Logo
>

Asosiasi Ritel Indonesia Keberatan dengan PPN 12 persen

Ditulis oleh KabarBursa.com
Asosiasi Ritel Indonesia Keberatan dengan PPN 12 persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dua asosiasi ritel di Indonesia, Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) dan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), menegaskan keberatannya terhadap keputusan pemerintah untuk meningkatkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12persen.

    Ketua HIPPINDO, Budihardjo Iduansjah, menyatakan harapannya agar kebijakan ini ditunda oleh pemerintah. Ia menyatakan bahwa kenaikan PPN akan berdampak pada kenaikan harga dan menurunkan daya beli masyarakat.

    “Kami berharap penundaan sementara (kenaikan PPN) sambil meningkatkan daya saing. Misalnya, jika PPN naik, inflasi harus tetap terjaga. Artinya, pengeluaran harus diatur dengan lebih baik. Jadi, kita harap bisa ditunda sementara, disosialisasikan, dan didiskusikan lebih lanjut,” jelas Budihardjo dikutip Rabu 27 Maret 2024.

    Menurutnya, dampak utama dari kenaikan PPN adalah penurunan daya beli masyarakat yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi perkembangan industri ritel di dalam negeri.

    “Yang paling kita khawatirkan adalah daya beli. Orang bisa menahan pembelian atau mengurangi pengeluarannya. Yang paling berat adalah jika inflasi meningkat, itu akan berdampak buruk,” tambah Budi.

    Dalam konteks ekspansi gerai di mal, Budi menjelaskan bahwa keputusan untuk menambah gerai sudah melalui survei dan kontrak dengan pengelola mal dalam jangka waktu tertentu.

    “Kami sudah memilih lokasi bukan secara mendadak. Jadi, jika kenaikan PPN berdampak pada biaya sewa, tidak mungkin kami langsung membatalkan kontrak sewa. Karena pengusaha sudah menjalin kesepakatan yang sudah berjalan,” ungkapnya.

    Di sisi lain, HIPPINDO juga telah mengusulkan alternatif lain selain kenaikan PPN.

    “Kami mengusulkan sistem multi-tarif, yang berarti tidak semua dikenai 12persen. Ada yang mungkin di bawah 10persen, ada yang 11persen, atau ada yang 12persen. Menurut kami, multi-tarif mungkin lebih sesuai, meskipun mungkin agak sulit dalam pelaksanaannya,” jelas Budi.

    Ketua APPBI Alphonzus Widjaja, juga menolak kenaikan tarif PPN dan berharap pemerintah membatalkan atau menunda kebijakan tersebut dengan alasan-alasan tertentu.

    “Pertama, kenaikan tarif PPN akan menyebabkan kenaikan harga barang yang akan memberatkan masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah,” ungkapnya.

    Alphonzus menambahkan bahwa tarif PPN yang berlaku saat ini sudah cukup tinggi dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, sehingga tidak ada alasan yang mendesak untuk menaikkannya.

    “Jika pemerintah perlu meningkatkan pendapatan negara, sebaiknya pertumbuhan usaha ditingkatkan terlebih dahulu, karena masih banyak potensi pertumbuhan yang belum dimaksimalkan. Kenaikan tarif bisa dilakukan setelah pertumbuhan usaha mencapai tingkat yang optimal,” tambahnya.

    Sebelumnya, pada awal Maret 2024, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa kenaikan PPN akan dilaksanakan paling lambat pada 1 Januari 2025. Airlangga menyatakan bahwa keputusan tersebut telah dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan akan dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya.

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi