KABARBURSA - Direktur Manajemen Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, menyatakan bahwa Indonesia perlu meningkatkan kapasitas produksi baterai. Pada tahun 2024, diperkirakan Indonesia hanya akan memiliki kapasitas produksi baterai sebesar 10 gigawatt-hour (GWh) atau kurang dari 0,4 persen dari kapasitas produksi baterai global yang mencapai 2.800 GWh.
Putra Adhiguna menekankan bahwa konstruksi kebijakan untuk meningkatkan daya saing nikel Indonesia terkait dengan pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik. Jika kapasitas produksi baterai tidak ditingkatkan, Indonesia mungkin hanya akan bergeser dari eksportir produk nikel untuk baja tahan karat menjadi eksportir produk setengah jadi untuk industri baterai.
Meskipun nilai tambah berbagai produk nikel Indonesia sudah cukup tinggi, mencapai antara dua hingga 11 kali lipat dibandingkan dengan produk mentahnya, nilai tambah bisa lebih dari 60 kali lipat dengan mencapai produksi baterai. Putra Adhiguna juga menyoroti peningkatan produksi kobalt oleh Indonesia sebagai produsen kobalt terbesar kedua di dunia.
Dia menekankan bahwa pihak yang terlibat perlu memahami bahwa revolusi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai baru saja memasuki babak awal, dan pertumbuhan sektor ini sangat signifikan. Peningkatan kapasitas produksi baterai dan manajemen sumber daya alam yang optimal dianggap krusial dalam menghadapi dinamika industri energi baru ini.