Logo
>

PPN Naik Jadi 12 Persen, PPh UMKM Seharusnya Turun

Ditulis oleh KabarBursa.com
PPN Naik Jadi 12 Persen, PPh UMKM Seharusnya Turun

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mendesak pemerintah memperpanjang tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5 persen yang akan berakhir pada akhir 2024.

    Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 untuk pelaku usaha dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun.

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menilai insentif ini sangat penting dan mengusulkan agar tarif PPh untuk UMKM bahkan diturunkan lebih rendah.

    “PPh Final 0,5 persen sebaiknya dipertahankan, bahkan kalau bisa diturunkan menjadi 0,1 hingga 0,2 persen dari omzet. Ini penting agar UMKM tetap dapat bertahan," ujar Bhima, Jumat, 22 November 2024.

    Ia juga menyoroti dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan yang dinilai dapat menambah beban UMKM.

    Selain itu, perlambatan pertumbuhan kredit untuk sektor ini menjadi alasan perlunya stimulus fiskal yang lebih besar.

    “Dengan tarif pajak yang lebih rendah, kepatuhan UMKM dalam membayar pajak akan meningkat, yang pada akhirnya turut mendongkrak penerimaan negara,” ujar Bhima.

    Sebagai penggerak utama perekonomian, UMKM yang menyerap 97 persen tenaga kerja perlu dilindungi. Bhima menyebutkan, insentif pajak yang lebih rendah dapat memberikan kepastian usaha sekaligus mengurangi dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor padat karya.

    Hal senada dikatakan Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto. Dia menyatakan mendukung perpanjangan insentif ini.

    Menurut Eko, dukungan fiskal sangat dibutuhkan, terutama bagi sektor UMKM yang masih berjuang pulih dari dampak pandemi. Ia juga menilai kenaikan PPN sebaiknya ditunda hingga pertumbuhan ekonomi mencapai enam persen.

    Sementara itu, Kementerian Koperasi dan UKM sedang berdiskusi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memperpanjang kebijakan ini. Menteri UMKM Maman Abdurrahman menegaskan pentingnya insentif pajak tersebut untuk meringankan beban usaha.

    Katanya, jika tidak diperpanjang, UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), sementara yang omzetnya lebih besar dikenakan tarif progresif hingga 35 persen.

    Penghapusan Kredit Macet UMKM

    Sementara itu, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar berharap kebijakan penghapusan kredit macet bagi UMKM segera terealisasi. Kebijakan ini mencakup UMKM di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan, serta sektor lainnya, guna memulihkan akses pembiayaan bagi pelaku usaha.

    “Kami berharap proses penghapusan ini bisa segera dilakukan, agar UMKM yang terhapus kredit macetnya dapat kembali memperoleh akses pembiayaan,” ujar Mahendra dalam acara peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) 2024–2028 di Jakarta Selatan, Senin, 25 November 2024.

    Penghapusan kredit macet tersebut, kata Mahendra, akan dilakukan oleh bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), sementara OJK bertugas mengawasi implementasinya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan kebijakan penghapusan kredit macet ini melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024, yang ditandatangani pada 5 November 2024. Kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan masukan dari petani dan nelayan di berbagai wilayah Indonesia.

    “Dengan kebijakan ini, kami berharap petani dan nelayan lebih berdaya guna untuk mendukung perekonomian nasional,” ujar Prabowo.

    [caption id="attachment_101987" align="aligncenter" width="1341"] Pelaku UMKM Indonesia (Foto: Abbas Sandji/Kabar Bursa)[/caption]

    Di kesempatan berbeda, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut kebijakan ini menargetkan UMKM di sektor strategis, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan, termasuk industri kreatif, mode, dan kuliner.

    “Kebijakan ini strategis untuk mendukung ketahanan pangan serta perekonomian nasional,” jelas Sri Mulyani melalui akun Instagram resminya pada 6 November 2024.

    Sri Mulyani menambahkan, selain sektor prioritas, syarat penerima manfaat meliputi UMKM yang terdampak bencana alam, pandemi COVID-19, atau tidak mampu membayar utang karena situasi sulit. Kredit yang dihapuskan maksimal sebesar Rp500 juta untuk badan usaha dan Rp300 juta untuk individu dengan tenor pinjaman 10 tahun.

