KABARBURSA.COM - Diketahui, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang atas gugatan yang diajukan PT Indo Bharat Rayon (IBR). Sritex dinilai lalai terhadap utang kepada IBR sehingga persoalan berujung panjang dan berdampak fatal bagi perusahaan.
Meski pabrik masih beroperasional seiring manajemen mengajukan kasasi di Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan putusan PN Niaga Semarang, status pailit terhadap Sritex dinilai sebagai puncak gunung es nasib malang industri manufaktur dalam negeri.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai, kemerosotan industri manufaktur dalam negeri terjadi kala produk impor China membanjiri pasar domestik. Menurutnya, hal itu terjadi tatkala pemerintah periode Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.
“Sritex hanyalah ujung dari gunung es kemerosotan industri manufaktur kita. Gencarnya produk impor dari China merupakan ancaman serius bagi industri manufaktur kita. Peraturan yang justru mempermudah masuknya produk impor, seperti Permendag 8/2024 ini, perlu direvisi,” kata Samirin kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Sabtu, 2 November 2024.
Samirin menyebut, kondisi ekonomi China yang melambat dan perang dagang dengan antara EU dan USA, menjadikan Indonesia sebagai pasar empuk produk Negeri Tirai Bambu itu. Dia menyebut, dengan mudah dan murah produk-produk China masuk dalam pasar domestik melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024. “China yang dengan mudah di dump di Indonesia dengan harga murah,” ungkapnya.
Lebih jauh, Samirin menegaskan, pemerintah perlu segera menetapkan langkah penyelamatan industri manufaktur secara keseluruhan. Langkah cepat dinilai perlu sebelum industri tersebut gulung tikar. Pasalnya, kata dia, kecil kemungkinan keberhasilan pemerintah membangkitkan industri yang terlanjur bangkrut.
“Pemerintah perlu segera mengantisipasi, jangan terlambat dan mengakibatkan sektor manufaktur kita gulung tikar. Jika gulung tikar, membangkitkan kembali sangat sulit atau bahkan tidak mungkin,” tutupnya.
Efek Domino Runtuhnya Sritex
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Charles Meikyansah, mendukung upaya pemerintah dalam menyusun kebijakan perlindungan bagi industri tekstil. Hal itu dia ungkap menyusul nasib pahit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang dinyatakan pailit. Charles menilai, status pailit terhadap Sritex bisa berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Apalagi dengan adanya potensi massal badai pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap puluhan ribu karyawan Sritex.
“Kita mendukung upaya Pemerintah yang sekarang tengah berjibaku berusaha memberi penyelamatan untuk Sritex. Karena kalau Sritex sampai bangkrut, pastinya bisa berpengaruh terhadap perekonomian nasional,” kata Charles dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 1 November 2024.
Untuk itu, Charles menyebut DPR siap bekerja sama dengan Pemerintah untuk menyelamatkan Sritex yang merupakan perusahan tekstil terbesar se-Asia Tenggara itu. “Negara perlu membantu Sritex dengan tujuan agar tidak ada PHK massal kepada para karyawannya. Dan tentunya juga agar industri tekstil kita tidak terdampak,” tuturnya.
Charles pun mendukung upaya Pemerintah yang menyiapkan berbagai langkah penyelamatan untuk Sritex. Mulai dari kebijakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard. Dia menilai, kebijakan tersebut tidak hanya menyelamatkan Sritex, melainkan juga industri tekstil secara keseluruhan.
Di sisi lain, Charles juga mendorong Pemerintah untuk menciptakan terobosan agar industri tekstil dalam negeri kembali lagi pada masa kejayaannya. “Karena kita tahu beberapa waktu belakangan banyak perusahaan tekstil dan garmen yang kesulitan karena beberapa faktor,” jelasnya.
Salah satu faktor yang membuat industri tekstil Indonesia lesu, tutur Charles, karena membanjirnya barang impor dengan harga kompetitif atau murah. Dia menyebut, industri tekstil lokal menjadi kalah saing hingga membuat beberapa perusahaan gulung tikar atau melakukan efisiensi dengan pengurangan karyawan sehingga terjadi badai PHK di industri tekstil serta garmen.
Dia berharap Pemerintah memberi kebijakan stimulus bagi para pelaku usaha tekstil. Sebab, kata Charles, industri tekstil juga banyak menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. “Industri tekstil ini kan industri padat karya yang menyerap jutaan tenaga kerja dan berkontribusi besar terhadap PDB (produk domestik bruto),” paparnya.
Charles menyatakan, DPR siap mengawal kebijakan-kebijakan yang mendukung daya saing industri domestik seperti industri tekstil ini. Misalnya dengan pengetatan impor dan insentif bagi produksi lokal. Terkait hal ini, pengusaha menilai salah satu penyebab banjirnya barang impor adalah karena ada Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan pengaturan impor. Pihak pengusaha berharap Pemerintah bisa merevisi aturan ini.
“Pada intinya kita ingin agar industri di dalam negeri, termasuk industri tekstil dapat dijaga dari persaingan tidak sehat. Jadi memang harus ada intervensi yang mendukung dan menjaga iklim industri di Indonesia,” tutup Charles.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.