KABARBURSA.COM - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyebut komunitas memiliki peran penting dalam membangun ekonomi hijau di Indonesia.
"Gaung pariwisata hijau yang berkualitas dan berkelanjutan ini semakin mendapat amplifikasi dari teman-teman komunitas," ujar Sandiaga dalam keterangannya, Sabtu, 20 Juli 2024.
Komunitas juga, tutur Sandiaga, dinilai berperan dalam membantu pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya ekonomi hijau dan praktik-praktik ramah lingkungan, mendorong inovasi dan kewirausahaan hijau, melaksanakan proyek hijau di komunitas, mendorong kebijakan ramah lingkungan, hingga membangun solidaritas serta kolaborasi.
Sandiaga menuturkan, pariwisata hijau bisa menciptakan banyak peluang mulai dari menjaga lingkungan hingga menangani sampah.
"Pariwisata hijau ini menciptakan banyak peluang mulai dari menjaga lingkungan, menangani sampah, menanam mangrove, restorasi terumbu karang, dan banyak lagi kegiatan yang bisa menghasilkan kesempatan untuk mencetak pemenang," ujar Sandiaga.
Indonesia memiliki potensi pariwisata yang amat tinggi. Dapat dilihat dari kekayaan alam yang luar biasa sehingga dibutuhkan tanggung jawab yang besar untuk menjaga dan melestarikan sumber daya alam yang dimiliki.
Pariwisata dan ekonomi kreatif yang ramah lingkungan adalah kunci untuk memastikan bahwa keindahan alam dan budaya tetap terjaga sehingga dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pernah menegaskan bahwa penerapan ekonomi hijau dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan rata-rata 6,22 persen hingga 2045.
“Dengan ekonomi hijau, pertumbuhan ekonomi jangka panjang dapat stabil di angka 6,22 persen hingga 2045, mengurangi emisi sebesar 86 juta ton CO2-ekuivalen, dan menciptakan hingga 4,4 juta lapangan kerja,” ujar Airlangga secara virtual dalam Green Economy Expo 2024, Kamis, 4 Juli 2024.
Airlangga menekankan pentingnya ekonomi hijau, tidak hanya untuk target pertumbuhan ekonomi, tetapi juga sebagai strategi untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menuju status negara maju. Ia menyoroti dua peluang utama dalam pengembangan ekonomi hijau. Pertama, transisi aktivitas ekonomi eksisting, terutama di sektor energi.
Indonesia diarahkan untuk mengadopsi energi baru dan terbarukan seperti energi surya, angin, air, dan biomassa. Selain itu, pengurangan emisi karbon dari PLTU akan dilakukan melalui kombinasi amonia dan Carbon Capture Storage (CCS). Ekosistem kendaraan listrik (EV) juga menjadi fokus untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil.
“Ekonomi hijau dan sirkular akan membantu industri di Indonesia untuk berdaya saing pada aspek keberlanjutan,” ujar Airlangga.
Saat ini, terdapat 152 perusahaan yang telah memiliki Sertifikat Industri Hijau, dengan manfaat ekonomi berupa penghematan energi senilai Rp3,2 triliun per tahun dan penghematan air senilai Rp169 miliar per tahun.
Peluang kedua adalah menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru melalui pengembangan sektor dan aktivitas sirkular yang inovatif, termasuk industri berbasis sumber daya alam hayati berkelanjutan atau bio-ekonomi, serta ekonomi biru dan industri pemanfaatan limbah.
Hingga saat ini, Pemerintah telah mengembangkan 22 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diharapkan dapat mengadopsi prinsip ekonomi hijau dan ekonomi sirkular. Airlangga juga memuji banyaknya perusahaan rintisan (startup) dan bisnis baru yang menerapkan prinsip 9R ekonomi sirkular: Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Refurbish, Remanufacture, Recycle, dan Recover.
Menurut dia, startup ini merupakan inovasi anak muda yang melihat peluang dalam implementasi ekonomi sirkular dan ekonomi hijau.
“UMKM juga dapat menjadi aktor utama dalam transisi ekonomi sirkular, seperti bisnis reparasi, pengumpulan barang elektronik bekas, dan daur ulang limbah. Baik startup maupun UMKM memerlukan dukungan pendampingan dan pendanaan untuk tumbuh dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional,” katanya.
Airlangga mengapresiasi peluncuran Peta Jalan dan Rencana Aksi Ekonomi Sirkular serta Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan.
“Kedua dokumen ini akan menjadi tonggak masa depan perekonomian Indonesia yang hijau dan berkelanjutan, bermanfaat bagi masyarakat dan alam nusantara,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, beberapa waktu lalu Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mewakili Indonesia bertemu dengan Sekretaris Departemen Perubahan Iklim, Energi, Lingkungan, dan Air Australia, David Fredericks.
Pertemuan ini bertujuan mempererat kerja sama dalam transisi energi dan pengembangan ekonomi hijau.
Australia adalah salah satu mitra penting bagi Indonesia. Pada 2023, Investasi Asing Langsung (FDI) dari Australia di Indonesia tumbuh sebesar 4 persen, mencapai 545,2 juta dolar AS. “Kami melihat potensi besar dalam mengembangkan proyek percontohan untuk kerja sama transisi energi, terutama di daerah terpencil di bawah Program KINETIK Framework,” kata Susiwijono.
Pertemuan ini merupakan bagian dari rangkaian kunjungan Sekretaris Fredericks ke Indonesia untuk memperdalam pemahaman mengenai kerja sama di bidang transisi energi. Selain itu, pertemuan ini juga bertujuan mendapatkan pandangan dari pemangku kepentingan di Indonesia terkait kerja sama yang lebih erat dalam sektor industri dan energi ramah lingkungan serta prioritas investasi antar kedua negara.
“Indonesia dan Australia dapat berkolaborasi lebih erat untuk memenuhi kebutuhan negara ketiga di kawasan melalui pengembangan sektor industri energi ramah lingkungan dan prioritas investasi,” ujar Fredericks. (yog/*)