KABARBURSA.COM - Satria Sambijantoro, Kepala Penelitian PT Bahana Sekuritas, meramalkan bahwa akan terjadi peningkatan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 25 basis points (bps) sehingga mengangkat BI Rate menjadi 6,5 persen. Jika ini terjadi, akan tercipta level tertinggi baru sejak acuan ini diperkenalkan pada 2016.
“Gubernur (BI) Perry Warjiyo memiliki hati yang dovish namun pada akhirnya pragmatis. Dia tidak takut untuk melakukan apa yang perlu dilakukan untuk menstabilkan rupiah,” kata Sambijantoro, Selasa, 21 Mei 2024.
Satria, yang sebelumnya berprofesi sebagai jurnalis surat kabar nasional Indonesia The Jakarta Post, memiliki pandangan yang berlawanan mengharuskannya untuk mengabaikan pernyataan publik bahkan dari gubernur BI itu. Pasalnya BI mengejutkan pasar dengan mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar seperempat poin pada bulan Oktober dan April. Dalam kedua kasus tersebut, Perry sebelumnya telah menyatakan beberapa minggu sebelumnya bahwa BI Rate akan dipertahankan, bahkan memberikan isyarat bahwa langkah selanjutnya kemungkinan besar adalah penurunan.
“BI kemungkinan besar akan mempertahankan kebijakannya dan mengambil kemungkinan kenaikan suku bunga oportunistik dalam dua bulan ke depan,” ujar Satria.
Kali ini, tutur Satria, pelemahan mata uang Asia termasuk rupiah mungkin akan mendorong BI untuk kembali melakukan pengetatan, terutama karena China mungkin berupaya mendevaluasi yuan untuk mengimbangi dampak tarif AS terhadap ekspornya. Sementara itu, perluasan pinjaman utang AS menjelang pemilu dapat memperburuk ketidakpastian yang sedang berlangsung mengenai jalur suku bunga Federal Reserve.
Ia kemudian menelusuri indikator-indikator yang tidak biasa seperti produksi minyak sawit untuk memetakan jalur suku bunga di Indonesia. Satria mengamati sektor kelapa sawit sebagai salah satu pemasok dolar terbesar di Indonesia karena eksportir sering kali perlu mengkonversi pendapatan luar negeri mereka ke rupiah untuk membayar upah pekerja.
"Output yang lebih tinggi di Malaysia dan Indonesia dapat berarti harga minyak sawit yang lebih rendah dan arus masuk greenback yang lebih lemah. Selain itu, kenaikan harga minyak mentah dapat berarti peningkatan permintaan dolar untuk impor bahan bakar," ungkap dia.
Empat tahun pengalamannya meliput media briefing bank sentral dan mengenal para pejabat bank sentral, membuat Satria mendapatkan pandangan unik tentang pembuatan kebijakan moneter Indonesia.
“Pengambilan kebijakan lebih merupakan seni dibandingkan ilmu pengetahuan,” kata Satria, mengutip mantan Kepala BI Darmin Nasution.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.