KABARBURSA.COM– Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan melaju jika kredit benar-benar masuk ke proyek produktif. Menurutnya, penempatan dana pemerintah di perbankan pelat merah harus segera tersalurkan ke koperasi, UMKM, perumahan rakyat, dan proyek siap bangun.
“Ekonomi berjalan ketika kredit berubah menjadi barang, jasa, dan upah. Tantangan kita bukan lagi likuiditas, melainkan memastikan pinjaman menyala di lokasi kerja, dari gudang, alat berat, kebun, kapal, hingga toko,” kata Syafruddin pada Jumat, 3 Oktober 2025.
Syafruddin menekankan kesiapan pipa intermediasi menjadi kunci. Bank perlu menjalankan standar cepat dengan time-to-yes hitungan hari, time-to-cash singkat, dan bunga kompetitif untuk kredit produktif. Ia menambahkan, pemerintah harus mengikat dana penempatan pada use of proceeds yang tegas agar tidak parkir di portofolio. “Publik bisa menilai progres jika ada dashboard mingguan yang menampilkan loan-to-placement ratio, penyaluran per kabupaten, hingga status proyek bergeotag,” ujarnya.
Stimulus “8+4+5” Jadi Penggerak
Syafruddin menjelaskan soal paket stimulus 8+4+5 dirancang untuk memperkuat konsumsi sekaligus memperlancar sisi produksi. Menurutnya, angka 8 merujuk pada delapan program bantuan sosial seperti bantuan beras, bantuan tunai, subsidi listrik, subsidi transportasi, program padat karya, bantuan sekolah, subsidi pupuk, dan subsidi LPG.
Sementara itu, angka 4 adalah empat insentif fiskal berupa relaksasi pajak, penundaan cicilan kredit, pembebasan bea masuk bahan baku, serta dukungan restrukturisasi UMKM. Adapun angka 5 merupakan lima proyek percepatan di sektor strategis, meliputi pembiayaan koperasi desa, pembangunan rumah rakyat, proyek irigasi kecil, replanting komoditas perkebunan, dan revitalisasi fasilitas logistik pangan.
“Bantuan sosial dan insentif fiskal memperkuat permintaan akar rumput, sedangkan pembiayaan koperasi dan proyek prioritas menurunkan biaya distribusi serta mengaktifkan rantai pasokan. Efek gandanya terlihat ketika kredit perumahan dan renovasi menggerakkan permintaan semen, baja ringan, keramik, hingga furnitur,” kata Syafruddin.
Investasi Perkebunan Perlu Skema Multiyear
Selain itu, Syafruddin menilai pertumbuhan tinggi membutuhkan loncatan investasi yang konsisten. Replanting 870 ribu hektare lahan tebu, kakao, kelapa, kopi, mete, dan pala menurutnya memerlukan skema kredit multiyear dengan masa tenggang sesuai siklus tanaman. “Negara perlu menyiapkan toolkit teknis seperti bibit bersertifikat, pupuk spesifik lokasi, pengendalian hama terpadu, hingga micro-fermentary dan pengering tenaga surya. Jika mutu naik, harga ikut terangkat, arus kas petani menguat, dan cicilan terbayar dari produktivitas,” ujarnya.
Ia memperkirakan proyeksi pertumbuhan semester II-2025 berada di kisaran 5,3 hingga 5,5 persen yoy jika repricing bunga berjalan pada Oktober hingga November dan dana pemerintah segera berubah menjadi kredit produktif. Ia mengingatkan, basis semester I yang mencatat 4,87 persen di kuartal I dan 5,12 persen di kuartal II memberi ruang akselerasi. “Target tahunan 5,2 persen tetap menuntut kuartal IV yang sangat kuat. Skenario realistis ada di 5,1 persen dengan peluang menyentuh 5,2 persen jika penyaluran cepat dan rupiah stabil,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa stabilitas makro adalah jangkar pertumbuhan. Bank Indonesia menjaga nilai tukar dan ekspektasi inflasi dengan komunikasi kebijakan yang konsisten, sementara Kementerian Keuangan memastikan disiplin fiskal.
Namun Syafruddin juga menekankan perlunya pengawasan yang kuat. Pemerintah, katanya, harus menerapkan inspeksi acak berbasis geotag serta sistem e-invoice yang menautkan kredit dengan bukti transaksi barang dan jasa. “Pelanggaran use of proceeds harus memicu sanksi otomatis. Delivery room lintas kementerian perlu menyelesaikan izin, lahan, dan logistik dalam hitungan hari. Di daerah, kepala dinas harus menandatangani SLA perizinan dan memublikasikan capaian mingguan,” jelasnya.
Sementara untuk 2026, menurut dia target pertumbuhan 6 persen layak dikejar jika bauran kebijakan konsisten dan transmisi 2025 menghasilkan loncatan kredit–investasi di awal tahun depan. “BI sudah membuka ruang pelonggaran, pasar mengantisipasi siklus bunga ramah pertumbuhan, dan pemerintah menyiapkan stimulus lanjutan serta percepatan belanja,” katanya.
Ia menyatakan kredit yang tepat akan melahirkan proyek yang layak, proyek yang berjalan melahirkan pendapatan, dan pendapatan yang berulang melahirkan pertumbuhan yang kukuh. Jika kesiapan kredit, proyek, dan kebijakan berjalan serempak, investasi melaju, pasar tenaga kerja terbuka, dan daya beli masyarakat bertahan.(*)