KABARBURSA.COM - Menyelamatkan planet itu urusan tahun 2024. Sekarang, para pemimpin energi bersih di seluruh dunia sedang mengubah cara mereka berkomunikasi. Fokusnya bukan cuma menyelamatkan lingkungan, tapi juga membangun kekayaan. Karena di era nasionalisme dan kepemimpinan ala taipan, bicara soal uang jelas lebih menjual.
Selama ini, industri energi terbarukan di AS dan PBB kerap menekankan pentingnya mengurangi emisi gas rumah kaca demi kesehatan lingkungan dan manusia. Mereka mengingatkan dunia soal gelombang panas ekstrem, bencana iklim yang merugikan miliaran dolar, serta dampak kemanusiaannya.
Tapi setelah Presiden Donald Trump kembali berkuasa dan langsung mencabut berbagai kebijakan energi hijau sambil mengumumkan niatnya untuk membebaskan industri minyak, gas, dan pertambangan, strategi komunikasi pun berubah. Minggu ini, dalam rangkaian lobi di Washington, para pemain energi bersih—dari tenaga surya, angin, hingga hidro—menyoroti peran mereka dalam ekonomi energi dan manufaktur AS yang kuat. Bahkan, mereka mengenakan pin bertuliskan “Dominasi Energi Amerika”—frasa favorit Trump.
Sementara itu, dalam pidato kebijakan di Brasil, Kamis lalu, petinggi iklim PBB lebih menonjolkan fakta bahwa dana sebesar USD2 triliun (sekitar Rp32.000 triliun) sedang mengalir ke proyek energi bersih. Ia mengingat obrolannya dengan seorang teman yang menyarankan imbauan moral tak selalu cukup.
“Dalam perlombaan kehidupan… selalu dukung kepentingan pribadi—apa untungnya buat saya?” kata Sekretaris Eksekutif Iklim PBB, Simon Stiell, mengutip temannya itu, dikutip dari AP di Jakarta, Sabtu, 8 Februari 2025.
Sebenarnya, pendukung energi bersih sudah lama membawa narasi ini, tapi lanskap politik dan ekonomi saat ini, terutama di AS, membuatnya semakin relevan.
“Ini adalah pesan yang sangat ampuh untuk menjangkau kalangan konservatif karena memang benar adanya,” ujar mantan anggota Kongres AS dari Partai Republik, Bob Inglis, yang mendirikan RepublicEN.org, organisasi konservatif yang mendorong aksi iklim. “Kalau kita bisa memainkan kartu ini dengan benar, kita bisa menciptakan banyak kekayaan dan lapangan kerja di Amerika.”
Inglis mencontohkan bagaimana Elon Musk membangun kerajaan bisnisnya lewat mobil listrik, panel surya, dan baterai.
“Kalangan konservatif akan lebih tertarik kalau mendengar bahwa mereka bisa meraup keuntungan dari ini. Kalau tidak, mereka akan bertanya-tanya, kenapa harus diberikan secara cuma-cuma?” kata Inglis.
Selama ini, penciptaan lapangan kerja sudah menjadi salah satu daya tarik utama energi surya, angin, dan kendaraan listrik. Tapi sekarang, ada dorongan untuk berhenti menganggap kepentingan pribadi sebagai sesuatu yang buruk, dan justru menjadikannya alat untuk mempercepat transisi energi bersih.
Ketika Stiell menyebut angka USD2 triliun dalam pidatonya, ia menekankan energi bersih “tak terhentikan karena skala peluang ekonomi yang sangat besar”.
Ilmuwan iklim dari Universitas Princeton, Michael Oppenheimer, yang juga profesor hubungan internasional, melihatnya sebagai pendekatan yang masuk akal. “Perubahan iklim itu masalah yang sulit. Kalau ada orang yang perlu didekati lewat kepentingan pribadinya, yang kemudian bisa diarahkan untuk menyelesaikan masalah ini, kenapa tidak?” katanya.
Dalam pertemuan dengan lebih dari 100 anggota parlemen AS pekan ini, para pemimpin industri dari Asosiasi Energi Surya, Oceantic Network, dan berbagai organisasi lain mendesak agar insentif pajak tetap dipertahankan agar proyek-proyek mereka bisa bersaing secara global.
Direktur Eksekutif Carbon Capture Coalition, Jessie Stolark, pendekatan ini menyasar legislator yang mungkin skeptis terhadap isu perubahan iklim, tapi masih bisa diyakinkan dengan argumen ekonomi yang memimpin pengiriman surat lobi.
“Pada pemerintahan sebelumnya, kami menekankan kepentingan bersama dalam mitigasi iklim,” ujar Stolark. “Tapi dengan pemerintahan dan mayoritas Partai Republik saat ini, pesannya lebih banyak soal energi, ekonomi, dan lapangan kerja.”
“Kita harus bicara dengan audiens sesuai dengan apa yang penting bagi mereka, apa yang bisa mendorong percakapan ke arah yang lebih konstruktif,” tambahnya.
Liz Beardsley, penasihat kebijakan senior di U.S. Green Building Council—salah satu kelompok yang ikut serta dalam lobi besar-besaran di Washington—menegaskan ekonomi selalu menjadi bagian inti dari pesan mereka. “Berbuat baik itu juga baik untuk bisnis,” katanya.
Sementara itu, Direktur Columbia Center on Sustainable Investment, Lisa Sachs, justru menganggap menjual upaya iklim semata-mata demi kelestarian planet adalah hal yang tidak jujur.
“Kejujuran dan koherensi sektor bisnis serta keuangan dalam membangun argumen ekonomi untuk transisi energi ini benar-benar menyegarkan, setidaknya setelah bertahun-tahun kita disuguhi bahasa ganda, greenwashing, dan kebingungan,” ujar Sachs.
Menurutnya, strategi ini memang bukan solusi sempurna dari perspektif iklim atau sosial karena sektor swasta saja tidak bisa sepenuhnya mendorong dekarbonisasi ekonomi. “Tapi dalam pemerintahan ini, mungkin inilah cara terbaik kita untuk maju,” katanya.
Meski Presiden Donald Trump tampak sulit didekati dalam isu ini, Menteri Energi dan Menteri Dalam Negeri AS tetap bisa diajak bicara. Frank Maisano, juru bicara senior yang sudah lama berkecimpung dalam industri energi, mengatakan mereka punya kewenangan besar dalam menentukan arah kebijakan.
Sejarawan iklim dari Universitas Cambridge, Joanna Depledge, menilai sudah saatnya ada perubahan pendekatan. “Terus-menerus bicara soal krisis iklim yang katastrofik jelas tidak membawa dampak apa-apa,” katanya.
Jadi, alih-alih terus menakut-nakuti dunia dengan narasi bencana, kini strategi yang lebih membumi sedang diuji: energi hijau bukan hanya menyelamatkan planet, tapi juga peluang bisnis yang menggiurkan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.