Logo
>

Potensi Cuan Bisnis AI di Indonesia Rp6.000 Triliun, Berminat Investasi?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Potensi Cuan Bisnis AI di Indonesia Rp6.000 Triliun, Berminat Investasi?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Potensi bisnis dari kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Indonesia sangat besar nilainya. Tinggal bagaimana caranya agar kita bisa "memanen" dan digunakan untuk kemajuan bangsa ini.

    Hal itu menjadi topik pembicaraan di acara pengukuhan komunitas Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada Artificial Intelligence (Kagama AI) yang digelar di Gedung Lembaga Penyiaran (LPP) TVRI, Jakarta, Minggu, 11 Agustus 2024.

    Hadir dalam acara itu, Rektor Universitas Gadjah Mada Prof dr Ova Emilia MMedEd SpOG(K) PHd, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat dan Alumni UGM Ari Sujito Dr Arie Sudjito SSos MSi, dan Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) Anwar Sanusi

    Hadir juga Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana, dan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria.

    Sementara itu, pengurus Kagama AI yang dilantik di antaranya Ketua Dewan Pembina Kagama AI yang juga Wakil Menteri Komunikasi dan Informasi Nezar Patria, Ketua Umum Kagama AI Ajar Edi yang juga Director of Government Affairs Microsoft Indonesia and Brunei Darussalam, dan Ketua Harian Wahyudi Jafar.

    Dalam pidatonya, Ketua Kagama AI Ajar Edi mengungkapkan kegelisahan komunitas yang dipimpinnya, yaitu bagaimana menggabungkan potensi masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan AI untuk kemajuan bangsa.

    "Kegelisahan kami sederhana, yakni kami yakin akan potensi UGM, para alumni, yang tersebar di industri, pemerintahan, civil society, dan kita melihat potensi ini bisa digabungkan," kata Ajar Edi.

    Dia menjelaskan bahwa potensi ekonomi dari AI di Indonesia itu sangat besar, yakni mencapai USD366 miliar atau nyaris menyentuh Rp6.000 triliun, tepatnya sekitar Rp5.829,5 triliun.

    Menurutnya, dengan potensi yang sangat besar itu, bagaimana berbagai pemangku kepentingan di Indonesia bisa menggali dan memanfaatkannya demi kemajuan bangsa.

    "Yang ingin kami coba lebih dalam adalah bagaimana menyiapkan talenta kuat karena ekosistem ini harus dibangun. Bagaimana memanen potensi AI ini dengan mempersiapkan talenta yang kuat," kata alumni Fakultas Filsafat UGM ini.

    Ajar pun mengutip data Microsof, yang menyebutkan pengembang AI di Indonesia mencapai 3,1 juta orang. "Kita nomor lima terbesar di Asia Pasifik dan lima tahun lagi jumlahnya bisa meningkat," ucap Ajar.

    Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika yang juga Ketua Dewan Pembina Kagama AI, Nezar Patria, mengatakan, Indonesia harus mempersiapkan diri dalam menghadapi transformasi digital.

    Dia memberitahu, bahwa saat ini di tataran global, ada fenomena global raise (peningkatan global) dalam digitalisasi, karena proyeksi 15 hingga 30 tahun ke depan, akan terjadi pergeseran ekonomi (economic shifting) menuju ekonomi digital.

    Kemudian Nezar Patria mengutip riset McKinsey bahwa pertumbuhan bisnis digital di Indonesia pada tahun 2030 diproyeksi mencapai USD366 miliar atau setara Rp 5.829,5 triliun. Sementara total nilainya kawasan Asia Tenggara yaitu USD1 triliun atau Rp 15.926,3 triliun.

    "Ini artinya, Indonesia menyumbang 40 persen pertumbuhan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara," imbuhnya.

    Menurut Nezar, angka pertumbuhan ekonomi digital tersebut bisa dicapai jika Indonesia bisa menyiapkan 9 juta digital talent. Namun sampai saat ini jumlahnya belum sampai. Tahun ini, kata Nezar Patria, Indonesia baru memiliki 2,5 juta digital talent.

