KABARBURSA.COM - Rencana hilirisasi batubara PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dapat disebut sebagai proyek yang paling konkret dalam lingkup bisnis perusahaan Bakrie Group. Aksi bisnis ini telah lebih terperinci mengenai produk apa yang akan dihasilkan dan pasar yang akan disasar.
Sebagai bagian dari BUMI, PT Arutmin sedang mengembangkan proyek batubara menjadi ammonia (coal to ammonia) dan saat ini sedang dalam proses penjajakan dengan perusahaan asal China. Direktur PT Arutmin Indonesia, Sudirman Widhy Hartono menjelaskan bahwa setelah rencana untuk menggarap gasifikasi batubara dengan Air Products tidak berhasil, Arutmin mengajukan permohonan kembali ke pemerintah untuk meninjau ulang program hilirisasi.
“Kami memutuskan untuk mengubah batubara menjadi ammonia karena permintaan akan amonia cukup tinggi," jelasnya di acara Mining for Journalist 2024 yang diselenggarakan Perhapi, Kamis 29 Februari 2024.
Dia menjelaskan bahwa amonia banyak digunakan dalam industri pupuk sebagai bahan baku, dan juga dalam industri pertambangan. “Kami bisa menggunakan amonia ini sendiri atau menjualnya ke perusahaan tambang lain untuk kebutuhan seperti peledakan," jelasnya.
Meskipun demikian, perihal kapasitas produksi dan potensi pasar belum dapat dijelaskan secara rinci oleh Widhy.
Sebelumnya, Presiden Direktur Bumi Resources, Adika Nuraga Bakrie menyatakan bahwa sebagian amonia dari fasilitas ini akan diolah menjadi amonium nitrat, yang penjualannya akan diprioritaskan untuk kebutuhan domestik. “Sebagian dari amonia akan kita gunakan untuk amonium nitrat, sedangkan sisanya akan dijual ke pasar terbuka," ujarnya tahun lalu.
Sebelumnya, Adika juga menjelaskan bahwa sepertiga dari kapasitas amonia bisa digunakan sendiri untuk amonium nitrat.
BUMI menyatakan komitmennya terhadap hilirisasi batubara untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Pada saat itu, proyek gasifikasi batubara direncanakan akan dilaksanakan bersama Air Products yang juga menjalin kerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Meskipun proyek ini telah banyak diberitakan, namun hasil kajian keekonomian menunjukkan sebaliknya. Produk dari gasifikasi, yakni dimethyl ether (DME) sebagai pengganti LPG, hanya bisa diserap oleh Pertamina untuk kebutuhan dalam negeri, di mana harganya sudah ditetapkan.
Widhy menjelaskan bahwa bagi perusahaan tambang batubara seperti Arutmin dan KPC, biaya proyek gasifikasi sangat besar, namun harga pembelian dari Pertamina lebih rendah. “Jadi, proyek tersebut tidak layak secara ekonomi, sehingga Air Products memutuskan untuk tidak melanjutkannya,” ungkapnya.