KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa hingga Juli 2024, realisasi belanja pemerintah pusat (BPP) telah mencapai Rp1.170,8 triliun.
Jumlah tersebut setara dengan 47,5 persen dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang sebesar Rp2.467,5 triliun dan menunjukkan pertumbuhan sebesar 14,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
“Pemerintah pusat telah membelanjakan Rp1.170,8 triliun, yang berarti sudah mencapai 47,5 persen dari pagu yang ditetapkan dalam Undang-Undang,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Agustus 2024 di Jakarta, Selasa.
Menkeu menjelaskan bahwa dari total belanja tersebut, sekitar Rp872,8 triliun atau 74,5 persen disalurkan langsung untuk masyarakat melalui berbagai program.
Sebagai contoh, pemerintah telah mengalokasikan Rp17,7 triliun untuk Program Keluarga Harapan (PKH) yang menjangkau 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan Rp28 triliun untuk program Kartu Sembako yang melayani 18,7 juta KPM.
Dalam bidang pendidikan, pemerintah menyalurkan Rp8,9 triliun untuk Program Indonesia Pintar (PIP), Rp7 triliun untuk program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, Rp7,4 triliun untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di bawah Kementerian Agama, serta Rp3,6 triliun untuk Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).
Realisasi belanja juga mencakup Rp94,1 triliun untuk infrastruktur, Rp27 triliun untuk kesehatan melalui Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JKN), Rp50,8 triliun untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG 3 kilogram, Rp7,3 triliun untuk bantuan alat dan subsidi pupuk di sektor pertanian, serta Rp18,1 triliun untuk subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“APBN berperan dalam mendukung masyarakat di berbagai aspek,” ujar Menkeu.
Dari keseluruhan belanja pemerintah pusat, sebanyak Rp588,7 triliun telah disalurkan melalui kementerian/lembaga (K/L), atau setara dengan 54 persen dari pagu Rp1.090,8 triliun. Kinerja belanja K/L ini dipengaruhi oleh pelaksanaan pemilu, penyaluran berbagai program bantuan sosial (bansos), pengadaan sarana prasarana pertahanan dan keamanan, serta pembangunan infrastruktur.
Sementara itu, belanja non-K/L terealisasi sebesar Rp582,1 triliun atau 42,3 persen dari pagu Rp1.376,7 triliun, yang didukung oleh realisasi subsidi dan kompensasi energi serta pembayaran manfaat pensiun.
Defisit APBN
Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 hingga akhir Juli. Meskipun APBN mencatat defisit, keseimbangan primer masih menunjukkan surplus.
Pada Senin, 13 Agustus 2024, Sri Mulyani melaporkan bahwa pendapatan negara hingga akhir Juli mencapai Rp1.454,4 triliun, yang setara dengan 55,1 persen dari target dan meningkat 4,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, belanja negara mencapai Rp1.638,8 triliun, atau 49,3 persen dari target, dengan pertumbuhan sebesar 12,2 persen.
“Jika kita lihat, pertumbuhan belanja kita cukup tinggi dan konsisten, dibandingkan bulan lalu yang tumbuh 14 persen,” ujar Sri Mulyani, Selasa, 13 Agustus 2024.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Sri Mulyani, APBN 2024 mencatat defisit sebesar Rp93,4 triliun per akhir Juli, yang setara dengan 0,41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Defisit ini masih rendah dibandingkan dengan target defisit tahun ini dalam APBN 2024, yaitu 2,2 persen,” tambahnya.
Namun, Sri Mulyani menekankan bahwa keseimbangan primer tetap mencatat surplus sebesar Rp179,3 triliun.
Surplus keseimbangan primer ini menunjukkan bahwa utang lama tidak perlu dilunasi dengan penarikan utang baru, sehingga tidak terjadi kondisi gali lubang-tutup lubang.
Ahli Perlu Awasi APBN
Sebelumnya, Sri Mulyani menegaskan bahwa peranan APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sangat penting bagi perekonomian.
Karena itu perlu banyak ahli ikut meneliti dan mengevaluasi detail bagaimana APBN dan APBD berfungsi serta memberi dampak perekonomiandan kesejahteraan rakyat.
“Kita perlu memahami instrumen (APBN) yang sudah diamanahkan oleh negara untuk dikelola,” kata Sri Mulyani, Senin, 12 Agustus 2024.
Menurut dia, seluruh jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus memahami APBN dan APBD untuk berada dalam frekuensi yang sama dalam memahami amanah pengelolaan keuangan negara.
Kemenkeu, kata Sri Mulyani, membentuk jaringan Local and Regional Experts dan membangun forum Regional Chief Economist (RCE) di setiap kantor wilayah Kemenkeu.
Menurut dia, semakin banyak masyarakat dan pemangku kepentingan memahami APBN dan APBD, maka akan semakin banyak yang ikut mengawal dan menjaga Keuangan Negara untuk mencapai tujuan Bangsa.
“Ini juga merupakan upaya Kemenkeu untuk mendorong kualitas debat publik dan kualitas check and balance dalam sistem demokrasi kita dan mendorong serta membangun kultur akuntabilitas publik yang sehat dan kuat,” jelasnya.
RCE Forum menjadi ajang bagi RCE dalam hal ini kantor wilayah Direktoran Jenderal (Ditjen) Perhendaraa, para Regional Experts dan Local Experts, serta para Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan di daerah untuk membangun sinergi dalam keselarasan komunikasi kebijakan fiskal pusat dan daerah.
Para Regional Experts dan Local Experts adalah akademisi dan praktisi dari perguruan tinggi dengan kompetensi, kepakaran, atau keahlian di bidang ekonomi dan fiskal yang telah dikukuhkan oleh Kementerian Keuangan sebagai mitra yang bertugas mengkoordinasikan kegiatan perumusan analisis dan rekomendasi pada wilayah/regional untuk mendukung pelaksanaan RCE. (*)