KABARBURSA.COM - Hari ini, Bank of Japan (BoJ) mengejutkan pasar dengan sinyal dovish yang kuat, membalikkan arah yang sempat menukik tajam di awal pekan.
Setelah insiden 'Senin berdarah' yang meruntuhkan indeks saham dan menyebar ke seluruh pasar global, terimbas oleh kekhawatiran resesi Amerika Serikat (AS), BoJ akhirnya mengambil keputusan untuk menangguhkan rencana kenaikan suku bunga acuan.
Langkah ini diambil untuk mencegah penguatan yen yang berlebihan dan menjaga agar biaya pinjaman dalam yen tetap rendah, menarik bagi para pemodal global. Dengan ini, carry trade kembali terbuka dan investor dapat kembali berfokus pada perburuan saham.
Seiring dengan sinyal dovish BoJ, pasar saham Asia merespons dengan melonjak, menghidupkan kembali hampir semua bursa di kawasan tersebut pada perdagangan Rabu. Yen pun melemah 1,77 persen menjadi JPY146,85 per dolar AS, memberi angin segar bagi para pelaku pasar, terutama pemegang saham.
Pernyataan Deputi Gubernur BoJ, Shinichi Uchida, keluar setelah pertemuan dengan kementerian keuangan dan otoritas jasa keuangan Jepang pada Selasa kemarin. Hal ini dilakukan setelah jatuhnya indeks Nikkei dan TOPIX ke level terendah sepanjang sejarah.
Namun, belum jelas apakah langkah BoJ ini akan efektif dalam menenangkan pasar atau hanya akan menyisakan bara api. Kekhawatiran akan potensi resesi AS masih menghantui, dan bisa berdampak negatif pada Jepang.
Beberapa analis menyebutkan bahwa pernyataan dovish Uchida bisa memberikan stabilitas jangka pendek pada pasar saham, tetapi tidak akan mengalihkan perhatian investor dari data ekonomi AS dan kekhawatiran resesi yang kini menjadi penggerak utama pasar. Menurut Head of Currency Strategist Saxo Market, Charu Chanana, carry trade tetap sulit dalam lingkungan volatilitas tinggi dan kekhawatiran terhadap ekonomi AS.
Kompleksitas BoJ
Situasi yang dihadapi BoJ memang kompleks. Selama dua tahun terakhir, bank sentral yang dipimpin Kazuo Ueda dikritik karena depresiasi yen yang mencapai 40 persen, yang dianggap sebagai akibat keterlambatan dalam normalisasi kebijakan moneter. Ketika BoJ akhirnya menaikkan suku bunga untuk memperkuat yen, tindakan tersebut malah memicu aksi jual saham yang ekstrem, salah satu yang terburuk sejak 1987.
Sekarang, perubahan sikap BoJ menjadi dovish dapat dipahami, melihat dampaknya pada investor Jepang dan prospek ekonomi negara tersebut. Kejatuhan indeks Nikkei dan Topix dalam sepekan telah menghapus semua keuntungan tahun ini. Di Jepang, investor domestik memegang 70 persen saham dalam portofolionya. Pada akhir 2023, nilai aset rumah tangga Jepang dalam bentuk ekuitas naik 29 persen mencapai USD1,8 triliun.
Penurunan nilai yen dan aksi jual saham di bursa Jepang dapat berdampak negatif pada kekayaan konsumen dan eksportir. Kepala Riset Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, mencatat bahwa penurunan harga saham secara langsung akan mengurangi aset rumah tangga dan mempengaruhi perekonomian Jepang, yang jelas tidak sekuat AS.
Satria memprediksi BoJ mungkin akan menunda rencana kenaikan suku bunga berikutnya ke Desember atau Januari 2025, dari yang diperkirakan sebelumnya pada September atau Oktober.
Sebelum pernyataan dovish BoJ hari ini, para pelaku pasar mengindikasikan bahwa pelepasan carry trade masih akan berlanjut. Arindam Sandilya, Head of Global Currency Strategist JP Morgan Chase & Co, menyebutkan bahwa setidaknya 50 persen-60 persen pemutusan carry trade sudah terjadi.
Carry trade, yang melibatkan peminjaman dana dalam yen untuk membeli aset berimbal hasil lebih tinggi di tempat lain, masih populer karena suku bunga pinjaman Jepang yang rendah. Namun, apresiasi yen terhadap dolar AS yang mencapai 11 persen pada Juli lalu telah mengubah banyak perdagangan menjadi kerugian. Salah satu korban terparah adalah peso Meksiko yang anjlok hampir 7 persen bulan lalu, merugi terbesar di antara mata uang dunia.
Menurut analis, pemulihan carry trade ke level sebelum penguatan yen tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Kerusakan teknis pada portofolio akibat pergerakan tajam dan singkat sulit diatasi. Stabilitas pasar di sekitar level saat ini mungkin hanya pemulihan sementara, dengan pergerakan selanjutnya kemungkinan lebih lambat.
Taro Kimura, ekonom untuk Jepang, mengungkapkan bahwa transaksi yen menunjukkan penurunan tercepat sejak 2007, setelah krisis subprime mortgage AS. Kimura memperingatkan bahwa risiko pembalikan tajam dalam keuntungan yen sangat mungkin terjadi, dan pergerakan yen ke depan akan sangat bergantung pada perkembangan ekonomi AS dan reaksi The Fed. (*)