Logo
>

Indef Dorong Reformasi Insentif Pajak dan Perkuat Investasi

Kebijakan insentif pajak, seperti tax holiday, diberikan secara lebih selektif dengan pendekatan berbasis kinerja.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Indef Dorong Reformasi Insentif Pajak dan Perkuat Investasi
Reformasi kebijakan fiskal dengan memperbaiki insentif pajak dan memperkuat stabilitas kebijakan investasi. Foto: Abbas/KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kepala Departemen Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M. Rizal Taufikurahman, mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi kebijakan fiskal dengan memperbaiki insentif pajak dan memperkuat stabilitas kebijakan investasi. 

    Langkah ini dinilai penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama setelah Dana Moneter Internasional (IMF) mengoreksi proyeksi pertumbuhan nasional.

    Rizal menyarankan agar kebijakan insentif pajak, seperti tax holiday, diberikan secara lebih selektif dengan pendekatan berbasis kinerja, bukan sekadar mengacu pada sektor prioritas. 

    “Saya kira salah satu oleh-oleh negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) adalah reformasi perpajakan, untuk menjadi lebih agresif dan tepat sasaran menjadi penting. Tax holiday lebih selektif, dengan pendekatan berbasis pada kinerja, bukan pada sektor prioritas formalitas,”  jelasnya dalam diskusi IMF Memprediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 - 2026 Hanya 4,7 Persen: Indonesia Bisa Apa? pada Senin, 28 April 2025.

    Selain itu, Rizal menilai optimalisasi kebijakan investasi menjadi kunci memperkuat fundamental ekonomi domestik. Ia menekankan pentingnya penguatan sistem perizinan berusaha melalui platform Online Single Submission (OSS). 

    Namun, menurutnya, masih terdapat kesenjangan antara desain kebijakan dan implementasi di lapangan yang menghambat realisasi investasi.

    “Para investor itu tidak hanya butuh kemudahan atau ‘karpet merah’, tapi yang lebih penting adalah kepastian bisnis dan stabilitas kebijakan daripada berbagai insentif,” jelas Rizal.

    Di sisi konsumsi, Rizal menekankan perlunya mendorong konsumsi berkualitas melalui peningkatan upah riil dan penguatan program perlindungan sosial adaptif. 

    Ia menyoroti pentingnya pembenahan mekanisme penetapan upah, pelatihan tenaga kerja, serta efektivitas program bantuan sosial yang lebih tepat sasaran.

    Lebih jauh, Rizal juga merekomendasikan penguatan sektor keuangan domestik dengan memperbesar pembiayaan ke sektor produktif seperti UMKM dan startup berbasis teknologi. 

    Ia mendorong perluasan instrumen pembiayaan jangka panjang seperti obligasi hijau dan sukuk wakaf linked projects untuk mendukung pertumbuhan yang lebih inklusif.

    Dalam menjaga momentum pertumbuhan, stabilitas makroekonomi tetap menjadi prioritas. Rizal mengingatkan perlunya kehati-hatian pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi, menjaga nilai tukar, serta mengelola defisit fiskal di tengah ketidakpastian global dan risiko lanjutan ketegangan perdagangan internasional. Ia juga menekankan pentingnya menjaga stabilitas harga pangan untuk mendukung konsumsi rumah tangga.

    Tak hanya itu, Rizal mendorong pemerintah untuk beralih dari sekadar hilirisasi komoditas primer menuju reindustrialisasi berbasis rantai nilai (value chain) yang lebih berteknologi.

    “Pembangunan ekosistem industri yang berbasis teknologi menengah hingga tinggi, seperti semikonduktor dan baterai kendaraan listrik, perlu menjadi prioritas utama,” katanya.

    Hadapi Sejumlah Tekanan

    Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai kondisi fiskal dan moneter Indonesia saat ini masih terkendali meski menghadapi sejumlah tekanan. Ia meminta publik menunggu data penerimaan lengkap sebelum mengambil kesimpulan, terutama mengenai pajak dari sektor korporasi.

    “Kalau dari sisi fiskal, tekanan kita ada di penerimaan. Tapi belum final karena kita masih tunggu pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan dari korporasi yang jatuhnya di April,” ujar Misbakhun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis 24 April 2025.

    Misbakhun mengatakan penerimaan pajak dari wajib pajak perorangan sudah masuk di bulan Maret, sementara penerimaan dari korporasi masih berproses di bulan April. Komisi XI lantas menjadwalkan rapat evaluasi khusus pada Mei mendatang. “Kami akan undang rapat khusus soal penerimaan pajak, kepabeanan, dan PNBP. Nanti akan kita bahas titik-titik mana yang perlu perhatian, termasuk kemungkinan revisi koordinasi teknis (Kortek),” Katanga.