    "PR (pekerjaan rumah) kita masih panjang. Tanpa talent digital, kita mustahil bisa menopang pertumbuhan sedemikian besar itu. Kalau kita gagal, maka kita akan kehilangan kesempatan cukup baik dalam mendongkrak ekonomi digital," tegas Nezar.

    Oleh karena itu, lanjut Nezar, saat ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sedang menyiapkan sejumlah program untuk persiapan digital talent. Salah satunya adalah program beasiswa dengan menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi di dunia yang memiliki reputasi dalam teknologi digital. Misalnya, Massachusetts Institute of Technology (MIT), Oxford University, Stanford Unversity, dan universitas lain di Asia Tenggara, Australia, serta di Eropa.

    Dia berharap bidang ilmu seperti data science, internet of thing dan lainnya bisa dikuasai dengan baik oleh para talenta ini.

    Namun demikian, teknologi AI ini selain memberi dampak positif, tetapi juga menimbulkan efek negatif, terutama terkait dengan tenaga kerja yang mulai tergantikan oleh AI. Contohnya, tol yang kini menggunakan sistem pembayaran non tunai. Saat awal sistem itu diadopsi, sekitar 2.000 karyawan terpaksa di-PHK. Namun setelah itu, Jasa Marga merekrut 1.500 orang untuk mengelola sistem digital.

    Koordinator Staf Khusus Presiden yang juga Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat (PP) Kagama AAGN Ari Dwipayana menyatakan, Indonesia sudah menyiapkan berbagai infrastruktur dalam menopang pengembangan ekonomi. Salah satunya adalah infrastruktur teknologi digital. Hal itu dilakukan karena Indonesia memiliki keinginan besar menjadi negara yang tidak tertinggal dalam transformasi teknologi. Namun, pekerjaan rumah Indonesia saat ini adalah bagaimana memperkuat talenta dalam mengisi dan memanfaatkan infrastruktur digital ini.

    "Tentu ini bukan pekerjaan mudah dan bukan yang sekali waktu kita lakukan. Membutuhkan kolaborasi, banyak pihak sehingga kita bisa membangun ekosistem lebih baik sehingga bisa memanfaatkan kemajuan teknologi ini," kata Ari.

    Harus ada Regulasi Khusus

    Ketua Harian Kagama AI yang juga Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Jafar mengatakan bahwa Indonesia memerlukan regulasi khusus tentang AI. Dia menyebut, beberapa negara lainnya sudah membuat aturan khusus tersebut.

    Menurut Wahyudi, AI harus tetap dalam kontrol manusia. Saat ini problem besar AI adalah opacity (kegelapan). Artinya, developer dan deployer sulit memprediksi dan menjangkau perkiraan dampak penggunaan AI yang diciptakannya, sehingga diperlukan tata kelola penggunaan AI dengan menggunakan tiga pendekatan, yakni teknologi, etika dan hukum.

    "Secara etika baik, secara teknologi kuat dan secara hukum mengikuti aturan yang berlaku di negara tersebut," katanya.

    Menurutnya, AI sudah mendisrupsi berbagai lini, salah satunya dalam aspek hukum. Sebagai advokat, Wahyudi mengakui bahwa AI sudah "mengganggu" profesi pengacara.

    Dia mencontohkan di Amerika Serikat (AS), orang lebih memilih berkonsultasi hukum kepada AI daripada pengacara manusia. Bahkan, hasil konsultasi hukum dari AI itu lebih tepat.

    Wahyudi mengatakan, Indonesia baru memiliki Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang mulai efektif berlaku Oktober 2024 mendatang. Namun pihaknya mendorong agar Indonesia memiliki UU khusus AI.

    "Kita juga sudah membuat rekomendasi kepada pemerintah tentang AI ini, sehingga kita punya undang-udang khusus tentang AI," pungkasnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi