendorong daya beli produk lain di kalangan masyarakat Indonesia.
Ketua Dewan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudi Sadewa, menyambut positif kebijakan pengkategorian kenaikan PPN tersebut. Menurutnya, langkah ini akan memberikan dampak yang baik bagi perekonomian nasional.
Perubahan ini dianggap mencerminkan pergeseran fokus pemerintah, dari awalnya bertujuan meningkatkan pendapatan negara melalui pajak, kini lebih diarahkan untuk menguatkan daya beli masyarakat.
“Kalau saya bilang ini agak berbalik 180 derajat. Walau tidak kelihatan gamblang tapi bagi saya kelihatan sekali,” ujar Purbaya di kantor BEI, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Januari 2025.
Purbaya menjelaskan bahwa kenaikan PPN hanya diberlakukan pada barang-barang mewah, sementara tarif PPN untuk kategori lainnya tetap stabil. Namun, ia tidak merinci secara spesifik barang apa saja yang masuk dalam kategori mewah.
“PPN tidak naik, mewah saja. Tapi sudah dihitung untuk mengurangi dampak PPN sebelumnya kan tetap dikeluarkan. Tidak dipotong,” ungkapnya.
Ia optimistis kebijakan ini akan memberikan stimulus positif pada ekonomi Indonesia, terutama dalam mendorong pertumbuhan konsumsi serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
“Daya beli masyarakat bertambah, ekonomi akan bertumbuh lebih cepat. Demand juga akan makin tumbuh,” katanya.
Kriteria Barang Mewah
Pemerintah telah memberikan kepastian terkait kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) di awal tahun 2025. Dalam pengumuman resmi yang disampaikan pada Selasa, 31 Desember, disebutkan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya akan diterapkan untuk kategori barang-barang mewah.
Kebijakan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan No. 15/2023 dan No. 42/2022. Sementara itu, tarif PPN untuk barang dan jasa umum tetap berada di angka 11 persen tanpa perubahan. Selain itu, barang dan jasa yang sebelumnya telah dibebaskan dari PPN juga tetap tidak dikenakan pajak.
Keputusan ini sekaligus menjadi revisi dari kebijakan sebelumnya yang sempat disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sebelumnya, disebutkan bahwa kenaikan tarif PPN akan berlaku untuk semua kategori barang dan jasa, dengan pengecualian beberapa komoditas seperti minyak goreng curah, tepung terigu, dan gula industri.
Kabar ini memberikan angin segar bagi sektor bisnis dan masyarakat, terutama karena paket stimulus yang telah diumumkan pemerintah pada 16 Desember 2024 akan terus berlanjut.
Dalam pandangan sektor konsumsi, kebijakan ini dianggap sebagai langkah positif untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama pada segmen menengah ke bawah. Emiten-emiten seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), dan PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) diperkirakan akan memperoleh manfaat langsung dari stabilnya tarif pajak ini. (*)