    Sementara itu, dari sisi moneter, Misbakhun menyoroti tekanan utama yang datang dari pelemahan nilai tukar. Namun ia tetap optimistis jika program strategis pemerintah seperti hilirisasi dan Makan Bergizi Gratis tau MBG berjalan efektif. “Itu bisa jadi pengungkit pertumbuhan ekonomi yang kuat di kuartal-kuartal berikutnya,” katanya.

    Misbakhun berujar alokasi MBG sebesar Rp171 triliun memiliki potensi besar untuk mendorong penciptaan lapangan kerja, menghidupkan rantai pasok lokal, hingga memperkuat ekonomi masyarakat dari tingkat terbawah. Ia menilai program ini akan membentuk ekosistem ekonomi yang hidup, mulai dari penyediaan bahan baku makanan hingga dapur-dapur produksi di berbagai daerah. Dengan kata lain, langkah ini akan menghidupkan ekonomi riil di tengah masyarakat.

    Komisi XI, kata Misbakhun, akan terus mengawal realisasi kebijakan fiskal dan moneter agar tetap selaras dengan target pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. "Yang penting kita jaga agar semua bergerak tepat sasaran. Momentum pemulihan ini harus direspons dengan strategi yang kuat, terarah, dan inklusif,” katanya.

    Penerimaan Negara Tumbuh Stabil

    Setelah Misbakhun menyebut perlunya menunggu data SPT korporasi untuk mengukur kekuatan fiskal secara utuh, data dari Badan Pusat Statistik memberikan gambaran awal bahwa penerimaan negara masih dalam tren positif. Dalam tiga tahun terakhir, penerimaan negara terus mengalami pertumbuhan, meski tantangannya juga tak kecil.

    Pada tahun 2022, total penerimaan dalam negeri tercatat sebesar Rp2.630,1 triliun. Angka ini tumbuh menjadi Rp2.634,1 triliun pada 2023, dan diproyeksikan naik lagi ke Rp2.801,9 triliun di tahun 2024. Artinya, selama dua tahun berturut-turut, negara masih mampu meningkatkan kapasitas pendapatannya, dengan pertumbuhan sekitar Rp171 triliun dalam setahun terakhir.

    Kontributor terbesar tetap datang dari sektor perpajakan. Penerimaan perpajakan tumbuh dari Rp2.034,6 triliun di tahun 2022 menjadi Rp2.308,9 triliun di tahun 2024. Rinciannya, pajak dalam negeri seperti PPh dan PPN menyumbang mayoritas penerimaan pajak, dengan angka di atas Rp2.230 triliun di tahun ini.

    Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga menunjukkan konsistensi. Pada 2022, PNBP tercatat sebesar Rp592,6 triliun, lalu turun sedikit di 2023 menjadi Rp531,4 triliun, namun kembali naik ke Rp492,1 triliun di tahun 2024—meski lebih rendah dibanding dua tahun sebelumnya. Ini menunjukkan adanya tekanan di sektor non-pajak, salah satunya dari penurunan pendapatan sumber daya alam dan dividen BUMN.

    Penerimaan negara bukan pajak dari sektor kepabeanan dan cukai cukup signifikan, yakni sekitar Rp268,5 triliun pada 2024. Tapi angkanya terlihat stagnan jika dibandingkan dengan 2023 yang mencapai Rp273,8 triliun. Penurunan ini bisa dihubungkan dengan tekanan eksternal, seperti perlambatan ekonomi global dan penurunan volume ekspor-impor.

    Di tengah tekanan nilai tukar dan kebutuhan stimulus pertumbuhan, pemerintah mengandalkan program-program sosial seperti MBG (Makan Bergizi Gratis) untuk menjadi pengungkit ekonomi rakyat. Dengan alokasi Rp171 triliun, MBG diproyeksikan akan menciptakan efek berganda—baik dalam bentuk penyerapan tenaga kerja maupun penguatan ekonomi lokal.

    Namun, untuk menjaga program seperti ini tetap berjalan, penerimaan negara harus terus digenjot. Di sinilah tantangannya. Misalnya, jika realisasi perpajakan dari korporasi meleset dari target, maka pos belanja seperti MBG bisa terdampak. Apalagi, sebagian besar program strategis pemerintah tahun ini sangat bergantung pada pendanaan fiskal, bukan pembiayaan utang.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.