    Kebijakan ini diharapkan memperkuat keberlanjutan UMKM sekaligus membuka peluang usaha baru, sehingga pelaku UMKM dapat terus berkembang dan mandiri. Persyaratan teknis lainnya akan diatur lebih lanjut oleh kementerian dan lembaga terkait.

    PPN 12 Persen Cekik Pelaku UMKM

    Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengatakan kebijakan PPN menjadi 12 Persen bisa berdampak pada kenaikan harga kebutuhan dan bersifat multiplier effect. Ia pun meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan tersebut karena memukul para pelaku UMKM.

    “Meskipun sudah diputuskan sebelumnya, tidak ada salahnya sebuah kebijakan yang berdampak luas bagi rakyat itu dikaji ulang. Dampak yang signifikan tentu akan dirasakan oleh pelaku UMKM. Terutama terhadap keberlanjutan UMKM,” kata Amin kepada Kabar Bursa, Senin, 25 November 2024.

    Sedikitnya ada empat dampak PPN 12 persen terhadap UMKM. Pertama, kata Amin, para pelaku UMKM berpotensi menaikan harga produknya. Pada titik tertentu, kondisi ini menimbulkan kecenderungan publik untuk memilih produk dengan harga yang lebih terjangkau.

    “UMKM yang memasukkan PPN ke dalam harga jual kemungkinan harus menaikkan harga produk atau jasa mereka. Hal ini dapat mengurangi daya saing, terutama jika konsumen cenderung mencari alternatif yang lebih murah,” katanya.

    Di samping tergerusnya daya saing industri, Amin menilai kondisi tersebut juga berdampak pada penurunan permintaan. Harga yang lebih tinggi berpotensi menurunkan permintaan, terutama di segmen konsumen menengah ke bawah yang lebih sensitif terhadap perubahan harga.

    Dampak ketiga, UMKM akan terbebani biaya administrasi tambahan. Bagi UMKM yang belum terbiasa dengan detail pencatatan pajak, kata Amin, kenaikan PPN akan menghambat proses administrasi. “Bagi UMKM yang belum terbiasa dengan pencatatan pajak yang detail, kenaikan PPN dapat mempersulit administrasi mereka, terutama dalam hal pelaporan pajak yang lebih kompleks,” jelasnya.

    Dampak keempat, Amin menyebut akan terjadi tekanan arus kas UMKM. Apalagi, para pelaku usaha yang memiliki margin rendah. “PPN yang harus dibayarkan lebih besar dapat menekan arus kas UMKM, terutama bagi usaha dengan margin kecil,” katanya.

    Perlu Dibarengi Kebijakan yang Berpihak

    Amin mengatakan jika pemeritah tetap ingin memberlakukan PPN 12 persen, perlu ada kebijakan yang berpihak pada pelaku UMKM. Pemerintah, misalnya, perlu menerapkan tarif khusus pada UMKM.

    “Pengecualian atau Tarif PPN lebih rendah untuk UMKM. Pemerintah dapat mempertimbangkan tarif PPN khusus bagi UMKM, misalnya 6 persen hingga 10 persen, sehingga beban tidak terlalu berat dibandingkan perusahaan besar,” jelasnya.

    Selain itu, Amin mengatakan pemerintah perlu memberikan insentif, seperti pengurangan PPh atau subsidi biaya produksi yang dapat membantu UMKM tetap kompetitif. Di sisi lain, ia juga menilai perlunya pemerintah memberi edukasi, pelatihan, administrasi, hingga manajemen pajak agar UMKM mampu beradaptasi dengan kenaikan PPN.

    Tak hanya itu, Amin juga menyarankan pemerintah memberikan subsidi digitalisasi. Menurutnya, langkah digitalisasi perlu dilakukan untuk mendorong pemanfaatan teknologi dalam pencatatan UMKM.

    “UMKM dapat didorong untuk menggunakan teknologi dalam pencatatan transaksi dan manajemen pajak, misalnya melalui subsidi perangkat lunak akuntansi,” jelasnya.

    Terakhir, Amin meminta pemerintah memberi akses pembiayaan murah. Hal itu dinilai perlu untuk mempermudah akses kredit dengan bunga rendah yang dapat membantu UMKM mengatasi dampak kenaikan biaya operasional akibat tingginya ketetapan PPN. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi