KABARBURSA.COM - Penjabat (Pj) Bupati Jepara, Edy Supriyanta, mulai aktif melakukan monitoring ke sejumlah restoran dan kafe di wilayahnya guna meningkatkan kepatuhan pajak daerah.
Hasil dari monitoring ini menunjukkan bahwa sejumlah restoran dan kafe telah menunggak pembayaran pajak daerah. Oleh karena itu, pihaknya memberikan peringatan keras kepada para pemilik usaha yang melanggar kewajiban pajak tersebut.
“Pemerintah daerah memberikan peringatan tiga kali berturut-turut kepada para pelaku usaha yang masih membandel dalam memenuhi kewajiban pajak. Jika masih diabaikan, pemerintah daerah akan mengambil tindakan tegas dengan mencabut izin usaha mereka,” kata Edy pada Kamis, 30 Mei 2024.
Menurutnya, sanksi tersebut diberlakukan sebagai upaya serius Pemkab Jepara dalam menegakkan ketaatan pajak serta memastikan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Edy menekankan pentingnya partisipasi semua pihak dalam membangun daerah melalui pemenuhan kewajiban pajak. Kepatuhan pajak merupakan salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan di daerah.
Untuk itu, pihaknya juga memasang banner peringatan di tempat-tempat strategis, tujuannya agar pelaku usaha mau membayar pajak daerah.
Langkah ini diharapkan dapat memotivasi para pelaku usaha untuk segera menyelesaikan kewajiban pajaknya demi keberlangsungan pembangunan dan pelayanan publik yang lebih baik di Jepara.
Optimalisasi Pajak, Bank Jateng Kolaborasi dengan KPK
Untuk meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak daerah, Bank Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk alat monitoring pajak.
Direktur Utama Bank Jateng, Iriyanto Harko Saputro, mengungkapkan bahwa pihaknya akan menggalakkan optimalisasi penerimaan pajak daerah melalui penggunaan alat monitoring pajak yang didukung oleh KPK.
“Alat tersebut diperkenalkan dengan tujuan membantu pemerintah daerah dalam memantau transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak, sehingga memungkinkan perhitungan pajak yang lebih akurat,” ungkap Iriyanto.
Ia menjelaskan bahwa saat ini telah terpasang sebanyak 3.972 alat monitoring pajak daerah yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Tengah, terutama di sektor hotel, hiburan, restoran, dan karaoke (HOREKA). Tujuan dari fasilitas tersebut adalah untuk mempermudah proses pembayaran pajak.
Dengan adanya alat ini, Bank Jateng berpotensi mendapatkan manfaat berupa peningkatan penerimaan pajak daerah secara langsung serta meningkatkan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Bank Jawa Tengah.
Realisasi Penerimaan Pajak Nasional 2024
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa realisasi penerimaan pajak hingga akhir April 2024 mencapai Rp624,19 triliun. Angka ini setara dengan 31,38 persen dari target dalam APBN 2024 yang sebesar Rp1.989 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa peningkatan penerimaan pajak secara nominal terutama disebabkan oleh periode penyampaian SPT Tahunan 2023. Namun, penerimaan pajak ini masih mengalami kontraksi sebesar 9,29 persen dibandingkan tahun sebelumnya (year on year/yoy).
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Tax Analysis (CITA), Fajry Akbar, menyatakan kinerja sampai bulan April yang masih terkontraksi sampai 9 persen harus menjadi sinyal peringatan bagi otoritas perpajakan untuk bekerja lebih keras. Menurutnya, perlu ada antisipasi kebijakan baru untuk menghasilkan penerimaan pajak dalam jangka pendek dan jumlah yang cukup besar.
“Perlu sinergi administrasi dan kebijakan serta penegakan hukum untuk mencapai target penerimaan pajak tahun ini,” katanya.
Sebenarnya, Fajry berharap, ada perbaikan kinerja pajak pada bulan April 2024, dari -8,8 persen pada bulan Maret 2024, menjadi -6 persen sampai -7 persen pada bulan April 2024, mengingat basis tahun 2023 di bulan April yang mulai landai, tak setinggi bulan Maret 2023.
Tantangan dan Prospek Pajak
Dia menjelaskan bahwa pelemahan penerimaan PPh Badan mengingat batas akhir pelaporan SPT Badan baru selesai bulan April. Dalam artian, penerimaan sampai dengan bulan April masih merefleksikan kondisi perusahaan pada tahun lalu karena angsuran PPh Pasal 25 rata-rata masih menggunakan besaran tahun sebelumnya. Tahun lalu, ada peningkatan permohonan penurunan angsuran PPh Pasal 25 akibat penurunan harga komoditas yang signifikan.
Hal ini terlihat dari kinerja penerimaan PPh Badan bulan Maret-April 2024 yang semakin menurun baik secara netto maupun bruto. Secara bruto turun dari -21,5 persen menjadi -29,1 persen. Sedangkan secara netto, turun dari -29,8 persen menjadi -35,5 persen. Artinya, kinerja pajak bulan April 2024 masih melempem akibat kinerja PPh Badan yang loyo, yang mana hal itu adalah kelanjutan dari dampak pelemahan harga komoditas tahun lalu.
Namun, menurut dia, lemahnya kinerja pajak pada April 2024 bukanlah sesuatu yang terlalu mengejutkan. Dia masih memproyeksikan bahwa kinerja penerimaan pajak pada kuartal kedua sampai kuartal keempat akan membaik. Namun, apabila dalam dua bulan ke depan kondisinya tidak berubah atau bahkan memburuk, itu menjadi sinyal bahaya.
“Jadi perlu extraordinary effort,” jelas Fajry.