KABARBURSA.COM - Indonesia termasuk negara yang aktif menggunakan kebijakan antidumping. Berdasarkan data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sejak 1996 Indonesia tercatat telah melakukan 154 kali penyelidikan antidumping yang dihitung berdasarkan penyelidikan per produk per negara.
Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada posisi ke-13 di dunia dan posisi kesatu di Asia Tenggara (ASEAN) sebagai negara yang paling banyak melakukan penyelidikan antidumping.
Dikutip dari keterangan resmi Kementerian Perdagangan (Kemendag), tindakan antidumping bertujuan untuk mengatasi produk impor curang atau unfair trade, sehingga produk dalam negeri dapat bersaing secara sehat dengan produk impor.
Antidumping dikenakan kepada perusahaan atau importir yang menjual produk ke Indonesia dengan harga lebih rendah dibanding harga jual di negara asal.
Jika terbukti menyebabkan terjadinya kerugian pihak tertentu yang diakibatkan praktik dumping, maka akan dikenakan tindakan antidumping yaitu Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).
Untuk dapat mengenakan BMAD, penyelidikan harus dilakukan terlebih dahulu oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Waktu yang dibutuhkan untuk penyelidikan antidumping maksimal 12 bulan dan dapat diperpanjang untuk enam bulan.
Indonesia juga termasuk negara yang aktif menggunakan kebijakan tindakan pengamanan. Berdasarkan data WTO, lima besar negara yang aktif memanfaatkan tindakan pengamanan sejak menjadi anggota WTO adalah Indonesia (28 produk), India (24 produk), Turki (20 produk), Filipina (10 produk), dan Yordania (9 produk).
Penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan dilakukan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). Penyelidikan untuk tindakan pengamanan perdagangan membutuhkan waktu sekitar tujuh sampai sembilan bulan.
Tindakan pengamanan atau safeguard merupakan tindakan sementara dengan jangka waktu tertentu. Untuk itu, penyesuaian struktural yang dikomitmenkan industri dalam negeri harus dilaksanakan agar tetap berdaya saing setelah jangka waktu tindakan pengamanan telah habis.
Gunakan BMAD dan BMTP, Kemendag Awasi Produk Impor Ilegal
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan akan mengawasi barang impor melalui Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Hasibuan, mengatakan penyelidikan serta penerapan BMAD dan BMTP berhubungan dengan produk-produk impor yang berkaitan erat dengan bahan baku untuk industri di dalam negeri.
“Produk-produk tersebut di antaranya pakaian dan aksesori pakaian, kain, tirai, karpet, benang stapel, filamen benang (yarn), ubin keramik, evaporator kulkas dan pembeku (freezer), baja, kertas, lysine, pelapis keramik, dan plastik kemasan,” kata Bara Hadibuan kepada Kabar Bursa di Jakarta, Senin, 15 Juli 2024.
Perlu diketahui, BMAD dan BMTP diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
Perbedaan mendasar antara tindakan antidumping dan tindakan pengamanan perdagangan terletak pada subjek pengenaannya. Dalam mengenakan kedua instrumen tersebut pun terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
Menurut Bara, hal utama yang harus ada yaitu industri dalam negeri mengalami kerugian atau ancaman kerugian.
“Selain itu, harus ada hubungan sebab akibat antara kedua persyaratan tersebut,” lanjut dia.
Adapun Indonesia pernah menyelidik sejumlah negara dengan BMAD maupun BMTP. Di antaranya India, Republik Korea Selatan (Korsel), China, Jepang, Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Rusia, Kazhakstan, Australia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Hongkong, Turki, Pakistan, Persatuan Emirat Arab, Singapura, Taiwan, Bangladesh, dan Mesir.
Di sisi lain, Kemendag dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia beberapa waktu lalu sepakat membentuk satuan tugas (satgas) untuk menyelidiki kesalahan data impor yang telah menimbulkan perbedaan signifikan antara data impor dari dalam negeri dan luar negeri.
Keputusan ini diambil setelah pertemuan yang diadakan di kantor Kemendag di Jakarta, Selasa, 9 Juli 2024.
Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, menjelaskan bahwa ketidaksamaan data impor ini menjadi alasan utama pembentukan satgas tersebut.
“Data impor kita dari luar negeri dan data impor dari dalam negeri bedanya jauh,” ungkap Zulkifli.
Ia menegaskan bahwa tugas utama satgas ini adalah mencari tahu penyebab dari perbedaan data tersebut.
“Satgas ini, pertama kami akan melakukan cek lapangan, benar enggak barang yang ilegal itu banyak?” lanjut Zulkifli.
Meskipun Zulkifli tidak memberikan rincian jumlah selisih perbedaan data, ia menyebutkan bahwa kesalahan data impor tersebut melibatkan tujuh komoditas utama, termasuk alas kaki dan pakaian jadi.
Selain itu, Zulkifli juga menyatakan bahwa kesalahan data impor tidak hanya berasal dari China, tetapi juga dari berbagai negara asal barang yang diimpor.
Sebelumnya, Kadin Indonesia telah merekomendasikan kepada pemerintah untuk membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Impor Ilegal dan Penertiban Barang Impor Ilegal.
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk mengatasi kekhawatiran meningkatnya produk impor ilegal yang masuk ke pasar domestik.
“Kadin Indonesia berharap jalur masuk ilegal yang marak menjadi jalur masuk ke pasar dalam negeri dapat ditindak dengan tegas. Kami merekomendasikan pemerintah untuk membentuk Satgas pemberantasan impor ilegal dan penertiban barang impor ilegal,” kata Yukki dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu, 3 Juli 2024.
Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap rencana pemerintah untuk meningkatkan bea masuk sejumlah komoditas hingga 200 persen.
Kadin bersama asosiasi dan himpunan pelaku usaha yang bernaung di dalamnya meminta agar selalu dilibatkan dalam pembentukan Satgas tersebut. Yukki berharap pemerintah dapat menelaah lebih lanjut jenis produk dan jalur masuk terkait dugaan impor ilegal serta memberikan tindakan tegas.
Sementara itu, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk membentuk Badan Logistik Nasional (BLN) guna mendukung target pertumbuhan ekonomi pemerintahan baru sebesar delapan persen. Ketua Umum DPP ALFI, Akbar Djohan, menegaskan pentingnya tata kelola logistik yang baik untuk mencapai target tersebut.
“Kalau ada tata kelola logistik dan ada badannya, nggak mustahil itu karena faktanya, kita selalu di atas lima persen pertumbuhannya,” kata Akbar usai menghadiri Indonesia Port Editors’ Club (IPEC).
Dengan adanya Satgas Pemberantasan Impor Ilegal dan BLN, diharapkan tercipta sistem yang lebih teratur dan transparan dalam proses impor, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. (yog/*)