KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) membeberkan cara berinvestasi di produk terbarunya, Single Stock Futures atau biasa disebut SSF.
Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 1 BEI, Firza Rizqi Putra menjelaskan bahwa SSF adalah produk terbaru dari BEI untuk menjawab kebutuhan dari para investor.
Menurut Firza, SSF merupakan produk pelengkap dikarenakan belum ada produk di BEI yang bisa mengambil potensi keuntungan ketika market sedang turun.
"Produk SSF dapat dimanfaatkan oleh para investor baik ketika market sedang naik ataupun turun," ujarnya kepada media pada Kamis, 22 Agustus 2024.
Firza melanjutkan, produk SSF juga bisa dimanfaatkan oleh investor dengan modal yang jauh lebih kecil dibandingkan transaksi saham. Menurutnya hal ini bisa membuat transaksi lebih efektif dan efisien.
"Dengan SSF, investor bisa memanfaatkan potensi return dari kenaikan pasar atau keturunan harga dari saham-saham dengan modal yang jauh lebih kecil karena untuk bertransaksi SSF dibutuhkan hanya sedikit modal saja," jelas dia.
Adapun saham-saham yang menjadi underflying SSF berasal dari sektor yang beragam serta merupakan saham dengan fundamental dan likuiditas yang baik.
Dari sektor finansial, ada BBRI dan BBCA, basic materials meliputi MDKA, infrastruktur ada TLKM, dan industrial ada ASII.
Sementara itu Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik mengatakan inisiatif ini merupakan salah satu cara pihaknya untuk melakukan pendalaman pasar.
"Dengan posisi bursa yang sudah sangat strategis, baik di level ASEAN maupun global, pendalaman pasar itu menjadi suatu keharusan dengan jumlah investor yang terus meningkat, kebutuhan investor juga akan terus meningkat khususnya untuk produk derivatif," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Jeffrey pun berharap, para investor bisa segera memahami SSF serta dapat mengoptimalkan keuntungan dari keberadaan produk ini.
Namun untuk bisa mendapatkan keuntungan dari SSF, kata dia, para investor harus paham karakteristik dari produk hingga bagaimana risiko yang ada.
Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengimbau perusahaan yang telah tercatat di bursa efek (emiten) mempersiapkan diri demi bisa dilirik investor. Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 2 BEI, Ignatius Denny Wicaksono mengatakan, setiap perusahaan kini sudah saatnya untuk menerapkan sustainable bisnis.
“Sustainable bisnis bagaimana produk dan service dari perusahaan bisa mendorong sustainability,” ujar dia dalam acara ‘Promoting Sustainable Investment In Indonesia Capital Market’ di Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.
Dalam menjalankan hal tersebut, Ignatius bilang perusahaan harus memiliki tiga pilar yakni dari sisi lingkungan, sosial, hingga tata kelola yang baik.
“Tidak hanya profit yang bisa buat perusahaan itu stay. Tetapi juga people, orang-orangnya tuh juga sehat, senang,” jelas dia.
Jadi, kata Ignatius, hal seperti inilah yang nantinya dilihat oleh pelaku bisnis maupun investor untuk memutuskan investasinya. Menurut dia cara ini sudah diimplementasikan oleh banyak negara.
“Kalau demand luar negerinya sudah mulai kelihatan di arah sini, sementara kita tertinggal ini yang takutnya berbahaya investor kita akhirnya tertinggal dan pasar modal kita jadi ketinggalan,” ucapnya.
BEI Catat Investor Lokal di RI Masih Dominan
Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat investor lokal di Indonesia masih cukup dominan. Hal ini tercatat dari sisi demografi per 9 Agustus 2024.
“Investor individu di Indonesia didominasi oleh 61,84 persen laki-laki, 54,96 persen berusia di bawah 30 tahun, 31,44 persen pegawai swasta, negeri dan guru, 45,75 persen berpendidikan terakhir SMA dan 44,94 persen berpenghasilan Rp10jt–100jt per tahun,” tulis BEI dalam keterangannya, dikutip Selasa, 13 Agustus 2024.
Berdasarkan komposisi kepemilikan, investor lokal di Indonesia masih mendominasi sebesar 99,71 persen, dengan rincian jumlah 99,63 persen untuk investor saham, dan 99,91 persen untuk investor reksadana.
Sedangkan dari jenis investor, jumlah investor lokal lebih besar dibandingkan dengan investor asing, dengan jumlah 13,41 juta.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi, di Jakarta, Senin, 12 Agustus 2024 menjelaskan sebanyak 24,09 persen investor berusia 31-40 tahun dengan total aset senilai Rp119,13 triliun dan sebanyak 11,86 persen berusia 41-50 tahun dengan total aset senilai Rp183,01 triliun.
Kemudian, sebanyak 5,69 persen investor berusia 51-60 tahun dengan total aset senilai Rp269,73 triliun, dan sebanyak 2,98 persen usia di atas 60 tahun dengan total aset senilai Rp887,66 triliun.
Dari sisi demografi, katanya lagi, sebanyak 67,47 persen investor berada di Pulau Jawa dengan total aset senilai Rp4.918,90 triliun, dan sebanyak 16,64 persen berada di Pulau Sumatera dengan total aset senilai Rp101,09 triliun.
Lalu, sebanyak 5,31 persen investor berada di Pulau Kalimantan dengan total aset senilai Rp125,72 triliun, dan sebanyak 5,50 persen investor di Pulau Sulawesi dengan total aset senilai Rp16,85 triliun.
Kemudian, sebanyak 3,77 persen investor berada di Pulau Bali, NTT, NTB dengan total aset senilai Rp21,81 triliun, dan sebanyak 1,31 persen investor di Pulau Maluku-Papua dengan total aset senilai Rp6,09 triliun.
Sementara itu, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), saat ini tengah berupaya meningkatkan jumlah investor pasar modal yang mencapai 11 persen (ytd).
“Berdasarkan jumlah SID, jumlah investor pasar modal meningkat dari 12,17 juta investor pada tahun 2023 menjadi 13,45 juta investor sampai dengan 9 Agustus 2024,” tulis BEI.
Berdasarkan jumlah tersebut, investor saham dan surat berharga lainnya berjumlah 5,87 juta, reksa dana 12,68 juta, dan investor Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak 1,13 juta.
Total SID juga meningkat sebesar 8 persen dari 16,43 juta di tahun 2023 menjadi 17,72 juta pada tahun 2024 (termasuk SID Pasar Modal dan SID Investor S-MULTIVEST).
Total aset yang tercatat di KSEI mengalami peningkatan 6 persen (ytd) dari Rp7,74 triliun pada 2023 menjadi Rp8,23 triliun pada 9 Agustus 2024.
Peningkatan total aset yang tercatat di KSEI sejalan dengan peningkatan IHSG serta kapitalisasi pasar. Peningkatan juga tercatat pada aset under management (AUM) reksa dana yang tercatat di KSEI sampai dengan Juli 2024 berjumlah Rp804,24 triliun, yakni sebesar 10,46 persen. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.