KABARBURSA.COM - Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Ahmad Akbar Susamto menilai tidak ada pilihan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan di 6persen.
Akbar mengatakan perekonomian Indonesia kini masih belum lepas dari perekonomian negara lain, terutama Amerika Serikat (AS).
"Kita tahu di AS belum menurunkan suku bunga sehingga kalau BI menurunkan suku bunga maka tidak ada lagi selisih karena sekarang kan selisihnya dikit banget," kata Akbar kepada Kabar Bursa, Kamis 21 Maret 2024.
Akbar bilang, suku bunga di Negeri Paman Sam kini berkisar 5,25persen hingga 5,75persen. Hanya berbeda tipis dengan Indonesia di angka 6persen.
Oleh karena itu, dia menyebut jika BI menurunkan suku bunga acuan maka angkanya bisa menyerupai AS.
"Ada konsekuensi yaitu bahwa jika tingkat suku bunga Indonesia diturunkan berarti marginnya jadi tidak ada," ucap Akbar.
Penurunan suku bunga, lanjut Akbar, juga bisa menjadi capital outflow yang risikonya adalah penurunan nilai tukar rupiah.
Terpisah, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda memperkirakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) tidak akan menurunkan suku bunganya.
"The Fed juga nampaknya tidak akan menurunkan suku bunga-nya. Jikapun menurunkan, tidak akan turun secara drastis dan 5.5 persen (the Fed rate saat ini)," jelas Huda.
Sebelumnya diberitakan, Bank Indonesia (BI) telah mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk periode Maret, dan seperti yang diperkirakan, suku bunga acuan tetap dipertahankan.
“Pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 19-20 Maret 2024, keputusan telah diambil untuk mempertahankan BI-Rate pada level 6persen, suku bunga Deposit Facility pada level 5,25persen, dan suku bunga Lending Facility pada level 6,75persen,” ungkap Gubernur Perry Warjiyo dalam konferensi pers setelah RDG, Rabu 20 Maret 2023. (yog/prm)