KABARBURSA.COM – Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street ditutup menguat pada Senin, 17 Juni 2025, didorong oleh penurunan harga minyak mentah setelah ketegangan antara Israel dan Iran tidak berdampak pada produksi maupun ekspor minyak.
Hal ini meredakan kekhawatiran investor terhadap potensi lonjakan harga energi yang dapat memicu inflasi.
Seperti dikutip dari Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average naik 317,30 poin atau 0,75 persen ke level 42.515,09. S&P 500 menguat 56,14 poin atau 0,94 persen ke 6.033,11. Nasdaq melonjak 294,39 poin atau 1,52 persen ke 19.701,21. Kenaikan Nasdaq menjadi yang tertinggi secara persentase dalam satu hari sejak 27 Mei.
Pasar kini menanti keputusan kebijakan moneter Federal Reserve yang dijadwalkan Rabu, 18 Juni 2025. Sebagian besar pelaku pasar memperkirakan suku bunga akan tetap ditahan.
Berdasarkan data LSEG, peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin baru akan terjadi pada September, dengan probabilitas sekitar 61,1 persen.
"Masih sulit dipahami karena suku bunga tetap tinggi, kemungkinan pasar masih mengantisipasi tekanan inflasi," ujar Jack Ablin, Chief Investment Officer di Cresset Capital, Chicago. Ia menambahkan bahwa ketidakpastian ditambah kebijakan tarif yang fluktuatif membuat The Fed cenderung menunggu.
Data ekonomi penting yang akan dirilis pekan ini antara lain penjualan ritel bulanan, harga impor, dan klaim pengangguran mingguan.
Sektor teknologi dan layanan komunikasi memimpin penguatan di indeks S&P 500, sementara sektor utilitas menjadi yang terlemah. Indeks semikonduktor Philadelphia SE melonjak 3,03 persen, dipimpin saham Advanced Micro Devices (AMD) yang naik 8,81 persen setelah Piper Sandler menaikkan target harga sahamnya.
Saham UPS dan FedEx masing-masing menguat 1,1 persen setelah Trump Organization meluncurkan jaringan seluler bernama Trump Mobile, dan menunjuk kedua perusahaan tersebut sebagai mitra pengiriman.
Namun di sisi lain, saham Sarepta Therapeutics anjlok 42,1 persen setelah perusahaan mengungkap adanya kematian kedua akibat gagal hati akut pada pasien yang menjalani terapi gen untuk distrofi otot langka.
Sementara itu, saham U.S. Steel naik 5,1 persen setelah Presiden Trump menyetujui akuisisi perusahaan tersebut oleh Nippon Steel senilai USD 14,9 miliar.
Jumlah saham yang naik melampaui yang turun dengan rasio 1,97 banding 1 di NYSE dan 1,9 banding 1 di Nasdaq. Indeks S&P 500 mencatatkan 16 level tertinggi baru dan 5 terendah baru dalam 52 minggu terakhir.
Nasdaq mencatatkan 74 level tertinggi baru dan 96 terendah baru. Volume transaksi di bursa AS mencapai 17,86 miliar saham, sedikit di bawah rata-rata 18,14 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir.
Harga Minyak Turun Lebih dari Satu Persen
Harga minyak pun turun lebih dari satu persen karena pasar berharap akan tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran, menyusul empat hari serangan udara.
Iran meminta Presiden AS Donald Trump untuk menekan Israel agar menyetujui penghentian serangan. Di sisi lain, Perdana Menteri Israel menyebut negaranya berada di “jalur menuju kemenangan”.
Sebelumnya, harga minyak sempat melonjak lebih dari tujuh persen pada Jumat lalu setelah Israel mulai melancarkan serangan ke Iran.
Menurut sumber Reuters, Iran juga meminta Qatar, Arab Saudi, dan Oman untuk mendesak Trump menggunakan pengaruhnya terhadap Israel sebagai imbal balik atas kelonggaran posisi Iran dalam negosiasi nuklir.
"Faktor tak terduga di sini adalah apa yang akan terjadi pada harga minyak. Setiap pergerakan geopolitik kecil bisa berdampak besar pada sektor ini dan pada ekonomi secara keseluruhan," kata George Young, manajer portofolio di Villere & Co, New Orleans.
Menurutnya, jika konsumen mulai menahan belanja karena khawatir akan inflasi, maka dampaknya akan langsung terasa pada laba korporasi di berbagai sektor. (*)